bc

Kutukan Jomblo

book_age12+
694
FOLLOW
2.7K
READ
stalker
powerful
tragedy
comedy
sweet
bxg
humorous
campus
first love
lonely
like
intro-logo
Blurb

DILARANG KERAS UNTUK PLAGIATOR MENDEKAT⚠⚠⚠

Pembaca yang suka alur anti mainstream, ayo mendekat.

###

Rara, gadis berusia 21 tahun yang sampai kini belum mendapatkan pasangan yang cocok baginya.

Gara-gara kutukan jomblo yang diberi mantan pacarnya saat SMA dia harus menerima hasilnya. Walaupun ratusan kali ia PDKT dengan jenis-jenis cowok yang berbeda, tetap saja berakhir miris. Belum lagi kriteria-kriteria tingkat dewa yang harus dipenuhi oleh para lelaki untuk memenuhi idaman Rara.

Shinta yang khawatir sahabatnya akan jomblo karatan berusaha mencarikan cowok terbaik buat Rara. Usahanya membuahkan hasil. Mendapatkan seorang cowok dengan kriteria yang sempurna dengan idaman Rara.

Namun, ketika Sinta mengenalkan mereka berdua, kejadian yang benar-benar tak menyenangkan membuat Sinta jengah.

Akankah, sahabatnya ini akan berakhir menjadi perawan tua?

chap-preview
Free preview
1: Rara si Rajo
Bunyi klakson mobil dan motor terdengar samar-samar. Kebisingan itu sudah biasa di kota Makassar, tentunya sama seperti kota-kota besar lainnya. Dari pagi hingga menjelang malam, masyarakat yang tinggal di kota-kota besar hanya bisa pasrah mendengar kebisingan itu. Rara yang mengenakan almamater merah dengan lambang Universitas Unhas melangkah keluar dari gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik menuju sebuah counter yang terletak di pinggir jalan poros. Matahari tepat di atas kepala, tapi untungnya pepohonan besar tua yang berbaris di setiap pinggir Jalan Pintu II melindungi kepala gadis yang tengah berjalan dengan langkah buru-buru. Tangannya fokus merogoh sesuatu dari saku celananya. Pendengarannya tak menghiraukan siulan-siulan nakal dari beberapa mahasiswa lain yang tengah nongkrong di bawah pohon besar. Kalau bukan karena kehabisan pulsa, sementara OVO-nya juga lupa diisi, Rara jelas tidak mau repot-repot berjalan keluar saat matahari sedang terik-teriknya. Kartu ATM-nya juga lolos dari ingatannya. Dia mendesis kesal ketika berpapasan dengan salah seorang seangkatannya. “Oi, Rajo, buru-buru amat. Mau ke mana?” tanya temannya itu dengan cekikikan. Rara memutar bola matanya malas, lelah mendengar julukan jelek itu. “Counter!” sahutnya jutek sambil lalu dengan langkah dipercepat. Gadis itu menyebrang dengan hati-hati menuju counter terdekat. Di sana, ada pemuda yang berjaga di depan sembari memainkan ponsel. Pemuda itu menatap layar ponselnya dengan raut wajah serius. "Mas, saya mau isi pulsa," pinta Rara. Pemuda itu tak menghiraukannya. "Mas." "MAS!" panggil Rara dengan lantang. Pemuda itu langsung terperanjat kaget. Ponsel di tangannya hampir saja jatuh, untung jari-jari panjangnya bergerak cepat. Si pemuda mendongak menatap Rara yang kesal. Namun, menyadari siapa yang ada di depannya, rautnya berubah total. "Eh, maaf, Mbak. Saya tadi nggak dengar," ujar pemuda itu salah tingkah. Membuat kesalahan di depan cewek secantik Rara benar-benar hal yang memalukan. Apa lagi gadis itu JOMBLO. "Mau apa, Mbak?" "Saya mau isi pulsa." Rara baru ingin memberitahu berapa yang akan dibelinya, namun dering ponselnya lebih dulu berbunyi. Gadis itu menatap layar ponselnya. Ada panggilan telepon dari nomor tak dikenal. Rara mengerutkan keningnya sembari mengangkat panggilan itu. "Halo?" Tak ada balasan apa pun dari ujung telepon. Hanya terdengar suara kasak-kusuk seperti tiupan angin. "Halo! Ini siapa?" tanya Rara kesal. Matahari membuat tubuhnya gerah, jangan sampai telepon dari nomor tak dikenal membuat otaknya ikut gerah. Rara sudah terbiasa menerima telepon seperti ini. Terkadang, secret admirer-nya se-menjengkelkan ini. Hanya menelepon namun tak mengeluarkan suara. "Ini siapa? Nggak usah telpon kalau nggak penting!" gertak Rara lalu memutuskan panggilan itu. Matanya menatap layar ponselnya yang sudah mati dengan kesal. "Orang gaje pasti, nih," gumamnya kesal. "Mbak, minta nomor ponselnya." "Enak aja! Kamu siapa berani minta nomor ponsel saya?!" "Lah? Katanya mau isi pulsa. Gimana, sih, Mbak?" pemuda counter mengerutkan keningnya bingung. "Eh?" Rara berkedip bingung lalu menyadari semuanya. Pipi gadis itu langsung bersemu merah. Tanpa mengatakan apa pun, dia berlari menjauhi counter tersebut dan menyebrang jalan dengan buru-buru. Kini, giliran Rara yang malu di depan pemuda yang diam-diam naksir padanya. Ia bersumpah tidak akan isi pulsa secara manual lagi. Pemuda counter itu menatap Rara dengan kebingungan lalu menggeleng pelan. Senyum gelinya muncul setelah ia berdecak pelan. "Haduh, pantesan jomblo. Cantik begitu, kelakuannya gak jelas juga." “Halo, lo di mana?” Rara bertanya dengan nada kesal pada seseorang yang ditelponnya. Kelas sedang sepi-sepinya hingga dia puas bersuara dengan volume keras. “Masih di jalan. Bentar lagi sampai, lima menit!” “Dua menit! Bentar lagi dosennya masuk!” “Kamu kira aku ini bodoh, heh? Lima belas menit lagi kita baru masuk, ya. Kamu kenapa kayak kesal gitu, sih?” “Huh! Gara-gara kamu, nih. Aku bikin malu diri sendiri di depan laki-laki!” ujar Rara dengan nada merajuk. “Kok, bisa?” “Tadi aku mau telpon kamu, soalnya baru ingat kalau tugas yang mau dikumpul hari ini, tuh, ada di kamu. Tapi, pulsaku habis. Jadi, pergi ngisi di counter yang di depan itu. Eh, aku malah malu-maluin. Aish, nggak usah diceritain.” Rara mengumpat pelan. “Aku nggak mau kena hukuman karena lambat ngumpulin tugasnya. Tahu, ‘kan, Pak Burhan nggak terima toleransi waktu. Eh, sebentar! Kamu bawa tugasnya, ‘kan?” “Duh, Ra, gimana, nih? Aku lupa bawa!” “Shinta!” Wajah Rara makin kecut ketika mendengar tawa teman dekatnya itu dari seberang telepon. “Aku bawa, kok. Mana mungkin tugas dari Pak Burhan kelupaan.” “Yaudah, cepetan sampai!” Rara memutuskan telepon secara sepihak. Ia menatap ponselnya dan melihat pantulan wajahnya di layar ponsel. Menyadari poni keramatnya berantakan, ia buru-buru merapikannya. “Eh, tadi pas ke counter poni aku ngak berantakan kayak gini, ‘kan?” Rara bertanya pada dirinya sendiri dengan wajah syok. Sejurus kemudian, dia meringis dan mengetuk-ngetuk keningnya pada meja sembari mengumpat. “b**o, Rara b**o. Kenapa hari kamu s**l sekali, sih?” Namanya Rara Khaliza. Berstatus mahasiswi Universitas Hasanuddin dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) yang menyandang gelar Ratu Jomblo atau disingkat Rajo di gedung fakultasnya bahkan ke fakultas lain. Wajah gadis itu bisa dibilang diatas rata-rata. Mata bulat, hidung kecil mancung dan bibir tipis yang membuat wajah ovalnya terlihat imut dan baby face. Belum lagi kulitnya yang kuning langsat dan tinggi sekitar 170 cm. Dulu banyak teman-temannya bahkan gurunya saat SMA menyarankan dia lanjut menjadi Polwan, namun Rara tidak tertarik. Paket lengkap yang dimiliki Rara membuat banyak lelaki yang menaksirnya. Sayangnya, sejak Rara dikutuk oleh pacarnya saat masih SMA dulu, dia tak pernah pacaran lagi. Bukannya tidak mau, tetapi setiap melakukan PDKT dengan lelaki manapun selalu saja gagal. Contohnya Beni, teman se-jurusan namun beda kelas. Baru saja mereka melakukan pendekatan, Beni tiba-tiba saja pindah keluar negeri karena ikut orangtua, terlalu aneh untuk dikatakan ikut orang tua begitu saja. Pemuda itu sudah setengah jalan menempuh perguruan tingginya dan mau meninggalkannya begitu saja? Atau, Johan yang ternyata sudah punya pacar dan diam-diam berniat menjadikan Rara simpanan. Gara-gara itu, Rara sempat tarik-tarik rambut dengan pacar pemuda itu. Lain lagi Jordi, yang kedapatan jalan dengan perempuan lain dan masih banyak kejadian-kejadian lain yang selalu menggagalkan PDKT-nya. Rara bersumpah, jika dia bertemu dengan cowok yang sudah mengutuknya itu, dia akan membalas perbuatan cowok laknat itu. “Hai, Ra!” Rara mengangkat kepalanya ketika suara riang Shinta terdengar. Ia baru sadar beberapa teman lainnya sudah berdatangan. Hari ini kelas mereka masuk siang. Sebenarnya jam satu baru kelas mulai, namun karena dosen hari ini kadang suka masuk setengah jam sebelum kelas dimulai, Rara dan teman-temannya harus waspada. “Mana tugasnya. Kamu bawa?” Shinta menyerahkan sebuah flashdisk membuat mata Rara seolah ingin melompat dari tempatnya. “Kamu belum print?!” Shinta terkekeh tanpa rasa bersalah lalu menyerahkan sebuah makalah dari tangan kirinya yang sedari tadi disembunyikan di punggungnya. “Kamu!” Rara menggertaknya namun tersenyum lega sembari mengamati makalah mereka. Harinya tak terlalu s**l juga. Shinta Yumari, sahabat Rara yang tak percaya tentang kutukan jomblo itu. Menurutnya, kriteria laki-laki idaman Rara hanya terlalu high class, bahkan salah satu kating tampan yang diam-diam juga menyukai Rara tak masuk dalam list kriteria laki-laki idaman Rara. Entah, sudah berapa pemuda yang dia kenalkan pada Rara, semuanya tak ada yang lolos. Kalaupun lolos, ya itu, pasti gagal karena sesuatu hal yang menurut Rara itu gara-gara kutukan jomlo yang menempel padanya. Namun menurut Shinta, Rara jomlo sampai saat ini karena kriteria laki-laki idaman Rara yang terlalu high class, bukan karena kutukan jomlo itu. Biar Shinta sebutkan apa saja list kriteria laki-laki idaman Rara. 1. Wajah harus tampan, dia menyukai cowok bermata sedang, hidung mancung, dan bibir tipis. 2. Tinggi harus melebihinya. Minimal 5 cm. 3. Cowok anti rokok dan anti club malam. 4. Cowoknya humoris, ramah dan rapi. 5. Mampu menyelesaikan masalah dengan otak, bukan otot. Sederhana memang tapi kadang susah untuk dipenuhi. Kadang lelaki berwajah tampan dan humoris seperti idamannya namun menyelesaikan masalah dengan otot. Atau, cowoknya ramah dan humoris namun wajah di bawah rata-rata.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Billionaire's Baby

read
280.4K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.6K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.7K
bc

Nur Cahaya Cinta

read
359.4K
bc

Sweet Sinner 21+

read
886.9K
bc

The Ensnared by Love

read
104.0K
bc

Accidentally Married

read
102.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook