bc

Berdiri Sendiri

book_age18+
236
FOLLOW
1K
READ
drama
heavy
serious
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Berdiri sendiri adalah sebuah cerita yang diambil dari kisah nyata. Begitu banyak pengorbanan dan perjuangan di setiap episode hidup seorang wanita kuat dan membuat hidupnya berbeda dari yang lain. Ayahnya yang menjadi pahlawan di dalam hidupnya pergi untuk selama-lamanya dan lelaki yang menjadi tumpuannya pun hilang tanpa pamit. Semua yang hadir memang titipan Tuhan. Namun apakah Zeline akan menyerah atau bertahan? Mari kita lihat kisah selanjutnya di ribuan kata cerita ini.

chap-preview
Free preview
1
Namanya juga hidup Kita cuma numpang disini Rumah yang sebenarnya ketika malaikat maut menjemput -"- Tepat hari ini adalah hari Senin. Siapa yang tidak malas pada hari itu, untuk mendengarnya saja sepertinya sudah jenuh. Zeline menghela napas ketika jam sudah menunjukan pukul empat pagi. Ia bergegas untuk shalat subuh dan mandi. Selain upacara yang ia malas untuk menjalaninya tapi ada jadwal praktik di laboratorium yang membuatnya semakin muak. Bayang-bayang guru yang pilih kasih sudah ramai di pikirannya. Zeline termasuk siswa yang rajin mengerjakan jurnal dan laporan bahkan untuk mengerjakannya pun terhitung tepat waktu namun Zeline tidak mempunyai skill untuk dekat dengan guru bahkan mencari perhatian kepada guru. "Teh, Ayah anterin ya. Kita tungu mobil tentara." ucap Sang Ayah yang ikut menyiapkan bekal untuk Zeline. "Ayah gak bisa masak mie telor nih." Zeline memberengut kesal ketika melihat masakan yang dibuat ayahnya berantakan padahal makanan itu hanya terbuat dari mie rebus dan telur. Ayah Zeline meringis. "Emang gimana bikinnya, Teh? Ayah selalu gagal deh bikin itu." Ayah Zeline melihat putri kebanggaannya itu sedang merapikan alat makannya. "Mienya jangan lama-lama direbus jadi hancur gitu teksturnya, Yah." jawab Zeline lembut. Zeline dan Ayahnya memang begitu dekat. Bagaimana tidak, semenjak ibunya pergi ke rumah Allah sejak Zeline kelas 3 SD ia memang hanya mempunyai Ayah dan Adiknya, Jiara. Kini Ayahnya bekerja sebagai staff keamanan di salah satu kantor polisi dekat rumahnya. Walau Ayahnya sibuk tapi Zeline sering meminta untuk Ayahnya mengantar sekolah dan Ayahnya rela untuk meminjam motor milik salah polisi disana. "Gak ada motor ya, Yah? Nunggu mobil tentara lama tau takut kesiangan." tanya Zeline sambil mengikat sepatu sedangkan Ayahnya membenarkan tas Zeline. Sungguh pemandangan yang hangat di pagi hari. "Pagi-pagi gini belum pada bangun teh, lagian teteh perginya subuh banget." jawab Ayah Zeline. Jam sudah mulai menunjukkan pukul enam lalu mereka tetap menunggu mobil tentara itu padahal Zeline sudah siap dari pukul 05.15 menit. Hati Zeline sudah mulai gusar namun Ayahnya tetap menenangkannya. "Ya udah naik ojeg aja , Ayah yang bayar." Ayah Zeline pun memberi uang enam ribu rupiah namun Zeline bingung untuk menerimanya atau tidak. "Ngga usah, itu uang Ayah." Zeline menolak padahal ingin sekali ia menerima uang itu tapi Zeline tahu itu uang yang dimiliki Ayahnya hanya enam ribu rupiah lagi. Tak lama mobil besar itu datang. Zeline membuang napas berat. Julukan mobil tentara itu karena mobil ini menuju tempat tentara bekerja dan pegawai negeri sipil lainnya. Setelah menaiki mobil tentara itu Zeline terdiam. Melihat Ayahnya yang semakin jauh tapi tetap melihatnya pergi sekolah. Lelaki yang tubuhnya sudah tidak kuat lagi namun memaksakan untuk terus bekerja. Ayahnya memang berbeda. Dia tidak mempunyai harta yang banyak, bukan pula dari keluarga yang berada tapi rela berkorban dan pekerja kerasnya membuat Zeline diperlakukan seperti ratu, begitu pula dengan Jiara. Zeline bertekad untuk membahagiakan Ayahnya. Ia ingin segera lulus dan mencari kerja sedangkan Ayahnya diam saja di rumah biar Zeline yang bekerja untuk Ayahnya dan Jiara. Mobil tentara berhenti tepat di depan pangkalan ojeg dan itu artinya Zeline harus berjalan lagi kurang lebih 200 meter untuk menuju halte bus. Zeline berjalan begitu cepat bahkan ia sesekali berlari. Jam sudah menunjukkan pukul 06.15, jika ia terlambat maka wajahnya akan terpampang di depan murid-murid lainnya bahkan di depan guru-guru namun untung saja tugasnya sudah selesai semua. Terlihat dari jauh bus itu sudah ramai dan akan berjalan seketika itu juga Zeline berlari namun tetap hati-hati karena banyaknya kendaraan yang lalu-lalang di jalan raya ini. Dengan napas terputus-putus akhirnya Zeline tiba di dalam bus dan ia sangat bersyukur. Ternyata bus itu benar-benar penuh. Terpaksa Zeline harus berdiri sama seperti anak sekolah lainnya. Namun tak lama kemudian tiba-tiba lelaki yang sedang duduk mempersilahkan Zeline untuk duduk, awalnya Zeline bingung padahal banyak anak-anak sekolah lainnya yang berdiri tapi mengapa ia yang dipilih. Tak banyak pikir Zeline pun mengiyakan dan segera duduk. Terlihat lelaki itu masih muda dan tidak asing tapi Zeline tidak peduli dan ternyata juga saat Zeline akan membayar ongkos , lelaki itu mendahului untuk membayar ongkos Zeline. Zeline tertegun, selain memberikan kursi ternyata lelaki itu membayar ongkos Zeline. Sepanjang jalan Zeline melihat punggung lelaki itu, ia tidak bisa melihat wajahnya jelas karena begitu banyak orang ia hanya mengira-ngira mungkin itu lelaki yang mengenalinya namun Zeline lupa. Sebelum turun Zeline mengucapkan terimakasih tanpa melihat wajah lelaki itu karena orang-orang di belakang Zeline sudah mengantri. Untuk siapapun dia, Zeline bersyukur karena ia tidak perlu membayar ongkos bus dan artinya uang jajannya tidak berkurang. *** "Zel, tumben siang datengnya?" tanya salah satu teman Zeline karena tak biasanya Zeline tiba pukul tujuh kurang, biasanya ia selalu tiba pukul enam atau setengah tujuh. "Hehe kesiangan." jawab Zeline singkat karena bel upacara sudah terdengar. Awalnya Zeline memang terpaksa dan hanya ajakan teman untuk masuk ke sekolah ini tapi ia bersyukur karena ia bersekolah di salah satu sekolah favorit di Bandung. Ia tersenyum ketika mengingat awal-awal pendaftaran hingga ia diterima di sekolah ini. "Kak, ini adek kelasnya. Anak Bapak keterima disini." kata Ayah Zeline pada anak-anak yang berada di selasar kelas. Anak-anak itu pun tersenyum pada Ayah Zeline dan Zeline hanya meringis malu. Begitu bangganya Ayah Zeline kepadanya sampai diperkenalkan pada siswa lain. Zeline juga mengingat ketika Ayahnya yang tetap tersenyum menguatkan Zeline untuk tetap bertahan di sekolah ini. Zeline tidak kuat karena ternyata sekolah ini ketat dan ia hampir diambang tidak naik kelas tapi nyatanya ia sudah berada di kelas 12. "Zeline cape, ntar kalau Zeline gak naik kelas gimana?" Zeline mengahmpiri Ayahnya setelah shalat magrib di mesjid. Mata Zeline berlinang dan mulai menangis. Ayah Zeline hanya tersenyum sambil mengusap punggung anaknya. "Ayah gak akan maksa kamu buat bertahan, tapi pikirin baik-baik, kamu cuma butuh istirahat. Semangat anak Ayah." Zeline tetap menangis padahal hatinya tertawa ketika mendengar "Semangat anak Ayah." "Terus ntar Zeline ngecewain Ayah." lanjut Zeline sambil mengusap air matanya. "Mana ada ngecewain, ngga ko. Ayah tetap bangga sama kamu." jawab Ayah Zeline sambil tersenyum. Ayah Penguat Zeline dikala ia jatuh bahkan jika ia sedang malas belajar. Jika nilainya mulai turun maka ia akan merasa sangat bersalah dan ia merasa mimpinya hancur. Ayahnya tidak menuntut banyak dari seorang Zeline. Selama Zeline fokus belajar dan tidak pacaran itu sudah menjadi kebanggan untuk Ayahnya walau sesekali Zeline menyukai seorang lelaki tapi Zeline belum pernah berpacaran. Sumber kekuatan itu adalah Ayahnya. Anak perempuan mana yang tidak beruntung jika memiliki Ayah yang begitu sayang. Begitu banyak perjuangan yang diberikan Ayah Zeline untuknya. Ia merasa sangat beruntung memiliki Ayah sepertinya, Zeline tak butuh kekasih untuk menemani hari-harinya karena ada Ayahnya di sampingnya. Ternyata benar ya Cinta Ayah itu tidak akan tergantikan oleh siapapun. Begitu pula dengan kekasih. *** Tumpukan buku yang menggunung sudah terlihat di atas meja itu tandanya laporan praktikum harus sudah dikumpulkan. Zeline melihat di sekitarnya dimana teman-temannya sedang mengerjakan laporan praktikum. Ada yang masih menulis dan ada pula yang menempel gambar , sesekali juga Zeline membantu menggunting gambar. Dari kejauhan, para pembimbing datang dan melihag keadaan Selasar kelas yang berantakan karena sampah-sampah kertas. "Ngerjain laporan tuh di rumah , bukan di sekolah." ucap salah satu pembimbing. Zeline pun segera masuk ke laboratorium dan duduk manis. Ia tak perlu lelah untuk mengerjakan laporan karena laporan miliknya sudah berada di atas meja sedari tadi. Salah satu pembimbing menegur siswa-siswa yang sering mengerjakan laporan di sekolah dan memberikan sanksi tapi di sisi lain Zeline memperlihatkan wajah ketusnya. Ia berpikir percuma memberi tahu toh jika anak kesayangannya tetap saja mendapat nilai bagus dan ia sudah menyangka juga jika laporan sekarang pasti akan mendapatkan nilai lebih rendah dibanding siswa yang mengerjakan di sekolah. Zeline mengerjakan lebih dahulu dari teman-temannya karena ia mengingat jika setiap hari Sabtu dan Minggu ia harus mencari uang di salah rumah di komplek dan di pasar jadi ia memaksimalkan Jum'at malam untuk menyelesaikan tugasnya. Terserah itu akan mendapatkan nilai lebih rendah atau lebih tinggi tapi Zeline lega karena ia bisa beristirahat di Minggu sorenya tanpa harus memikirkan tugas-tugas. Setelah menjelaskan semua materi, pembimbing pun memberikan arahan untuk mengerjakan salah satu materi. Zeline sudha berkali-kali menguap padahal jam baru menunjukkan pukul sepuluh pagi, mungkin ia kelelahan dan setelah pembimbing izin untuk keluar, Zeline tidur dibawah meja praktikum memang kebetulan praktikum hari ini cukup santai. "Tidur mulu deh ,Zeline." ucap teman Zeline. Baru saja ia terlelap sudah diganggu saja. Zeline mengerucutkan bibirnya. "Lagian prakteknya juga santai, pembimbing juga keluar." Zeline kembali tidur dan temannya hanya menggeleng. Zeline memang tidak mempunyai sahabat disini, ia hanya memiliki teman dekat dan itu pun hanya sekedar teman ke kantin, teman shalat, dan teman makan. Zeline tidak terlalu menganggap bahwa ia dekat dengan yang lain karena ia pernah dikecewakan oleh temannya dan itu menyebabkan ia sendiri. Setiap hari memang lelah bagi Zeline. Selain lelah fisik namun lelah hati juga. Perlakuan teman-temannya menang tidak terlalu ramah untuknya namun Zeline tetao mengalah dan mencoba netral. Ia tidak punya kekuatan disini, ia hanya menjalankan apa yang seharusnya dijalankan. Namun ia selalu tidak bersemangat di setiap harinya. Semangatnya mungkin hanya satu sampai dua jam saja, selebihnya ngantuk yang ia rasakan. Entahlah, semenjak masuk SMK ia sering sekali tidur padahal waktu SMP jarang sekali itu merasakan ngantuk. Hari Sabtu dan Minggu adalah hari dimana ia harus bekerja. Di hari Sabtu ia harus mencuci baju, menyetrika, dan merapikan rumah orang lain yang hanya diberi upah 30 sampai 50 ribu dan itu pun tidak sebanding dengan tenaganya. Selain dari itu, hari Minggu dimana anak-anak lain beristirahat dan berkumpul dengan keluarganya tapi Zeline harus berjualan di pasar. Ia berangkat dari subuh dan pulang dzuhur terkadang ia malu jika bertemu dengan teman-teman sebayanya, iri bahkan sedih apalagi jika ia melakukan kesalahan. Keringat yang membasahi tubuh Zeline sudah biasa ia rasakan, kaki yang hampir patah bahkan tubuhnya yang ambruk sudah menjadi hal biasa baginya. Oleh karena itu ia memilih untuk mengerjakan semua tugas sekolahnya di hari Jum'at. Zeline memang bukan dari keluarga berada. Uang yang diberikan oleh Ayahnya tidak cukup dan yang diberikan 'orang baik' pun hanya cukup untuk ongkos. Padahal Ayahnya sangat sedih dan tak tega melihat Zeline bersih keras mencari uang. Ayahnya merasa gagal menjadi Ayah karena tidak bisa membahagiakan layaknya seperti anak lainnya. Pernah Zeline pun mengeluh namun Ayahnya hanya terdiam. "Zeline cape-cape kerja kayak gini tuh biar Zeline bisa jajan. Orang lain sekali jajan bisa sampe 20 ribu, Zeline beli seblak 5 ribu aja harus mikir berkali-kali." teriak Zeline pada Ayahnya ketika dirinya benar-benar lelah. Diamnya Ayahnya bukan sekedar diam, Zeline yakin dipikiran Ayahnya pasti sudah bergelut dan memikirkan setiap perkataan Zeline. Zeline manusia biasa. Ia juga bukan termasuk anak yang sangat berbakti. Ia terkadang lelah mengapa Tuhan memberikan kehidupan yang berbeda untuknya. Ia harus mencari dulu baru bisa mendapatkan sedangkan anak-anak lainnya hanya bisa menadah tangan pada orang tuanya. Jika memang Zeline sedang baik-baik saja dan tidak terlalu lelah, ia berjualan makanan ringan untuk menambah uang tabungan dan jajannya. Zeline bersyukur karena dagangannya selalu laris apalagi Zeline mematok harga yang pas untuk anak-anak sekolah. Malu? Tentu tapi harus bagaimana lagi. Jika diam maka akan lebih malu karena mempunyai potensi namun tidak digunakan. Kehancuran keluarganya bukan hanya sekali ini saja tapi sebelumnya memang sudah ia rasakan. Awalnya Ayah Zeline bekerja di bank dan hidup mereka begitu mewah namun mungkin Tuhan memberikan pelajaran. Didatangkannya sosok wanita ketiga yang membuat Ayahnya harus membagi rasa terhadap ibu Zeline. Saat itu usia Zeline baru lima tahun dan mana mengerti ia tentang hal seperti itu. Jika saja usianya sudah remaja saat ini mungkin Zeline akan benci selamanya pada Ayahnya. Hartanya terkuras habis dan akhirnya mereka harus menjual rumah dan menyewa kamar. Pertengkaran terus saja terjadi tepat di depan wajah Zeline. Walau usianya masih kecil tapi ingatannya tidak lupa hingga saat ini. Ayahnya hampir saja gila karena kehilangan harta dan jabatan demi seorang wanita. Lelaki itu memang tidak akan cukup dengan satu wanita apalagi jika sudah memiliki harta. Namun kembali lagi, Ayahnya tetap Ayahnya. Zeline harus bisa melupakan semua hal buruk tentang Ayahnya karena ia tidak akan bisa berdiri tanpa genggaman tangan dari Ayahnya. "Teteh dan Jiara itu adalah bidadari-bidadarinya Ayah." ucap Ayah Zeline setiap kali Zeline marah di hadapannya. Zeline yang mendengar setiap pujian dari Ayahnya langsung luluh. Hatinya begitu berbunga-bunga. Hal yang membuat Zeline selalu tegap berdiri dan menjadi sosok wanita yang kuat.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook