bc

The King of Mount Fire

book_age18+
958
FOLLOW
7.7K
READ
family
brave
inspirational
sporty
boss
drama
bxg
biker
regency
friendship
like
intro-logo
Blurb

Warning : 18+

Evan Damara Satya seorang pemuda yang menjadi idola kaum hawa ini, memiliki impian menjadi seorang pembalap motor. Evan dan sahabatnya yang bernama Bayu membentuk sebuah tim racing untuk mengikuti berbagai kejuaraan balap. Mendapati pesaing yang tangguh seperti Eric dan timnya, tak membuat Evan gentar. Mereka berjuang memperebutkan gelar The King of Mount Fire.

***

Kemenangan yang mereka raih, membuat juara bertahan merasa tersaingi. Eric adalah pembalap dari juara bertahan yang merupakan anak dari seorang pengusaha otomotif. Segala cara Eric lakukan untuk menghancurkan tim Evan.

Kehadiran gadis bernama Kamila membuat tim Evan terpecah belah menjelang perebutan gelar juara balapan legendaris yang dikenal dengan King of Mount Fire. Di saat Evan membutuhkan dukungan, justru hal tak terduga terjadi menjelang pertandingan.

Rahasia masa lalu Evan dan Eric muncul kepermukaan. Hal itu membuat lintasan sirkuit semakin membara. Rahasia apa yang akan terungkap? Siapakah yang akan mendapatkan gelar The King of Mount Fire?

Cover vector by Riandra_27

Edit background dan font by PicsArt Premium

chap-preview
Free preview
1. Evan Damara Satya
“Andaikan malam yang dingin dapat menghibur perasaanku yang terluka ... sepi dan hampa, berpisah dengan seseorang yang menjadi belahan jiwa ... tak ada niatan dan tak direncanakan ... namun Tuhan punya rencana lain yang lebih baik untuk kehidupanku ... walau cinta masih ada dan tumbuh dalam hatiku ....” lamunan Widya malam itu membuat memori tentang masa lalunya membuncah hingga menyebabkan kontraksi pada kehamilannya yang sedang menunggu waktu persalinan. “Astagfirullah ... Ambu ... Ambu!!!” Widya merasakan kontraksi yang semakin kencang dan kuat. Rasa keram yang semakin mencengkeram perutnya membuat Widya sedikit panik. Ia berusaha berjalan walau rasanya sudah tidak lagi bisa menahan mulas dan keram akibat kontraksi. Widya berjalan perlahan dengan berpegangan pada tembok rumahnya. Widya memanggil-manggil ibunya yang sudah terlelap tidur. Namun teriakan Widya berhasil membangunkan Imas juga Abah Mus dari tidurnya. Imas langsung membuka pintu dan mendapati putrinya sedang bersimpuh sembari memegangi perutnya. Peluh yang bercucuran deras di wajah Widya membuat Imas segera mencari pertolongan, agar putrinya segera di bawa ke klinik bersalin terdekat. “Abah ... Bah ... buru ambil tas yang udah Ambu siapin di dekat lemari!” Imas dengan sigap memapah Widya dan mendudukkannya di kursi ruang tamu. “Ambu ... tasnya teh yang ini?” tanya Abah Mus pada istrinya. “He euh, Bah ... sok simpen di hareup, Bah!” jawab Ambu sambil melihat kondisi putrinya. “Aduh kumaha Widya? Abah ikut deg-degan ini teh.” Abah Mus ikut merasa panik. “Ulah panik atuh, Abah! Sekarang Abah panggil pak RT terus sewa angkotnya buat antar Widya ke Puskesmas!” perintah Imas pada suaminya. “Sekarang, Ambu?” Abah terlihat sangat panik. “Tahun depan, Bah!” Ambu melirik Abah yang juga sedang menatapnya dengan tatapan kegalauan. “Ya sekarang atuh, Abah! Keburu borojol di dieu! Ari si Abah teh kumaha geuningan!” Imas kesal pada suaminya. “Ahsiap ... Ambu!” Abah langsung melesat cepat. Mereka akhirnya tiba di klinik bersalin pada pukul 02.10 WIB dini hari, setelah sekian lama menempuh perjalanan. Hawa dingin dan berkabut, tak menggoyahkan fokus Imas untuk kelahiran cucunya. Mobil angkot sewaan melaju membelah jalanan menuju Puskesmas terdekat. Suara tangis seorang bayi yang baru saja terlahir, terdengar memecah ketegangan yang dialami Widya. Peluh yang bercucuran menjadi saksi bagaimana perjuangan seorang ibu yang rela bertaruh nyawa demi buah hati tercinta. Seribu lara yang seakan membuncah menjadi satu, tak menyurutkan semangat dan perjuangannya menghimpun tenaga demi keselamatan malaikat kecil yang sebentar lagi akan melihat dunia. Harapan seorang ibu akan kehadiran buah hatinya bagai angin segar dan mata air pelepas dahaga di antara gurun yang tak berujung. Anak ibarat permata hati yang tak bisa tergantikan oleh apa pun yang ada di dunia ini. Begitu cintanya pada buah hati, hingga kekuatan seorang wanita yang sesungguhnya tampak jelas pada proses persalinan yang dijalaninya. Widya Seorang wanita tangguh dan tegar yang berjuang melahirkan putranya tanpa suami yang menguatkan dan menemani, karena Widya adalah seorang single parents. Widya melahirkan di sebuah Puskesmas yang berada di sebuah kecamatan, Kabupaten Bandung Jawa Barat. Ia hanya ditemani ibunya yang selalu mendukung dan mendoakannya dengan ikhlas. Perasaan lega tersirat dari raut keduanya setelah putra Widya lahir dengan selamat. Suster yang bertugas segera memberikan perawatan pada putra Widya. Setelah beberapa waktu, salah seorang suster memberikannya pada Widya untuk diberi Asi eksklusif. Widya terlihat sangat bahagia dan lega karena buah hatinya kini terlahir dengan selamat. Walau hatinya masih terluka mengingat masa lalunya. “Alhamdulillah ... Wid, cucu Ambu udah lahir.” suara Imas memecah lamunan Widya. Imas tersenyum pada Widya, putri sulungnya sembari menatap cucunya. “Alhamdulillah Ambu ....” Widya tetap tersenyum walau lemas menjalar ke seluruh tubuhnya. Terutama pedih hati tanpa suami di sisinya “Kasep pisan cucu Ambu ... ujang Kasep ... semoga jadi anak Saleh.” ujar Imas ketika menimang cucunya sembari tersenyum bahagia. “Sabar ya, Wid ... masih ada Ambu, Abah, juga Angga yang bakal selalu jaga dan dukung kamu, Nak!” Imas adalah wanita yang lembut dan penuh kasih sayang. “Terima kasih Ambu ... Widya sayang sama Ambu.” Air mata terjatuh dari sudut mata Widya. Ia merasa sangat bersalah pada kedua orang tuanya. Dirinya tak mengira akan menjadi single parents seperti sekarang ini. “Ulah ceurik atuh ... jangan nangis, Sayang! Tah tingali si Kasep cucu Ambu ... meni imut kayak Ambu ini mah.” Ambu sangat bahagia dengan kelahiran cucunya. “Ari si Ambu bisa wae menghibur Widya.” Widya tersenyum bahagia walau dirinya merasa ada yang hilang dalam dirinya. Sesuatu yang ia rindukan yang tak bisa ia lupakan. Widya yakin kehadiran putranya dapat menjadi pelipur lara bagi dirinya. *** Hari yang terus berganti membuat Widya semakin tegar dengan status janda muda yang kini ia sandang. Hingga tiba saatnya Widya dan keluarganya memberi nama pada anak Widya. “Wid ... semua persiapan aqiqah sudah siap? Jangan lupa nama si Dedek ditulis ya, biar nanti diberikan pada pak Ustaz saat acara syukuran dimulai.” Perintah Abah Mus pada Widya. “Iya Abah.” Widya terlihat sedang sibuk menyiapkan acara aqiqah untuk putranya. Abah Mus yang memiliki nama panjang Mustofa adalah ayah dari Widya. Ia bekerja sebagai penjaga salah satu Vila yang ada di desanya. Villa milik juragan perkebunan yang ada di desanya. Dahulu mereka bertempat tinggal di daerah lain. Namun karena suatu alasan maka keluarga Abah Mus pindah ke suatu desa di Kabupaten Bandung yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Kebetulan ada saudara Abah Mus yang tinggal di sana. Suatu yang kebetulan pula ada rumah sederhana yang dijual pemiliknya, lantaran pemiliknya pindah ke luar kota. Sehingga Abah Mus menjual rumah lama dan membeli rumah sederhana itu di pedesaan terpencil. Abah berharap dengan memboyong keluarganya, mereka akan membuka lembaran baru dari masa kelam yang pernah menimpa keluarga mereka. “Neng! Geus ditulis nama si Dedek?” suara Ambu terdengar dari dapur. “Udah ditulis, Ambu.” sahut Widya, wanita berusia 28 tahun itu. Kemudian Widya kembali memandang putranya yang sedang tertidur pulas. Ekspresi polos dan menggemaskan terpancar dari raut wajah bocah itu. “Teteh!” “Astagfirullah ... Angga! Ngagetin aja!” suara adik Widya yang berusia 20 tahun itu mengagetkan kakaknya. “Maap atuh! Cuma mau tanya, si Dedek Kasep teh, mau dikasih nama siapa? Ambu minta catatannya.” Angga tersenyum pada kakaknya. “Mau dikasih nama ... Evan Damara Satya.” Widya tersenyum sembari menatap putranya. “Wuidiwww... apa Teh?” Angga sangat terpukau. “Pejuang tangguh dan setia ... Teteh mendoakan semoga Evan bisa meraih impiannya di masa yang akan datang, walau harus berjuang untuk meraihnya ... setia, agar Evan bisa menjadi laki-laki yang setia dan bertanggung jawab.” Widya kembali teringat ayah dari Evan. “Amin ... Angga yakin Evan akan bisa meraih impiannya, Teh.” Angga selalu memberikan support pada Widya. “Kamu juga yang semangat nabung ya! Biar cepet nikah!” Widya meledek adiknya. “Hmm ... ngeledek? Belum ketemu jodohnya, Teh.” Angga meringis datar. “Hahaha... sudah sana bantuin Abah ngangkatin kursi!” Widya tersenyum pada adiknya. “Siap, Bos!” secepat kilat Angga menghilang dari pandangan Widya. Harapan Widya bertumpu pada putranya. Ia berharap Evan menjadi anak yang baik dan berbudi pekerti luhur. Mau berusaha meraih impiannya dan Widya akan mendukung selama hal itu baik. Walau Widya merasa sangat dilema. Statusnya yang kini menjadi single mom, membuat Widya berpikir keras berusaha menafkahi Evan dan mencukupi segala kebutuhannya. Semua acara berjalan dengan lancar sore itu. Kedua orang tua Widya pun sangat terhibur dengan kehadiran Evan di tengah keluarga mereka. Widya ingin melamar pekerjaan di luar sana, tapi ia pun tidak bisa meninggalkan Evan yang masih kecil sendirian. Widya pun tidak ingin merepotkan kedua orang tuanya dengan menitipkan Evan pada mereka. Perasaan galau karena dilema membuncah dalam pikiran Widya. Di setiap sepertiga malam, Widya berdoa agar diberikan petunjuk tentang keputusan yang harus ia ambil. Seperti malam itu, ia pun meminta diberikan petunjuk jalan mana yang harus ia pilih dalam berjuang memberikan nafkah untuk putranya. Widya adalah sosok yang tegar, ia tak mau menjadi beban lagi untuk kedua orang tuanya. Tangisan Evan membuyarkan lamunan Widya seusai berdoa. Ia kembali memberi ASI pada sang buah hati. Dengan lembut dan telaten, Windya merawat Evan dengan penuh kasih sayang. Lelah yang ia rasakan tak membuatnya mengeluh, perasaan galau yang sedang ia rasakan, tak membuat emosinya goyah. Widya fokus pada Evan dan masa depannya. Hingga suatu hari, dalam pikiran Widya terbersit gagasan cemerlang. Widya melihat peluang usaha dari kepiawaiannya dalam membuat makanan. Sebelumnya ia menyambangi beberapa warung tetangga untuk meminta izin menitipkan dagangannya dengan sistem bagi hasil keuntungan. Beberapa warung menyetujui permohonan Widya. Sehingga dengan cekatan Widya membuat beberapa macam kue yang dititipkan ke warung-warung tetangga. Setiap pagi sebelum subuh Widya sudah bangun dan bersiap membuat kue. Kebetulan Evan yang masih bayi tertidur pulas. Sekitar pukul 06.00 WIB, Widya sudah selesai membuat kue dan bersiap untuk menitipkan ke beberapa warung tetangga. Hatinya berharap jika kue yang ia buat akan laku setiap harinya, sehingga Widya memiliki pemasukan untuk mencukupi kebutuhan Evan. Tentunya menjadi seorang single parent tidaklah mudah. Ada saja gunjingan dari tetangga mengenai dirinya. Namun semua justru membuat Widya semakin bersemangat untuk membuktikan pada mereka bahwa Widya mampu membesarkan dan merawat Evan dengan sebaik mungkin. Apa pun rintangannya Widya tetap berusaha yang terbaik demi Evan. Seberapa pun hasilnya Widya tetap bersyukur. Hari pertama dagangan Widya laris manis. Hal itu membuat Widya semakin bersemangat dan yakin bahwa selalu ada jalan jika terus berusaha. Walau sering terjadi kerepotan karena sambil mengasuh Evan, tapi semua tak membuat Widya mengeluh. Dengan telaten dan prihatin, Widya mampu membesarkan Evan dengan baik, walau statusnya sebagai single parents. Kini Evan tumbuh menjadi remaja yang menghormati orang tua, perilakunya baik, dan memiliki impian menjadi seorang pembalap. Ia berharap bahwa Evan dapat membanggakan ibunya. Seperti biasa, setiap pagi sebelum Evan berangkat ke sekolah, dirinya membantu Widya mengantar kue ke warung-warung tetangga. Tanpa ragu, Evan sepenuh hati membantu ibunya. Pemuda kelas dua sekolah menengah kejuruan ini sangat menyayangi ibunya. Perawakan yang lumayan tinggi 170 sentimeter, rambut rapi, kulit putih, membuatnya menjadi idola remaja. Pemilik tatapan mata elang dengan senyuman semanis gula jawa dan ketawa renyah bagai keripik singkong ini sangat memesona. Suara bernada sedikit serak ini membuatnya terlihat semakin Macho. Terlebih kegemarannya pada balap motor membuat Evan terlihat laki banget. Lelaki yang menjadi idola kaum hawa ini tak malu jika membawa kue dagangan sang ibu yang ia titipkan di kanti sekolahnya. Justru hal itu menjadi nilai plus di mata cewek-cewek. Namun Evan bukanlah remaja yang mudah mengenal cinta, karena tujuan Evan saat ini adalah membahagiakan ibunya dengan meraih prestasi dan selalu berperilaku baik. Meraih impiannya dan membuat ibunya bangga. Dengan melihat ibunya bahagia, hati Evan pun akan merasa tenang dan bahagia. Evan pernah menanyakan pada ibunya perihal ayah Evan. Namun Widya justru menatap Evan dengan tatapan pedih yang mendalam setiap kali Evan menanyakan tentang ayahnya. Di sudut mata Widya tampak bulir bening yang mulai berkaca-kaca, yang sebentar lagi akan tumpah tak terbendung. Tanpa berucap kata, Evan sudah mengerti bahwa ibunya akan terluka jika dirinya mengingat kembali tentang ayah Evan. Sejak saat itu, Evan tidak pernah bertanya tentang ayahnya pada Widya. Hanya saja Ambu pernah menceritakan sekali tentang ayahnya. Evan hanya tahu jika ayahnya telah tiada sebulan sebelum dirinya terlahir ke dunia ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

JANUARI

read
37.3K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
625.6K
bc

My Devil Billionaire

read
94.9K
bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

Scandal Para Ipar

read
694.6K
bc

PLAYDATE

read
118.8K
bc

Marriage Aggreement

read
81.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook