bc

Andai Aku Bisa

book_age16+
23
FOLLOW
1K
READ
forbidden
family
CEO
drama
mystery
city
office/work place
secrets
lonely
servant
like
intro-logo
Blurb

(cover by : PicsArt)

Aldi telah menjadi suami Zahra, saat dirinya bertemu lagi dengan mantan kekasih yang sangat dibencinya, Puspa. Kekasih yang meninggalkannya setelah kecelakaan itu terjadi, tanpa dia ketahui ada sebuah rahasia besar yang Puspa sembunyikan bersama keluarga Aldi selama ini.

Apa yang akan terjadi saat rahasia besar itu terungkap terungkap?

chap-preview
Free preview
Malam Purnama
@ desa Tirtosari Seorang wanita muda berusia 32 tahun, duduk santai di sebuah ayunan kayu yang ada di halaman belakang rumahnya, hanya seorang diri dengan mata menatap diam ke arah sinar bulan purnama yang bundar bercahaya terang. Setiap malam selalu hal itu yang dilakukan oleh Puspa yang tinggal berdua saja dengan ibunya di sebuah desa bernama Tirtosari. Wanita dengan paras sangat cantik, tubuh tinggi langsing, kulit kecoklatan yang halus bersih, sangatlah sempurna. Namun dimana ada kesempurnaan selalu akan ada kekurangan, begitu juga dengan Puspa yang harus menerima hidup hanya dengan satu mata saja yang tersisa. "Nak, sudah hampir larut malam." tegur sebuah suara dengan lembut sambil mengusap lembut rambut panjang Puspa. "Sebentar lagi ya, bu. Puspa masih ingin melihat bulan purnama." mohon Puspa dan sang ibu hanya mengangguk tersenyum lalu berjalan kembali ke tempat duduk yang ada di bagian teras belakang rumah itu, tetap menemani putri satu-satunya yang dia miliki, setelah suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu. "Aldi, apa kamu juga sedang melihat ke arah bulan purnama saat ini? atau hanya aku saja yang selalu melihatnya selama 8 tahun ini?" batin Puspa merenung seorang diri, dan terlintas bayangan masa lalunya yang indah dengan sang kekasih. "Ya Tuhan, andai ada satu kesempatan saja untuk aku bertemu Aldi sebelum akhir hidupku, aku pasti akan menjadi ciptaan-Mu yang paling berterima kasih." Harap Puspa dalam doanya di hati sambil menghela napas panjang. "Puspa, kenapa kamu masih tidak mau melupakan pria itu? Bukankah kamu yang sudah berjanji pada keluarganya bahwa kamu tidak akan pernah menemuinya lagi?" tegur sang ibu yang ternyata sudah kembali berdiri di sampingnya. Puspa langsung memeluk pinggang ibunya yang sedang berdiri dekatnya. Air mata seketika mengalir di pipi Puspa kala teringat kembali pada janji yang sembarangan dia ucapkan 8 tahun yang lalu. Janji yang kini membuatnya tidak memiliki kesempatan untuk bertemu Aldi lagi. "Bu, saat ini Aldi masih apa ya?" tanya Puspa dalam tangisnya di pelukan sang ibu. "Aldi pasti sudah tidur nyenyak, nak. Dia pasti sudah bekerja sepanjang hari di kantornya, jadi pasti dia lelah dan sekarang masih tidur. Jadi, sekarang kamu juga harus tidur." sahut sang ibu. "Aldi kalau tidur pasti memeluk istrinya ya, bu." ucap Puspa lagi. "Mungkin saja, karena dia tidak mungkin tidur memeluk ibunya." sahut ibu membuat lelucon untuk menghibur putrinya. Puspa akhirnya kembali tersenyum dalam pelukan ibunya. Keduanya lalu melangkah bersama masuk ke dalam rumah mereka. ***** @ Kota Jakarta "Kak Aldi, bulan purnamanya cantik banget lho, lihatlah kak!" ucap Zahra dari arah balkon kamarnya memanggil suaminya yang sudah bersandar dengan nyaman di atas tempat tidur. "Bulan purnama itu selalu sama, cuma bulat gitu aja, biasa! sudahlah, jangan terlalu lama berdiri di sana, nanti bisa masuk angin." sahut Aldi sangat tidak tertarik dengan bulan purnama. Zahra menghela napas panjang dan berat. Suaminya selalu tidak tertarik dengan banyak hal yang indah dan romantis, bahkan selama lima tahun pernikahan mereka, kenangan romantis masih bisa dihitung dengan jari tangan. Aldi memang memperlakukan Zahra dengan sangat lembut, perhatian dan baik, namun jauh dari kata romantis. Cara Aldi memanjakan Zahra juga tidak seperti pria lain memanjakan pasangannya. Aldi tidak suka memberikan kejutan atau hadiah bahkan saat ulang tahun, tapi Aldi lebih suka mengajak Zahra ke toko secara langsung untuk wanita itu memilih bebas segala yang diinginkan. Zahra memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam kamar dan menutup pintu serta tirai balkon. Dia mulai menyusul suaminya ke atas tempat tidur, masuk ke dalam selimut yang sama dan memeluk manja pinggang suaminya. Aldi pun merasukkan lengannya di bawah leher Zahra, menjadi bantalan bagi kepala istrinya. "I love you, kak." ucap Zahra sebelum terlelap. "Tidurlah, mimpi yang indah." sahut Aldi sambil mengecup kening Zahra lembut. Zahra sudah terbiasa dengan cara Aldi yang beda dalam menunjukkan kasih sayangnya. Sejak awal perkenalan mereka, memang Aldi adalah tipe pria yang terkesan cuek dan tidak romantis, tapi tanggung jawabnya serta kedewasaannya mampu membuat Zahra menetapkan hati untuk menjadi pendamping hidup pria itu, meski melalui perjodohan orang tua. Saat ini Aldi enggan memejamkan matanya, bayangan bulan purnama yang indah di suatu tempat terus muncul setiap matanya terpejam. Bayangan yang terasa sangat nyata, namun dia tidak mampu mengenali tempat itu. Hatinya menjadi gelisah setiap kali pemandangan bulan purnama itu muncul dalam gelapnya mata yang terpejam. "Kenapa aku selalu melihat pemandangan purnama yang sama setiap kali malam purnama tiba? aku tidak mengenali pemandangan daerah itu? tapi kenapa aku selalu menjadi gelisah seperti ini? kenapa aku sangat ingin pergi ke tempat itu? sedangkan aku tidak mengenali lokasi itu. Dimana aku pernah melihat pemandangan purnama itu?" batin Aldi bertanya selalu. Aldi perlahan menarik lengannya dan meletakkan kepala Zahra ke bantal dengan hati-hati. Aldi lalu turun dari tempat tidur, perlahan berjalan keluar kamar untuk menuju ke ruang kerja pribadinya. Aldi mempersiapkan kanvas dan peralatan melukis lainnya, mengenakan celemek berbahan kulit dan mulai duduk untuk melukis. Tangannya bergerak mengikuti alur sebuah gambar pemandangan yang muncul di pikirannya. Sebuah gambar pemandangan bulan purnama yang indah dengan pantai pesisir di bawahnya. Aldi terus menyempurnakan gambar itu, menjadi sama persis dengan yang ada dalam bayangan di pikirannya. Aldi menghela napas panjang, menatap ke arah jam dinding, ternyata hari sudah mulai berganti bahkan matahari sebentar lagi akan mulai memunculkan sinarnya. Aldi menatap semua hasil lukisan yang dia buat dan pasang di sekeliling ruangan itu. Semuanya terlihat mirip satu dengan yang lainnya. Lukisan itu kini jumlahnya sudah hampir genap seratus kanvas. Aldi mencoba memposting lukisan itu di salah satu media sosialnya dan menggunakan caption "Dimana sebenarnya purnama ini berada?" Aldi tidak mengharapkan jawaban apapun pada kolom komentar. Dia memilih membersihkan dirinya lalu kembali ke kamar tidurnya, dan bergabung kembali dengan istrinya yang masih terlelap dengan nyenyak. ****** Pagi hari "Pagi, kak." sapa Zahra yang sedang menyiapkan sarapan di dapur bersama asisten rumah tangganya. Aldi mendekat dan mencium puncak kepala istrinya lalu duduk di ruang makan dan mulai memainkan smartphonenya sambil menunggu sarapannya siap disajikan. "Kak, lukisannya ramai sekali dengan komentar lho." ucap Zahra sambil menyajikan sarapan untuk suaminya. "Aku juga baru melihatnya pagi ini." sahut Aldi sambil terus membaca komentar-komentar di postingannya. "Sudah kuduga itu pasti hanya halusinasiku saja. Pemandangan purnama itu ada dimana-mana di seluruh dunia ini. Jawaban mereka semuanya tidak ada yang sama, ada di Jawa, di Bali, Pontianak, Manado, bahkan ada yang menjawab di Australia, Jepang. Ah! aneh-aneh saja." batin Aldi sambil membaca banyak komentar lainnya. "Sebenarnya itu ada dimana kak? kakak sampai melukis banyak sekali pemandangan purnama itu. Padahal kak Aldi tidak pernah suka kalau aku ajak lihat bulan purnama." tanya Zahra ikut penasaran seperti para teman Aldi di sosial media. "Aku sendiri juga tidak tahu itu ada dimana, makanya aku iseng saja tanya di sosial media. Pemandangan malam dengan bulan purnama itu selalu muncul di penglihatanku yang terpejam setiap kali malam bulan purnama tiba." sahut Aldi memilih menghentikan membaca komentar dan meletakkan smartphonenya ke atas meja, untuk bersiap sarapan bersama istrinya. "Zahra, dimana Hana? apakah dia tidak sekolah hari ini?" Aldi menanyakan anak mereka yang baru mulai mengikuti pendidikan di taman kanak-kanak. "Hana sedikit demam pagi tadi, jadi aku minta dia untuk istirahat saja hari ini. Sebentar lagi dr. Arisanti akan tiba untuk memeriksanya." Zahra memberitahukan kondisi putri mereka. Aldi segera berdiri untuk melihat kondisi putrinya di kamar. Tidak lama kemudian dia kembali ke ruang makan, lalu duduk dan menyantap sarapannya. "Zahra, tolong selalu kabari aku tentang kondisi Hana. Kalau demamnya semakin bertambah, segera bawa ke rumah sakit ya." pesan Aldi dan Zahra menganggukkan kepalanya, karena dia sangat paham kalau Aldi sangat menyayangi putri mereka. Aldi lalu pergi ke kantor, setelah selesai sarapan dan mengecup kening Zahra. Sesampainya di kantor, langkah Aldi disambut oleh sahabat sekaligus asisten pribadinya, Askara. Keduanya berjalan ke lift untuk menuju ke ruangan Aldi. "Gila Aldi! lukisanmu langsung ramai dengan komentar, bahkan ada yang ingin membeli lukisan itu sampai puluhan juta rupiah. Apa kamu tidak berniat beralih profesi? semua lukisan yang kamu posting selalu bernilai tinggi." ucap Askara dengan hebohnya memuji Aldi di dalam lift. "Aku bisa saja dengan mudahnya beralih profesi, tapi bagaimana denganmu? kamu yakin memintaku beralih profesi dan menutup perusahaan ini?" sahut Aldi dengan santai tapi seketika mematikan sahabatnya. "Astaga! memang dasar gila! sudahlah, lebih baik kamu tetap memimpin perusahaan ini. Aku lebih memilih jadi asistenmu daripada menjadi gelandangan di luar sana." ucap Askara menyesali ucapan awalnya tadi. "Bagaimana dengan perjalananmu ke Bangkok? Apa ada perkembangan yang menguntungkan? jangan katakan kamu disana justru sibuk dengan para ladyboy." tanya Aldi setelah duduk di kursi dalam ruang kerjanya. "Semuanya beres! seperti yang aku katakan padamu di telepon, mereka akhirnya menyetujui revisi proposal kita tanpa penawaran lagi, jadi mulai bulan depan kita akan mendapat jadwal rutin tambahan yaitu perjalanan dinas ke Bangkok." sahut Askara. "Bagus! aku selalu bisa mengandalkanmu. Terima kasih karena terus menjaga kepercayaanku selama ini dan terima kasih juga untuk loyalitasmu yang tinggi terhadap perusahaan ini." ucap Aldi dan Askara hanya mengacungkan jempol tangannya dengan tersenyum lebar. "Bagaimana permasalahanmu tentang asisten rumah tangga? apa Yunita akhirnya mau menjadi ibu rumah tangga?" tanya Aldi memberi perhatian pada masalah sahabatnya. "Tidak, aku sudah berjanji sejak awal pernikahan bahwa aku tidak akan pernah meminta Yunita untuk berhenti bekerja ataupun berhenti melakukan hal-hal yang dia senangi selama dia tahu cara mengatur jadwalnya antara pekerjaan dan keluarga." sahut Askara. "Lalu bagaimana dengan Yoga? siapa yang akan menjaga Yoga jika asisten rumah tanggamu mengambil cuti?" tanya Aldi "Yunita meminta tolong pada ibunya untuk mencarikan pengganti sementara dari kampung halamannya. Semoga pekan depan sudah ada kabar baik, jadi semua tetap bisa berjalan normal dan Yoga juga ada yang menjaga dengan baik." sahut Askara. "Baguslah! kalau kalian ragu dengan ART pengganti itu, mungkin ada baiknya Yoga dan ART pengganti itu kalian bawa ke rumahku setiap hari, supaya Zahra bisa membantu mengawasi mereka. Hana juga pasti senang bermain dengan Yoga." ucap Aldi. "Ya, terima kasih untuk kebaikan kalian, tapi semuanya masih bisa diatasi. Mungkin ada baiknya jika Hana memiliki adik kandung sendiri, dia pasti akan lebih bahagia." sahut Askara. Aldi hanya menanggapi dengan senyuman saja. ***** Pagi hari di desa Tirtosari. Puspa seperti biasa melakukan aktifitasnya pagi ini di perkebunan teh milik kepala desa. Pekerjaan yang tidak seberapa menghasilkan uang, namun sangat disenangi oleh Puspa, karena interaksi para ibu-ibu pemetik daun teh sangatlah menghibur hidup Puspa setiap hari, membuatnya sesaat mampu melupakan segala sakit tentang masa lalunya. "Pagi nak Puspa." sapa seorang ibu paruh baya yang menggunakan seragam PNS. "Selamat pagi bu Kades." sahut Puspa dengan menundukkan kepalanya sebagai etika kesopanan. "Nak Puspa, anak saya yang di Jakarta sedang membutuhkan asisten rumah tangga untuk satu bulan karena ART yang lama sedang cuti untuk pulang kampung. Apa kamu bisa membantu di sana selama satu bulan? saya cemas dengan cucu saya yang baru berusia 2 tahun." ucap Bu Kades dengan sangat berhati-hati. "Eh! Uhuk! Uhuk!!" mendadak Puspa menjadi gatal tenggorokannya. "Apa bu? maaf, ke Jakarta? satu bulan?" tanya Puspa terkejut karena dirinya diminta untuk tinggal di kota penuh kenangan manis sekaligus pahit bagi dirinya. "Iya, benar, ke Jakarta. Apa kamu mau?" sahut bu Kades kembali menanyakan kesediaan Puspa. "Maaf bu Kades, Puspa harus tanya dulu ke ibu." ucap Puspa menundukkan kepalanya. "Iya, tapi saya harap kamu bersedia membantu anak saya, karena cucu saya sangat butuh dijaga ketika anak dan menantu saya bekerja. Tolong ya, Puspa." sahut bu Kades. "Baik bu Kades, Puspa minta ijin dengan ibu dulu." ucap Puspa lalu wanita berseragam itu berjalan pergi, sementara Puspa kembali bekerja lagi. Sepulangnya dari perkebunan, Puspa menceritakan pada ibunya tentang tawaran pekerjaan dari istri pemimpin desa itu. "Apa kamu yakin akan kembali menginjakkan kakimu ke kota itu?" tanya ibu. "Jakarta itu kota metropolitan yang sangat luas, bu. Jadi kemungkinan untuk Puspa bertemu lagi dengan Aldi sangatlah tipis. Apalagi Puspa bekerja sebagai pengasuh cucunya bu Kades, pasti tidak akan pernah keluar rumah." sahut Puspa. "Ibu bukan melarang kamu, nak. Kalau kamu berpikir itu hal yang baik, maka lakukanlah dengan sebaiknya. Ibu tidak mau kamu kembali teringat banyak hal tentang masa lalu ketika berada di kota itu lagi." ucap ibu dengan bijaksana. "Iya bu, Puspa hanya sebulan disana. Jadi ibu tetap jaga kesehatan disini ya, bu." sahut Puspa dan sang ibu mengangguk tersenyum. "Ibu selalu mendoakan yang terbaik bagi hidupmu, nak." ucap ibu yang langsung membuat Puspa memeluk wanita tua itu. "Terima kasih, bu." sahut Puspa sangat menyayangi ibunya. Ibu yang selalu setia menjadi sahabat baginya dalam menjalani manis ataupun pahit musim di hidupnya. Ibu yang tidak pernah menghujat ataupun menyalahkan Puspa sekalipun putrinya pernah membuat sebuah keputusan yang salah besar. *****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook