Bab 1. Menyerahkan Tubuh Demi Balas Dendam

1409 Words
“Pergilah, dia milikku!” Shevaya menatap tajam wanita yang sedang b******u dengan pria bernama Denver. Seorang pria yang merupakan CEO tersukses di kota itu–pria yang sudah sejak lama didekati kakak tirinya. “Hei, kau siapa?” Denver menatap samar. Kondisi pria itu kini sudah sangat mabuk hingga tak bisa mengenali siapa wanita yang bersamanya saat ini. “Aku, Shevaya, adik tiri Mala.” Tanpa peduli siapa wanita yang bersamanya, Denver langsung memeluk wanita itu erat dan mencium bibirnya dengan rakus. Shevaya pun tersenyum manis di tengah ciuman mereka, dia coba mengimbangi permainan liar Denver. Shevaya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang datang, dia harus mendapatkan Denver demi membalaskan dendam pada sang kakak tiri karena membuatnya sampai dibenci ayah dan diusir dari rumah. “Kamu sungguh seksi, aku menginginkanmu.” Denver mulai mendorong Shevaya dan menindih tubuhnya. “Aku bersedia memberikan tubuhku, asal kamu bisa membalaskan dendamku pada ibu dan saudara tiriku,” ucap Shevaya langsung pada intinya. Dia tidak ingin basa-basi dan memilih untuk berkata langsung tanpa mengulur waktu. “Puaskan aku di ranjang, sisanya kita bicarakan nanti.” Denver menatap Shevaya intens dengan seringainya. Shevaya hanya bisa mengangguk meski ragu. Saat ini, wanita itu tak punya pilihan lain. Apa pun akan dia lakukan, walau harus mengorbankan tubuhnya. Tujuannya satu, membuat Mala menangis dan hancur saat tahu jika pria yang diincarnya menjadi kekasih atau bahkan menikahi Shevaya. Pelukan Denver terasa semakin erat di tubuhnya, Shevaya tidak bisa menyembunyikan debar jantung yang semakin menggila. Ini adalah kali pertama baginya, demi membalas dendam, dia merelakan segalanya. Shevaya menerima segala konsekuensi atas keputusan yang dia ambil. Pintu mobil terbuka, Segara membantu Denver masuk ke dalam mobilnya. Asisten Denver meminta Shevaya masuk sesuai keinginan sang bos. Di dalam mobil, Denver tanpa malu langsung mencium Shevaya dengan liar. Shevaya terkejut dan merasa malu karena Denver melakukan hal tidak senonoh saat ada orang lain di depan mereka. Tangan Denver bergerak liar di tubuh Shevaya yang terlihat seksi. Dia sungguh tidak tahan untuk menuntaskan gairahnya saat ini juga. “Tenanglah, Sayang, aku milikmu malam ini.” Shevaya mencoba menenangkan Denver yang sedang berada di puncak gairah. Menahan tangan pria itu agar tidak menyibak pakaiannya saat ada pria lain di dalam mobil yang mereka naiki. “Cepatlah Segara!” teriak Denver yang sudah tidak sabar. Mobil melaju dengan cepat hingga mereka akhirnya tiba di apartemen. Denver langsung menarik tangan Shevaya dengan keras, wanita itu terpekik karena rasa sakit menjalar di tubuhnya. Denver terlalu kasar padanya, dia melampiaskan seluruh nafsu tanpa memikirkan kondisi Shevaya yang sudah berantakan. Lelaki panas itu sungguh membuat Shevaya tidak berdaya. Baru kali ini Denver membawa wanita pulang ke apartemennya. “Denver stop! Kamu menyakitiku,” keluh Shevaya ketika Denver menampar keras pipi wanita itu secara tiba-tiba. “Bukankah kamu rela melakukan apa pun demi mendapatkan bantuanku?” tanya Denver dengan dingin. Denver merobek pakaian yang membalut tubuh Shevaya. Membuat Shevaya hanya bisa pasrah dengan konsekuensi yang harus dihadapinya. Percintaan panas itu terjadi, Denver tidak membiarkan tubuh Shevaya beristirahat sama sekali. Dia terus melakukannya hingga puas dan tidur dengan nyenyak setelah malam panas percintaan mereka. Air mata jatuh, Shevaya merasa hancur dan tubuhnya sakit. Harga dari pembalasan yang dia inginkan begitu mahal. Harus rela kehilangan harta berharga miliknya demi membalas rasa sakit karena ibu dan kakak tirinya. *** “Kamu sudah bangun?” Shevaya bertanya dengan lembut, senyumnya tampak menawan. Shevaya berusaha melupakan semua perlakuan kasar Denver padanya. Dia hanya ingin memastikan bahwa Denver tidak melupakan semua janji yang sudah dia katakan semalam. Denver terkejut, dia spontan mendorong tubuh Shevaya yang sangat dekat dengannya. Mereka berdua sama-sama polos, membuat Denver bingung karena dia tidak mengingat apa pun yang dia lakukan semalam. “Siapa kamu? Kenapa kamu bisa ada di apartemenku?” tanya Denver yang kini menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Shevaya mengambil kemeja Denver dan memakainya, kemeja besar itu menutup setengah paha Shevaya yang seksi tanpa celah. Jakun Denver bergerak, miliknya mulai menegang ketika melihat tubuh wanita cantik di pagi hari seperti sekarang. “Apa kamu melupakan janji yang kamu katakan semalam?” tanya Shevaya yang kini menghampiri Denver. “Apa yang kamu katakan? Aku tidak bisa ingat apa pun!” bentakan Denver cukup membuat Shevaya terkejut. Shevaya menenangkan diri. Dia tidak akan pulang dengan tangan kosong tanpa kesepakatan di antara keduanya. Shevaya sudah kehilangan keperawanannya dan dia tidak akan membiarkan Denver menolaknya begitu saja. “Kamu mengatakan akan membantuku untuk membalaskan dendamku pada kakak tiriku jika aku memberikan tubuhku, apa kamu masih tidak bisa mengingatnya?” tanya Shevaya yang kini membelai lembut pipi Denver. Denver mendorong Shevaya hingga terjatuh di atas ranjang yang sudah berantakan. Dia tidak suka disentuh oleh wanita asing. Denver menarik selimut hingga masuk ke dalam kamar mandi. Shevaya hanya bisa menghela napas lelah. Ketakutannya semalam terbukti benar. Dia memang sempat berpikir jika Denver akan bersikap seperti saat ini ketika terjaga. Shevaya tahu jika Denver memang sulit ditaklukkan. Terbukti, seberapa keras Mala mendekatinya, kakak tirinya itu masih belum berhasil meluluhkan hati Denver yang memang terkenal dingin dengan para wanita. Shevaya pun terpaksa keluar dari kamar, dia mengambil tas miliknya dan menunggu Denver di ruang tamu. Kondisi Shevaya terlihat begitu buruk, sudut bibirnya terluka dan dia tidak tahu harus melakukan apa untuk meyakinkan Denver. Shevaya begitu bodoh, dia tidak merekam semua hal yang Denver katakan semalam. Kini dia tidak memiliki bukti apa pun yang menunjukkan Denver telah setuju untuk membantunya. “Kenapa masih ada di sini?” tanya Denver dengan dingin. “Kamu harus menepati janji, bantu aku untuk membalas dendam.” Shevaya berdiri, menatap Denver dengan mata berkaca-kaca. Wajah Shevaya yang penuh memar kini mencuri sedikit perhatian Denver, dia benar-benar melupakan apa yang terjadi semalam. Dia hanya ingat ketika bermain-main dengan wanita malam setelah itu dia tidak tahu lagi apa yang terjadi. Ingatannya seolah hilang tanpa sisa. Bel berbunyi, Denver membuka pintu apartemennya. Segara sedikit terkejut dengan penampilan Shevaya yang berantakan. Dia hanya bisa membatin karena tidak ingin bertanya banyak hal pada Denver yang kini emosinya sedang tidak stabil. “Segara, apakah semalam aku pulang bersamanya?” tanya Denver dingin. Segara mengangguk dan membuat Denver menggeram marah. Denver selalu meminta Segara untuk melarang siapa pun ikut pulang ke dalam apartemennya ketika dia mabuk. Dia menyalahkan segalanya pada Sagara karena membiarkannya membawa Shevaya pulang bersamanya. “Saya ingin melarangnya, tapi Tuan—” “Sudahlah, aku tidak ingin mendengar alasanmu. Usir dan jangan biarkan dia datang lagi!” Denver mengeluarkan selembar check yang dia ambil dari dalam tas kerjanya. Shevaya melotot, dia marah pada Denver yang sudah menganggapnya sebagai wanita panggilan. Shevaya merobek check itu di depan mata Denver. Shevaya berteriak pada Denver yang tidak memiliki hati karena sudah mengingkari janji yang dia buat sendiri. “Kamu yang mengatakan akan membantuku jika aku memberikan tubuhku!” Shevaya menarik tangan Denver sampai kamar, dia memperlihatkan bekas percintaan mereka. Ada bekas sedikit darah perawan yang keluar akibat ulah Denver di atas sprei. “Apa maksudmu?” tanya Denver tidak paham dengan sikap Shevaya. “Aku bukan w************n! Jika bukan demi balas dendam pada Mala, aku tidak akan mengorbankan tubuhku untukmu. Kamu sudah setuju, tapi kenapa kamu melupakannya begitu saja?” tanya Shevaya tanpa bisa menahan air mata. “Aku tidak pernah menyetujui apa pun,” ujar Denver tenang. “Tapi semalam kamu mengatakannya, bahkan kamu bilang kalau aku harus rela diperlakukan kasar. Ini buktinya, lihatlah!” Shevaya memperlihatkan beberapa luka memar, bahkan pipinya pun masih tampak memerah karena Denver semalam menamparnya dengan keras. Melihat tubuh Shevaya dipenuhi dengan memar seketika Denver merasa bersalah karena tidak mengingat apa pun tentang kejadian semalam. “Aku sudah menawarkan uang padamu, kamu bisa meminta berapa pun sebagai bentuk ganti rugi. Aku tidak bisa membantumu.” Denver kembali menolak Shevaya. Setelah mengatakan itu, Denver pun pergi dari hadapan Shevaya. Dia tidak punya banyak waktu luang karena harus bekerja. Waktu berharga miliknya terbuang sia-sia karena menghadapi wanita aneh yang dia temui semalam. Dia menyesal karena kecerobohannya melakukan hal seperti itu. “Maaf, kamu bisa pergi. Tuan akan semakin marah jika kembali menemukan kamu masih ada di sini. Setidaknya kamu harus mengobati lukamu terlebih dulu,” ucap Segara sebelum Denver kembali berteriak memanggilnya. Shevaya menatap tubuh Denver yang kini sudah menghilang di balik pintu. Shevaya mengusap air mata, dia mengambil pakaiannya yang masih bisa dia pakai. Shevaya tidak akan kalah menghadapi Denver, apa pun akan dia lakukan agar Denver mau membantunya. “Demi bisa membalaskan dendam pada Mala, aku tidak akan melepaskanmu Denver!” Shevaya meninggalkan apartemen itu dengan rasa sakit dan kekesalan yang membuncah di hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD