Nama, tempat dan kejadian hanya fiksi belaka.
***
Di sebuah restoran yang menyediakan ruangan tertutup bagi pengunjungnya, ada 3 orang yang menjadi penghuni ruang tertutup itu. Dua pria dan satu perempuan yang duduk saling berhadapan. Di sisi pria ada dua gelas kopi hitam yang panas sedangkan di sisi perempuan ada segelas jus jeruk, dua minuman yang memiliki suhu bertolak belakang.
Mereka telah saling merasakan atmosfer yang begitu tegang sejak pertama kali bertemu, namun makin terasa ketika pembicaraan tentang pernikahan diangkat.
Seorang pria yang memiliki rambut panjang hingga melebihi panjang kerah jas hitamnya, kini menatap penuh keheranan pada perempuan di hadapannya. Perempuan yang hanya memakai kaus warna hitam, jeans warna pudar serta topi base ball warna hitam juga. Outfit yang sangat-sangat santai, berbeda dengan kedua pria ini.
David menyugar rambutnya di depan Widya yang sedang meminum jus jeruk di hadapannya. David juga menghela napas berat setelah melihat Widya kemundian tersenyum padanya. Bukankan perempuan ini terlalu santai menghadapi seseorang yang sedang mengajaknya menikah?
“Jadi apa syaratnya?” tanya David mengulangi.
“Tapi sebelumnya, saya ingin mengatakan satu hal dulu,” kata Widya.
Makin kesal lah David karena Widya sejak tadi tidak segera menyebutkan persyaratan untuk bisa menjalankan pernikahan demi bisa merebut harta yang jatuh ke tangan perempuan di hadapannya ini.
“Apa lagi?” Emosi David mulai meningkat.
Kepala David menoleh ke arah asistennya yang bernama Mario untuk bertanya tentang jadwalnya selanjutnya.
Setelah itu dia melihat ke arah jam tangan warna hitam merek Richard Mille yang ada di tangan kirinya. Mengusap jam tangan mahal itu sembari menghela napas lagi karena satu jam lagi dia akan ada pertemuan dengan seorang sutradara film, seorang yang harus dia dapatkan demi bisa menggarap film yang sudah dia rencanakan sejak lama.
David hampir melupakan hal ini.
Sedangkan sekarang dia harus bersabar menghadapi perempuan di hadapannya ini dan berharap bisa selesai 15 menit lagi atau dia akan terjebak macet di jalan.
Widya Wiska, perempuan ini menyembunyikan senyum miringnya sembari minum jus jeruknya lagi saat melihat David begitu gelisah. Dia hanya sedang mengamati karakter pria yang mengajaknya menikah ini sehingga mengujinya untuk lebih bersabar sedikit.
Mereka berdua bahkan baru pertama kali mengobrol sekarang.
“Saya tidak punya waktu banyak, tolong katakan sekarang!” kata David dengan tatapan mata tajam.
Setelah meletakkan gelasnya kembali ke atas meja, Widya akhirnya mengalah untuk menyudahi pengamatan yang dia lakukan sejak tadi pada seorang David Noah Gutama.
“Mengenai pernikahan ... Saya tidak ingin nantinya ada jangka waktu—“
“Apa?!” David menatap Widya heran. “Maksudmu saya harus menjadi suamimu selamanya?”
Dan Widya menganggukkan kepalanya. “Saya diberi harta oleh nenek Dara untuk bisa digunakan hidup karena sayadiangkat olehnya sebagai anak. Tapi jika kamu ingin pernikahan ini memiliki jangka waktu tertentu, maka saya tidak jadi menikah denganmu.”
David melipat bibirnya sembari menahan emosi yang bergejolak di dadanya. Dia tidak berpikir sama sekali Widya akan mengatakan hal ini karena dirinya sudah bersiap dengan kontrak pernikahan selama 2 tahun saja.
“Bukankah ini akan kelewatan?” tanya David.
“Apanya yang kelewatan?” timpal Widya.
Keduanya saling menatap tanpa mau mengalah.
“Saya tidak tertarik padamu apalagi mencintaimu, kamu ingin terjebak dalam pernikahan dengan orang yang sama sekali tidak punya persaaan padamu?” tanya David lagi, ini adalah logika yang David pikirkan.
Dia tadinya sudah mengatur hanya akan menikah dengaan Widya selama 2 tahun, tapi jika kontrak selesai dia juga tidak akan membiarkan Widya hidup susah. David juga punya etika, dia tidak sekejam itu untuk membuat anak angkat dari istri sah kakeknya menderita.
“Tidak masalah, saya juga tidak peduli soal cinta,” jawab Widya.
“Lalu apa maksudnya? Saya berpikir kita cukup menikah dua tahun saja untuk kepantasan. Setelah itu kita bercerai dan kamu bisa mencari pria yang kamu cintai,” bujuk David, mengutarakan pikirannya.
“Kalau begitu saya juga tinggal mencari pria yang mencintai saya untuk bisa menjadi suami, tidak perlu kamu yang sama sekali tidak tertarik pada saya, kan?” ujar Widya.
Kedua mata David menyipit mendengar kalimat Widya yang ada benarnya juga. Kini dirinya seperti dibuat kalah telak dalam berpendapat dengan perempuan ini. Dirinya lupa kalau Widya seorang berkuliah di jurusan hukum, kemampuan bicaranya jelas bisa diajak untuk berdebat.
“Baiklah ....”
David kini duduk lebih santai di kursinya karena tahu yang lawan bicaranya saat ini sama sekali tidak dapat diintimidasi.
“Tapi jangan selamanya juga. Kita juga pasti akan bosan pada satu sama lain. Bagaimana dengan 5 tahun?” tanya David memberikan solusi.
Menikah sama sekali tidak ada dalam ekspektasi hidupnya, bekerja di dunia hiburan membuatnya sangat skeptis pada sesuatu yang berbau hubungan serius antara pria dan wanita. Perselingkuhan di dunia kerja yang dia geluti bukanlah hal yang tabu, jadi David tidak mau membuat dirinya terjebak dalam pernikahan sama sekali.
Dan David bisa melihat jika saat ini Widya terlihat berpikir, itu berarti perempuan ini juga sedang mempertimbangkan apa yang dia katakan.
“Bagaimana?” tanya David saat Widya kembali menatapnya.
Anggukkan kepala Widya kemudian menjadi senyuman di wajah David.
“Kalau begitu apa syarat lainnya?” tanya David lagi, dia banyak sekali bertanya dalam jangka waktu 30 menit ini demi menghadapi seorang Widya.
“Syaratnya ... Saya hanya ingin harta bagianku ada sendiri dan kamu tidak boleh mengusiknya atau mengawasi itu untuk apa. Tapi untuk biaya pendidikanku sampai S3 harus kamu yang membayari,” ujar Widya.
David langsung mengangguk setuju dan memanggil asistennya untuk mencatat apa yang Widya katakan.
“Aada lagi?”
“Yang lainnya ... jika kontrak pernikahan ini berakhir, kamu masih tetap harus membiayai pendidikan adik laki-laki sampai dia sudah tidak ingin bersekolah lagi. Dan juga asuransi kesehatan untuk keluarga saya kamu yang membayar setidaknya sampai 5 tahun setelah kontrak berakhir.”
“Itu hal yang mudah, saya juga sudah mengatur semuanya untuk keluargamu. Saya bukan orang yang sepicik itu.”
Kali ini Widya yang tersenyum, senyum tipis yang seolah menunjukkan ketulusan dan rasa terima kasih. Senyuman itu sempat membuat David terdiam karena sudah lama sekali dia tidak melihat seseorang tersenyum dengan setulus itu.
“Kalau begitu, itu saja ...” ujar Widya lalu kembali meminum jus jeruknya.
Yang membuat David justru sangat heran karena syaratnya sangat mudah kecuali soal menikah sampai 5 tahun. Tapi karena syarat dari Widya cuma itu saja, David akan mencoba adil dengan tidak protes pada perempuan di hadapannya ini.
“Penikahan akan dilakukan kapan?” tanya Widya saat David sedang berdiskusi dengan asistennya.
Pertanyaan yang David kira akan keluar dari mulutnya tapi justru perempuan ini yang bertanya sendiri. Ternyata nyali Widya sungguh tidak bisa diremehkan.
“Dua bulan lagi, apa kamu bisa? Semakin cepat semakin baik karena kepemimpinan di Minara—nama agensi artis yang ingin direbut David—sudah kosong 2 minggu ini. Saya tidak bisa menunggu lebih lama lag—“
“Saya setuju,” potong Widya.
David memiringkan kepalanya lalu tertawa karena dia sudah lama tidak bertemu dengan perempuan yang memiliki sifat seperti Widya ini.
“Baguslah. Dan saya juga akan menepati wasiat dari nenek tua itu untuk meinkahimu secara sah di hadapan banyak orang dan bukan tertutup. Bagaimana?” tanya David.
Hal lain yang membuat David muak pada mendiang istri sah kakeknya adalah wasiat yang dia berikan adalah harus menikahi Widya secara terbuka dan diketahui khalayak umum. Maka David tidak bisa mennyembunyikan pernikahan ini meskipun dia ingin, wasiat yang diberikan Adara sungguh kuat hukumnya. David sama sekali tidak memiliki celah apapun.
“Hm. Saya juga setuju,” ujar Widya lalu dia memejamkan mata saat merasakan sakit di kepalanya.
Hal itu tertangkap oleh kedua mata David, dia hendak bertanya tapi Widya sudah lebih dulu berpamitan dari hadapannya.
“Untuk saat ini sudah tidak ada yang dibahas lagi, kan? kalau begitu saya pamit dulu,” ujar Widya lalu beranjak dari kursinya bahkan sebelum David membalas kalimatnya.
***
David turun dari mobilnya di sebuah lobi gedung 6 lantai yang memiliki logo huruf M besar di salah satu sisinya. Logo yang memiliki kepanjangan Minara, nama yang sangat David kagumi dan sudah sejak lama ingin menjadi miliknya.
Minara adalah sebuah agensi hiburan yang menaungi banyak artis dan bahkan memiliki rumah produksi film sendiri. Agensi ini masih menjadi yang terbesar sejak 10 tahun yang lalu di Indonesia dan telah banyak menghasilkan banyak artis berbakat serta film yang memenangkan banyak penghargaan.
Dan Minara juga adalah satu-satunya bidang usaha yang dibagun kakeknya dari 0 dan bukan merupakan warisan dari mana pun. David begitu tertarik pada dunia hiburan ini juga karena kakeknya yang begitu mencintai pekerjaannya ini hingga akhir hayatnya. Dan dia berencana untuk mengambil alih Minara jika nantinya kekeknya meninggal dunia.
Namun sayangnya, dia adalah cucu dari istri siri kakeknya.
Harta yang murni milik kakeknya jelas tidak akan jatuh ke tangannya. Istri sah kakeknya lah yang akan mendapatkannya. Sialnya, istri sah yang bernama Adara ini malah berulah dengan memberikan Minara pada Widya, perempuan yang setengah jam lalu dia ajak menikah.
“Pastikan Widya tidak akan berubah pikiran, terus awasi dia,” ujar David pada Mario yang langsung mengangguk dan pamit dari hadapannya.
David duduk di singasananya yang menjadi general manager atau manajer umum di Minara ini. Ruang kerjanya besar dan menunjukkan kekuasannya dibandingkan jabatan orang lain di agensi ini, tapi bukan itu inti dari keinginannya.
Posisinya sebenarnya memang sudah tinggi, tapi dia tidak tenang untuk membiarkan Minara jatuh ke tangan yang salah. Jadi jangan sampai Widya malah bertemu pria yang dicintainya dan mereka menikah, nanti akan menjadi runyam.
“Apa gue perlu mempercepat pernikahannya?” gumam David.
Dia berpikir keras sampai membuat dahinya berkerut dan melupakan sekelilingnya, tapi kemudian pikirannya terpecah saat mendengar seseorang memanggilnya.
“Daviddd ...”
Suara yang mendayu dan manja ini mengalihkan perhatian David dari urusannya dengan Widya. Pemilik suara itu adalah seorang wanita dengan pakaian yang begitu terbuka dan kini melangkah memasuki ruangan David tanpa merasa sungkan.
Bibir mereka bahkan langsung bertemu begitu posisi keduanya sudah sangat dekat.
“Apakah lipstikmu tidak takut pudar nantinya?” tanya David pada wanita yang kini duduk di pangkuannya.
Wanita ini tersenyum miring lalu mengusap wajah David dengan gerakan sensual.
“Aku tinggal memakai lagi, tapi ... sebuah kebanggaan bisa mentransfer lipstik baruku di bibirmu tuan David,” jawab perempuan ini.
“Kalau begitu lakukan sekali lagi agar ditranfer sepenuhnya,” kata David.
Tanpa berpikir lagi, wanita ini telah beradu bibir dengan David dengan lumatan yang begitu intens. Warna lipstiknya yang berwarna merah menyala kini telah berhasil berpidah juga ke bibir David dan bahkan ke bagian leher pria ini.
Kemejanya yang berwarna putih juga saat ini telah memiliki cetakan bibir di bagian kerahnya seolah wanita ini sedang menunjukkan kepemilikannya.
“Kamu harus pakai kemeja ini seharian,” kata wanita ini saat David hendak melepaskan jasnya.
“Tidak bisa, aku akan bertemu investor. Tidak mungkin pakai kemeja dengan noda lipstikmu, Tasya,” balas David.
Wanita bernama Tasya ini kesal dan langsung saja memutuskan pergi dari ruangan David. Dia pikir sudah bisa merebut hati David karena sekarang mereka bahkan saling menyapa dengan aku-kamu, tapi dia lupa kalau David akan begitu juga pada wanita lainnya.
“Dasar cowok breng.sek!” umpat Tasya, tidak lupa membanti pintu ruangan David.
Di dalam ruangannya, David cuma bisa menggelengkan kepala heran.
Sebelum dekat dengan seorang wanita, David sudah memberi ultimatum bahwa mereka tidak bisa menjadi spesial baginya. Tapi sepertinya para wanita itu seketika lupa setelah David memberikan satu perhatian saja.
Dan sepertinya David akan sulit bisa dekat dengan wanita lain jika pernikahannya sudah digelar nantinya. Paparazi jelas akan mengawasinya dan pasti musuh akan membeli berita tentang dia dekat dengan wanita lain padahal sudah menikah.
“Hah ... sial ... kenapa juga gue harus nikah sama dia!”
***