BAB 1. HARLIE AUSTIN

1761 Words
Pagi ini, tepat di pukul 9 pagi Harlie sudah berada di dalam ruang sidang untuk menjalani proses perkara yang tengah ia tangani. Tugasnya hanya satu, yaitu memenangkan perkara apapun yang melibatkan Instasi tempat ia berkerja. Yah, dia adalah seorang advokat, bernaung di bawah divisi hukum di salah satu perusahaan multinasional ternama di negeri ini. Cerdas, kharismatik dan juga tampan, itulah kesan dibenak siapa pun yang mengenal sosoknya. Pihak HRD perusahaan itu tidak salah merekrut pria tersebut karena dia adalah seorang advokat yang sangat handal, lulus dari Strata -1 dan Strata -2 dengan nilai sempurna yaitu IPK 4.0 dan ia adalah pemegang beasiswa penuh selama menempuh pendidikan. Tak ayal begitu banyak kasus yang ia menangkan dengan mudah. “Agenda hari ini adalah pembacaan putusan, hadirin dimohon berdiri!!!” setelah menunggu beberapa saat, sidang pun akhirnya dimulai dan mendengar Yang Mulia Hakim berbicara, Harlie tersenyum menarik nafas, ia yakin perkara kali ini pasti ia menangkan lagi dan lagi. Dan benar saja, Yang Mulia Hakim memutuskan memenangkan perkara kepada perusahaan tersebut, Harlie mengangkat dagu dan mengeluarkan senyum culas di wajahnya, “This is my 10th” maksudnya adalah kasus tersebut adalah kasusu kesepuluh yang ia menangkan dalam dua bulan ini, “Good job, Harlie!” kata salah seorang rekannya “Thank you, Man!” balas Harlie dengan ikut mengulurkan tangannya “Gila ya, kasus yang lo tangani belum ada yang Failed, Bro! Gue nggak kebayang bonus yang bakal lo dapatin segede apa?!” tukas tersebut membawa gelagat tawa di benak Harlie, “This is not about money, but this is about passion!” Harlie menjelaskan dirinya bahwa sejak dulu ia memang sangat tertarik pada dunia hukum, “And money is just the bonus!”. Singkat, terkesan dingin dan tepat sasaran begitu cara Harlie berbicara, terlebih ketika di dalam ruang sidang. Tidak jarang, argumen hukum yang ia keluarkan sering membuat lawannya tidak berkutik. Setelah selesai, Harlie segera menaiki mobil kedinasannya untuk kembali ke kantor. Ada rapat yang menunggunya sebelum jam makan siang. Well, walaupun masih tergolong sangat muda mengingat usianya saat ini yang baru menginjak 28 tahun, tapi prestasi yang ditorehkan oleh Harlie dalam 3 tahun ia bekerja sangat baik, bahkan Harlie segera akan dipromosikan menjadi seorang supervisor. ***** Dentingan jam di atas mejanya kian terdengar, pertanda kantor sudah mulai sepi, “Har, belum balik?” Harlie menoleh kepada rekan seruangannya yang nampak akan segera pergi, “Belum Tio, masih ada yang musti gue kerjain” ucap Harlie melempar senyum “Oh, ya udah gue cabut duluan yah! Lu jangan terlalu porsir lah, Bro!” Tio mendekati meja kerja Harlie “Nggak kok, dikit lagi gue cabut!” terpaksa Harlie mengangkat p****t berdiri untuk mencegah Tio melihat apa yang sedang ia kerjakan, Harlie berpura – pura menawarkan kepalan tangannya untuk Tio, semacam tos antar lelaki, “Okelah... Gue duluan ya!” setelah menyambut kepalan tangan itu, Tio melangkah pergi meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Harlie yang kembali duduk di kursi kerjanya, melanjutkan apa yang sempat tertunda, Bisa kita ketemu? – Mayang Sari Itulah isi pesan yang mengganggu Harlie di akhir pekerjaannya, pesan dari mantan kekasihnya. Pesan yang berisi ajakan pertemuan tatkala hasil rapat tadi menghasilkan bahwa Harlie harus keluar kota, tepatnya ke Malang untuk beberapa hari. Ada kasus yang terbilang rumit di kantor unit di sana. Sekedar info saja, Harlie adalah pegawai kantor Pusat Jakarta. Jika ada hal – hal hukum yang membelit di kantor – kantor cabang dan kantor unit di wilayah kerjanya, maka ialah yang harus menyelesaikan. Ajaibnya atau secara kebetulan saja, ia menerima pesan singkat tersebut, Untuk apa May? – ia berbicara sendiri, tidak henti – hentinya memandangi setiap huruf pada layar laptopnya bertuliskan Mayang Sari. Harlie menyangga kepalanya yang mulai terasa berat dengan tangannya, mengurut pelipisnya agar sedikit merasa membaik. Tidak sampai di situ, ia melonggarkan dasinya yang seolah mencekik lehernya, "Hah...."– Harlie mendeguskan nafas beratnya. Seberat perasaannya kepada Mayang yang tidak berujung. Setengah jam tanpa kejelasan, Harlie akhirnya memilih menutup layar laptopnya dan beranjak pergi. Tapi ia belum meninggalkan area kantor, ia memilih menuju ruangan GYM yang merupakan fasilitas khusus bagi seluruh pegawai di sana. Pria itu ingin membuang energinya saja secara jantan. Harlie menuju loker untuk berganti pakaian, mengenakan handwrap dan sarung tangan, bukan cardio yang akan ia lakukan, melainkan ia akan membuang amarahnya kali ini dengan kick boxing. Sudah tidak sabar ia menumpahkan seluruh kekesalannya kepada Samsak sebagai objek pukulannya. Bomb ... Bomb ... Pam ... Pam ... Suara pukulan dan tendangan bisep – bisep tangan dan kaki Harlie memenuhi rungan. Kali ini GYM memang sepi bahkan nyaris kosong, hanya Harlie seorang diri di sana. Tatapan tajam matanya tidak berpindah dari samsak sama sekali, Mayang Mayang Mayang... – nama itu memenuhi otaknya. Wanita yang begitu dicintainya sejak dulu, wanita yang membuat hatinya hancur berkeping – keping. Wanita yang membuatnya sangat sulit untuk mempercayai cinta kembali, dan wanita yang membuatnya menutup hati bahkan setelah empat tahun wanita itu meninggalkannya, “Aaakkkhhh...!!!” Harlie akhirnya meraung sangat keras, menumpahkan beban di dadanya. Nafasnya terengah, bahkan tubuhnya dibuat sedikit menunduk agar darah dapat terbantu mengalir ke otaknya, dan agar oksigen bisa memberi ruang di otaknya yang nyaris buntu. Kembali Harlie teringat akan masa lalunya, kisah kasih yang ia rajut dengan Mayang nyaris sepuluh tahun lalu. FLASH BACK ON Beberapa hari ini, Harlie terus berpikir tentang perasaannya yang dipendam kepada Mayang sejak dua tahun yang lalu. Usaha pendekatan yang memakan waktu sangat lama, Apa May akan menolakku? – suara itu terus saja berputar – putar di otaknya. Hal yang mengganggunya adalah ada laki – laki lain yang juga mendekati Mayang. Harlie merasa sedikit takut sekaligus down, bagaimana tidak laki – laki yang akan bersaing dengannya adalah teman sekelasnya sendiri. Kenan, ialah pion di kelas ilmu hukum untuk angkatan Harlie. Memiliki segalanya, tampan, humble, dan juga pintar. Berbanding terbalik dengan diri Harlie yang hanya seorang mahasiswa penerima beasiswa berprestasi kurang mampu. Akh.. kenapa harus Kenan? ­– sepanjang hari ia hanya berbicara kepada dirinya sendiri. Jika saja ia adalah laki – laki yang mudah menyukai seorang gadis, Harlie akan memilih mundur. Namun, perasaan yang ia miliki kepada Mayang bukanlah rayuan semata. Dua tahun, Harlie berjuang setiap menit untuk menyentuh hati seorang Mayang Sari. Setelah mengajak gadis itu kencan untuk pertama kali, Harlie akhirnya memberanikan diri menyatakan perasaannya, “May...” ucap Harlie membawa gadis itu sedikit merasa deg -degan, “Aku mau ngomong sesuatu” – batin Mayang menerka – nerka. Ia lalu membalikkan tubuhnya menghadap laki – laki itu tanpa berbicara, ia siap mendengarkan, “May, aku... aku sayang sama kamu!” satu kalimat itu berhasil membuat gelenyer aneh dalam diri Mayang dan entah kenapa membuatnya merinding, Harlie lalu mengambil kedua tangan gadis itu, ini saatnya – ia tidak bisa menunggu lagi, “Mayang, kamu mau nggak jadi pacar ku?” yup, kata – kata itu membuat Mayang berani mengangkat wajahnya. Kalimat inilah yang sudah lama ia tunggu karena ia pun memilki perasaan yang sama, ia menatap wajah dan mata Harlie yang menunjukkan keseriusan, “Har, kamu serius?” Mayang butuh diyakinkan sekali lagi, “May, aku sudah dua tahun ngejar kamu, percaya atau nggak tapi dari awal sejak injak kampus ini, aku udah suka sama kamu!” ucap Harlie menguatkan genggaman tangannya, “May, aku janji akan setia sama kamu dan akan buat kamu selalu bahagia!” mendengar kalimat – kalimat yang disuguhkan Harlie, hati Mayang terasa teduh, hati kecilnya berbicara bahwa Harlie tidak mempermainkannya, “Iya Har, aku mau kok jadi pacar kamu!” jawaban May tak utas membuat perasaan Harlie memuncah, ia membuka lengannya lebar, meminta gadis itu untuk memeluknya. Mayang pun menjatuhkan dirinya ke dalam d**a bidang itu, Harlie pun langsung mengecup keningnya dengan intens, lama dan berbekas. FLASH BACK OFF Harlie mengepalkan tangannya kuat dan memukul samsak dengan kekuatan penuh, kejadian indah di masa lalunya begitu meremas hatinya. Hari – hari setelah Mayang menerima cintanya menjadi momen yang amat sakral bagi seorang Harlie. Setiap hari ia berusaha dan terus berusaha membahagiakan gadis itu, dengan segala keterbatasan yang ia punya, di tengah kesibukannya dan di tengah tuntutan tanggung jawabnya di berbagai organisasi kemahasiswaan yang melibatkan dirinya dan tentu saja demi mempertahankan beasiswanya. “Maaf Pak...” ucapan seorang pria menghentikan aktivitas tinju meninju Harlie, “Ada apa?” tanya Harlie agak sarkas kepada pria itu “Maaf sekali lagi sudah mengganggu aktivitas Bapak, tapi waktu sudah menunjukkan pukul 22.00” Harlie menghela nafas kasar dan mengangguk paham, itu adalah batas waktu GYM itu beroperasi, pria di hadapannya itu bermaksud mengingatkan, “Baiklah, saya paham!” Harlie lalu duduk sejenak menstabilkan adrenalinnya, “Beri waktu saya 10 – 15 menit untuk bersiap!” lanjtunya yang di balas anggukan paham oleh pria paruh baya itu, lalu kemudian ia pergi dari hadapan Harlie. Beberapa menit kemudian, Harlie sudah berada di area parkir. Ia menuju ke satu – satunya mobil yang bersisa di sana, Honda HR-V putih itu terparkir di sudut marka jalan. Pria itu lalu memasukkan barang – barangnya di kursi penumpang, kemudian menuju ke bagian pengemudi dan melajukan mobilnya dengan kencang. Ia butuh untuk istirahat secepatnya. ***** Setibanya ia di rumah, nampak orang tuanya belum tidur sama sekali, “Baru pulang, Har?” tanya papanya yang teralihkan dari layar televisi ketika Harlie membuka pintu, pria itu hanya mengangguk dan terus menunduk, “Makan dulu sini, Nak!” ajakan mamanya yang memang sering menunggu anak keduanya itu pulang, “Nggak usah Ma, Harlie langsung ke kamar aja. Hari ini capek banget!!!” tanpa basa –basi lagi, Harlie membuka daun pintu kamarnya, kemudian menutup dan mengunci rapat – rapat, seolah ia tidak akan keluar lagi hingga esok hari. Kedua orang tua Harlie hanya bisa saling menatap dan menarik nafas, jika sikap anaknya seperti ini pasti ada sesuatu masalah yang sedang diemban olehnya, tanpa pernah anak itu mau berbagi kepada mereka. Di dalam kamar, Harlie menaruh tas nya asal. Menuju kamar mandi untuk segera membersihkan diri. Kemeja kerja ia buka, belt yang melilit pinggang hingga tidak menyisakan sehelai benang pun menutupi tubuhnya, seluruh mahakarya bisep seorang Harlie Austin tertampang nyata di tubuh sintalnya itu, begitu terpahat dengan sempurna, keras dan kencang. Pria itu segera menyalakan shower dengan mengguyur seluruh tubuhnya dengan air bersuhu hangat, berharap seluruh bebannya luruh bersamaan dengan air yang berjatuhan ke lantai, May... – batinnya menggumam. Kembali ia teringat dengan potongan – potongan kisah dengan mantan kekasihnya itu. Bagaimana Harlie dan Mayang melalui hari – harinya di kampus hingga mereka berdua lulus dengan title Sarjana Hukum. Ada yang berat karena rasa itu tidak pernah hilang, rasa dimana keduanya menumpahkan hasrat yang bergejolak dan membakar, rasa dimana Harlie memasuki lubang kehangatan Mayang seutuhnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD