bc

Flawless Love

book_age12+
197
FOLLOW
1.0K
READ
murder
dark
possessive
student
tragedy
bxg
heavy
highschool
secrets
school
like
intro-logo
Blurb

Lorry, gadis yang masih duduk di bangku SMA namun kini sudah sukses menerbitkan novel-novel best seller.

Raiden, pemuda bersuara merdu yang menjadi vokalis utama band sekaligus ketua klub seni di sekolahnya.

Menjadi pasangan yang paling populer di sekolah bukan berarti hubungan Raiden dan Lorry mulus-mulus saja. Keduanya terlihat seperti pasangan sempurna, namun sebenarnya tidak. Sifat cemburu akut yang melekat pada Lorry sering kali menimbulkan masalah di antara keduanya. Semuanya bertambah rumit sejak kemunculan Melly yang perlahan menguak rahasia kelam Lorry hingga membuat Raiden kehilangan kepercayaan padanya.

Rahasia apakah itu?

Akankah Lorry mampu mengatasi semuanya dan mengembalikan kepercayaan Raiden padanya?

chap-preview
Free preview
Bab 1: Psychopath
Hiruk-pikuk mewarnai suasana di auditorium SMA Rajawali yang luas. Kurang lebih tiga ratus peserta MOS duduk bersila di lantai sementara para panitia yang bertugas memaparkan materi tengah menjelaskan di depan mengenai tata tertib serta visi misi dari SMA Rajawali. Panitia lainnya menyebar di setiap sudut, memperhatikan kalau ada peserta yang sibuk membuat forum sendiri atau malah ketiduran. Salah seorang gadis berkucir kuda dengan memakai baju panitia MOS dan rok abu-abu masuk ke dalam auditorium. Ia berhenti di pintu dan menoleh ke samping. Seorang gadis yang juga berseragam sama dengannya tengah duduk melantai dengan mata yang tertuju pada buku yang sedang dibacanya. “Eeh!” Gadis yang tengah membaca itu terkejut ketika sebuah tangan tiba-tiba saja merebut buku yang dibacanya. Peserta MOS yang duduk di dekatnya sontak menoleh. “Kiara?” lirihnya dengan mata membulat. Bibirnya tersenyum kaku. “Siapa yang suruh menoleh!” tegur Kiara, gadis berkuncir kuda itu pada peserta yang menoleh. Para peserta lantas kembali menatap ke depan dengan ekspresi horor. Kiara beralih pada gadis yang masih duduk di lantai sembari menatapnya dengan kaku. “Berdiri.” “Sorry, Kia, gue nggak bermaksud—“ “Lo jadi panitia bukan berarti bisa berbuat seenaknya kayak begini, Dea.” Kiara menutup buku itu dan menatap sampul depannya yang terkesan dark. Ia menghela napas begitu melihat nama ‘Eleomey’, tertera sebagai penulisnya. “Nih, gue kembaliin. Jangan sibuk sendiri kalau lagi ada kegiatan,” tegurnya dan mengembalikan buku novel itu. Dea menerimanya dengan helaan napas lega lalu segera bergabung dengan panitia lainnya yang berdiri di sisi samping auditorium. Kiara menghela napas dan keluar dari sana. Terik matahari lantas membakar kulitnya yang seputih tahu. Ia segera beralih ke depan kelas XI IPA 1 —yang sebentar lagi akan menjadi kelasnya— menghindari matahari yang menyengat. “Lo mau?” Gadis yang juga memakai seragam panitia dengan rambut panjang terurai muncul dari arah kantin membawa dua roti yang satunya sudah ia makan separuh. “Thanks, Lorry,” gumam Kiara menerima roti itu. Ia membuka dan langsung memakannya. “Pemaparan materinya kapan selesai, sih? Perasaan dari tadi gue udah bolak balik kantin, belum selesai-selesai juga?” tanya Lorry jengah. Ia mengibaskan rambut panjangnya ke belakang dan mengipasi wajahnya yang memerah karena udara panas. “Sebentar lagi, kok,” sahut Kiara dengan mulut penuh roti. “By the way, gue abis negur Dea.” “Kenapa?” tanya Lorry acuh tak acuh. “Baca novel lo yang baru rilis itu padahal lagi pemaparan materi.” “Terus faedahnya lo ngasih tahu gue apa?” “Nggak ada, sih. Cuma ngasih tahu aja soalnya itu karya lo.” Kiara mengedikkan bahunya. “Kirain lo mau nyalahin gue. Dea yang salah, sih. Menikmati karya gue di waktu yang salah,” tutur Lorry santai, “Lo ada ikat rambut, nggak? Gerah, nih," pintanya sembari mengumpulkan rambutnya dalam satu genggaman. “Nih.” Kiara menunjuk rambutnya yang terkuncir oleh karet berwarna hitam. “Ck, yang lain maksudnya.” “Nggak ada. Btw, lo nggak mau ngasih gue novel gratis gitu? Kayak yang dibaca Dea itu, lho,” ujar Dea dengan nada menggoda. “Nggak ada. Kenapa nggak lo pinjam aja sama Dea.” “Aelah, gue bercanda doang. Nanti gue beli sendiri.” Lorry terkekeh pelan. Novel hasil ide dari otaknya disukai teman dekatnya membuatnya geli sendiri. Dia jadi ingat awal-awal mulai menulis. Kiara tidak sengaja membuka file tulisannya saat sedang membuka laptop miliknya. Saat mengetahui itu, Lorry jadi geli sendiri dan menjauhkan laptopnya dari Kiara yang sudah membaca tulisannya. Entah mengapa ia justru merasa malu saat orang terdekatnya membaca karyanya. Sekarang ia mulai terbiasa. Ia sudah berhasil menerbitkan tiga novel yang semuanya bergenre horor dan gore. Setiap rilis, novel-novel itu pasti jadi best seller. Panggilan untuk Kiara Salsa Andirawati agar segera ke sumber suara. Sekali lagi, panggilan untuk Kiara Salsa Andirawati agar segera ke sumber suara. Kiara yang mendengar itu langsung mendecak pelan. “Anjir banget Kak Tirta. Ngapain pake sebut nama lengkap, sih?” umpatnya pada sang ketua OSIS. “Panitia yang namanya Kia banyak. Dari pada berdatangan semua, mending sebut nama lengkap lo aja,” ujar Lorry menahan tawanya. Kiara memutar bola matanya dan pergi ke ruang operator. Lorry memandangi kepergian temannya itu dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pelan. Sejak Kiara terpilih jadi wakil ketua OSIS, baru kali ini ia sering-sering bertemu dengan gadis itu. Kegiatan OSIS yang super sibuk serta kelas mereka yang berbeda membuat keduanya jarang bertemu di sekolah. Karena kali ini Lorry terpilih jadi panitia MOS untuk mewakili Klub KIR atau Karya Ilmiah Remaja, mereka sering bertemu lagi. Suara riuh dari arah ruang auditorium mengalihkan perhatiannya. Ia berjalan ke sana dan melihat peserta yang sudah berhamburan keluar dengan wajah lega. Namun, salah satu peserta MOS menarik perhatiannya.  Tungkainya melangkah mendekati gadis dengan atribut MOS yang tengah menyepi di samping auditorium untuk menyimpan alat tulisnya ke dalam tas. “Melly?” Gadis peserta MOS itu mendongak. Matanya membulat takkala bertemu pandang dengan Lorry. “Lorry! Hei, apa kabar?” “Ba-baik. Kamu, kok, bisa jadi peserta MOS? ” tanya Lorry kebingungan. Melly adalah teman sekelasnya sewaktu SMP. Jelas saja ia kebingungan melihat teman satu angkatannya baru MOS sementara dirinya sudah menjadi panitia. “Ah, itu. Berarti benar-benar nggak ada yang tahu, ya, kejadian yang gue alami waktu itu,” ringis Melly memperbaiki letak tasnya. “Memangnya apa?” “Seminggu usai perpisahan SMP, gue kecelakaan tabrak lari dan dirawat sampai enam bulan karena kepala gue luka parah, padahal waktu itu gue juga udah siap-siap daftar di sini.” “Hah?” Lorry terkesiap. “Maaf, gue baru tahu soal itu,” lirihnya merasa bersalah. Melly mengulas senyum tipis. “Nggak apa-apa. Memang nggak ada yang tahu soal kecelakaan gue, kok.” Panggilan dari operator sekolah kembali berkumandang, menginterupsi percakapan keduanya. Kali ini Tirta memanggil nama Lorry. “Ah, gue dipanggil. Duluan, ya!” pamit Lorry lalu berlari menuju ruang operator. “Iya. Dah!” Melly melambaikan tangannya. Ketika Lorry sudah hilang dari pandangannya, ia yang tadinya tersenyum manis kini menunjukkan smirk-nya. “She is really psychopath.”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

DENTA

read
17.1K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook