#3

2950 Words
Sudah 2 bulan mereka menjalani hubungan LDR dan selama itu pula komunikasi mereka sangat intens. Mas Rafi sudah cukup kerasan tinggal di Jakarta walau hanya baru 2 bulan saja. Dan, benar saja bulan ini dia menepati janjinya untuk mentransfer uang, uang tersebut akan digunakan untuk segala keperluan Rosa. Rosa menganggap sikap kekasihnya itu adalah salah satu tanggung jawab terhadap dirinya. Walaupun uang yang di transfer oleh kekasihnya itu tidak banyak, namun sikapnya berhasil membuat Rosa yakin bahwa ia tak salah memilih, karena lelaki itu sudah membuktikan ucapannya. Rosa tidak banyak berharap lebih, hanya saja jika memang mungkin nanti nya mereka berjodoh ya pasti akan menikah. Dikarenakan Mas Rafi adalah karyawan baru dan juga masih belum bisa banyak izin, jadi ia hanya pulang tiap 3 bulan sekali dan itu paling lama hanya seminggu saja di Kuningan setelah itu akan kembali lagi ke Jakarta dan mereka LDR lagi. Seperti saat ini, semalam ia menelpon akan pulang dan menjemput Rosa di sekolah. "Pulang bareng 'kan?" tanya Gita menyenggol tangan Rosa. Gita Mutiara adalah perempuan cantik, imut, berambut keriting dan berkacamata. Dia sahabat Rosa yang paling banyak diam. "Gak Sayangku," jawab Rosa simpel tersenyum manis. "Tumben? Kenapa? Biasanya juga bareng," tandas Gita bingung dengan sikap Rosa. Sebab tidak seperti biasanya, Rosa terlihat sangat bahagia hari ini. "Hari ini, Mas Rafi pulang jadi aku dijemput sama dia. Gak pa-pa ya, kalian pulang bertiga aja," jawaban Rosa membuat mereka mendengus kesal. "Pantesan aja keliatan seneng banget hari ini, ternyata kekasihnya pulang. Padahal, rencananya hari ini kita mau nonton bioskop tau," pekik Kiki berdecak kesal. Kiki Santana adalah perempuan mungil, berhidung mancung, berkulit putih. Dia sahabatnya yang paling polos dan lebih bloon daripada Gita. "Yaudah gak pa-pa. Kita bisa nonton setelah masnya Rosa pulang lagi ke Jakarta. Paling juga gak lama. Kita harus memberikan waktu untuk mereka melepas rindu," sambung Yuni Herdina. Dia adalah perempuan cantik, tinggi, dewasa dan paling bijak diantara kami. Rosa berusaha untuk merayu kedua sahabat yang saat ini sedang merajuk. Yuni pun berusaha membujuk mereka agar mengerti keadaan Rosa. Setelah sekian banyak drama di antara mereka akhirnya kedua sahabatnya itu memperbolehkan Rosa bertemu dan pulang bersama Mas Rafi. Rosa terlihat gusar, ia merasa pembelajaran hari ini terasa lama sekali. Ia terus melihat arloji yang melingkar indah di lengan putihnya itu. Yuni yang menyadari kegusaran sahabatnya itu hanya tertawa kecil dan menggelengkan kepala saja. Mungkin saat ini, yang ada dipikiran Yuni adalah temannya itu seperti ingin cepat melesat pergi dari dalam kelas. Setelah sekian lama penantian Rosa terhadap bel sekolah, bel tersebut berbunyi nyaring dan ada tepat sms masuk dari kekasihnya itu, "Aku sudah menunggu di luar, Sayang." Rosa tersenyum membaca deretan kalimat tersebut. Pipinya merasa panas dan malu membaca semua kalimat yang sejak tadi ia tunggu. Rosa segera membereskan semua buku dan memasukkannya ke dalam tas lalu ia pamit pada sahabat-sahabatnya. Ia berlari kecil menyusuri lorong koridor sekolah dan mempercepat larinya agar segera sampai di depan gerbang lalu menemui kekasihnya disana. Mas Rafi terlihat sangat bahagia saat ia menyadari gadis yang sejak tadi ditunggu sudah menampakkan dirinya dari ujung koridor ke arah luas. Ia mengulas senyum penuh arti ketika Rosa perlahan melangkahkan kakinya yang jenjang keluar dari gerbang itu. *** Saat ini, Rosa sudah berada di hadapannya, lelaki itu menggenggam tangan mungil nan lembut dan mengecupnya, "Mas, rindu kamu sayang." Rosa dibuat malu olehnya, pipinya sudah pasti merah merona seperti tomat. Mas Rafi melajukan motornya ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Kuningan. Ia mempersilahkan gadisnya untuk berbelanja apapun yang diinginkan dan dibutuhkan. Sesungguhnya Rosa ini tidak kekurangan dalam hal finansial, namun entah mengapa menghabiskan uang kekasihnya itu membuatnya bangga. Ia berjalan kesana kemari membeli semua apa yang diinginkan, kekasihnya menuruti saja semua yang dibeli. Hakikatnya, Rosa bisa dengan mudah meminta apapun dari kedua orangtuanya yang berkecukupan itu. Membeli semua ini bagi orangtuanya itu adalah hal kecil. Tapi Rosa enggan membeli semua itu dari uang orangtuanya, dari orangtuanya ia hanya membutuhkan sebuah kasih sayang dan cinta yang tulus juga waktu mereka agar bisa selalu mendengarkan semua keluh kesah yang Rosa rasakan juga alami. Selama 1 minggu mereka menghabiskan waktu bersama. Melewati hari demi hari dengan penuh kebahagian. Banyak sekali yang mereka obrolkan satu sama lainnya, ini yang selalu Rosa harapkan, ada waktu dimana ia bisa mencurahkan semua isinya pada seseorang yang berarti dalam hidupnya. Ia hanya mendapatkan semua itu dari Mas Rafi bukan dari ayah dan ibunya. Seminggu sudah berlalu, tepat hari ini Mas Rafi diharuskan kembali bekerja ke Jakarta lagi. Ada setitik rasa sakit dan kehilangan saat harus berjauhan dengan kekasihnya itu, tetapi bagaimana lagi? Ini yang harus mereka jalani. Dan mungkin, akan cukup lama bagi Mas Rafi untuk tidak pulang menemui gadisnya, sebab banyak pekerjaan yang di tangguhkan dan terbengkalai pastinya saat ia pulang kampung. Rosa mencoba mengerti dan memahaminya. "Sayang, jangan khawatir. Mas janji akan pulang saat kamu kenaikan kelas, nanti akan Mas ajak ke suatu tempat istimewa," ujarnya lembut membelai kepala gadisnya. Dalam seketika wajah Rosa yang sejak tadi muram dan kesal berubah jauh lebih baik menjadi bahagia dan berbinar mendengar ucapan kekasihnya itu, Rosa menganggukan kepalanya patuh dan melambaikan tangannya mengantar kepergian kekasihnya untuk kembali bekerja. *** Gadis ayu berlesung pipi itu kembali pada aktivitas sesungguhnya yaitu belajar dan sekolah. Rosa berjalan santai melangkahkan kakinya ringan di koridor sekolah, Kiki membuatnya terkejut karena tiba-tiba menepuk pundaknya, "Woy, jalan sendirian aja." "Kenapa ulahmu selalu bikin kaget sih! Heran!" bentak Rosa agak kesal ulah Kiki. "Duh, maaf. Jangan marah." Kiki meminta maaf dengan tampang bodohnya. Rosa yang sejak tadi ingin marah mengurungkan niatnya dan ia tertawa terbahak-bahak karena melihat wajah bodoh sahabatnya itu. Berusaha menghentikan tawanya tetapi tak bisa, justru tawanya semakin pecah saat melihat Kiki bingung. "Loh kok? Pada ketawa disini, ada apa? Asik bener kayaknya." Gita tiba-tiba datang dan membuat mereka terkejut. Sukurin, kena juga 'kan si Kiki dikagetin orang. "Aduh Gita, kenapa datang tiba-tiba sih. Kiki kaget tau," ucapnya manja. Rosa menggelengkan kepala melihat tingkah sahabat-sahabatnya itu. "Udah ah. Ayo ke kelas," ajak Rosa dan meninggalkan mereka yang sebentar lagi pasti akan berdebat, mereka belum sadar ditinggal oleh Rosa di koridor sekolah. Hari ini adalah hari masa bebas setelah ujian kenaikan kelas. Itu artinya, kekasihnya akan pulang menemui Rosa sebab ia sudah berjanji waktu itu. Rosa benar-benar mengharapkan kepulangan kekasihnya itu. Banyak sekali cerita dan rencana yang ingin dilakukan untuk menghalau rasa kesepian di saat liburan. Sebab, ia pasti akan merasa sangat kesepian, jika masuk liburan semester sahabatnya semua lebih sibuk dengan keluarga masing-masing. *** Hari ini bagi rapot, Mas Rafi memberitahu akan pulang hari ini dan esok hari berjanji akan sudah berada di depan rumah gadisnya itu sepagi mungkin. Benar, ia menepati janjinya. Mas Rafi datang sepagi mungkin bahkan saat itu Rosa belum bangun dari tidur nyenyaknya dan mendadak di bangunkan oleh Mbak Tuti asisten rumah tangganya. "Non Rosa, pacarnya sudah datang," bisik Mbak Tuti di telinganya dan memang pintu kamarnya tidak dikunci sehingga membuat Mbak Tuti bisa keluar masuk ke dalam kamarnya. Rosa langsung membuka matanya dan terkejut mendengar ucapan Mbak Tuti, ia segera beranjak dari ranjangnya dan membersihkan badan agar wangi. Setelah Rosa melakukan segala ritualnya di kamar mandi, ia bergegas menuju ke ruang tamu menemui kekasihnya. Betapa terkejutnya ia melihat di ruang tamu sudah banyak sekali hadiah, Rosa mengerutkan dahinya bingung untuk siapa semua hadiah tersebut. "Mas …," panggilnya lembut, kekasihnya itu mendongakkan kepalanya dan tersenyum simpul melihat gadisnya. Tanpa Rosa sadari kekasihnya itu menghirup dalam-dalam aroma ketenangan yang tercium jelas menyelimuti diri Rosa. "Kenapa Sayang?" "Hadiah ini untuk siapa?" "Untuk gadisku yang cantik ini," ucapnya. Ia berdiri dan mendekat ke arah Rosa mengecup kening juga puncak kepala Rosa. "Untukku? Sebanyak ini?" tanyanya ragu, ia menatap lekat manik mata kekasihnya itu mencari sebuah kebohongan di dalamnya, namun Rosa tak menemukan kebohongan itu. "Ya untukmu, ayo kita buka," ajaknya menarik tangan Rosa lembut dan mengajaknya duduk. Menurut Mas Rafi gadisnya itu pantas mendapatkan semua ini, mengingat Rosa berhasil mendapatkan peringkat 1 dan bisa mempertahankan nilai-nilai luar biasanya. Mereka mengobrol cukup lama dan tak mengenal waktu, Rosa bercerita apa yang terjadi di sekolahan dan aktivitasnya selama sekolah, begitu juga kekasihnya yang bercerita mengenai aktivitas kerjanya. Hari menjelang sore, Mas Rafi mengajak Rosa untuk berjalan-jalan menghilangkan penat kekasihnya dalam beberapa hari ini karena pusing ujian. Langit begitu indah dengan semburat awan hitam yang menghiasi menandakan mendung tetapi belum tentu hujan. Rosa pov Mas Rafi pulang mengunjungiku dengan membawakan banyak sekali hadiah. Semua hadiah itu ia persembahkan untukku yang berhasil mendapatkan peringkat pertama dan mempertahankan nilai-nilaiku. Di rumahku banyak sekali yang kami bicarakan, dari mulai membicarakan sekolah dan aktivitasku hingga pekerjaan Mas Rafi yang bisa dibilang luar biasa sibuknya. Hembusan angin masuk melalui ventilasi jendela ruang tamu, aroma tanah menusuk kedamaian hati, aroma yang selalu mendatangkan kedamaian. Langit indah dengan semburat awan gelap menyelimuti, Mas Rafi memintaku bergegas dan kami pergi jalan-jalan. Kumulai menyadari arah mobil ini melaju ke tempat yang mempunyai sejarah tentang cinta kasih kita berdua yaitu laut. Ia menepikan mobilnya dan mengeluarkan sapu tangan yang sudah disiapkan lalu menutup mataku dengan sapu tangan tersebut. Ia menuntunku perlahan, dalam hatiku merasa kesal kenapa harus ditutup seperti ini mataku. Ada rasa khawatir tersendiri dalam diri, aku merasa takut jatuh karena posisi mataku yang ditutup. "Mas, kenapa harus di tutup matanya? Ini membuatku sulit berjalan, aku takut jatuh," pekikku lembut, sedari tadi aku sudah memasang wajah bete karena ulah kekasihku ini. "Tenang Sayang, kamu aman dan tidak akan jatuh. Ada Mas sekarang dan nanti yang akan selalu ada disampingmu dan menuntunmu," bisiknya di telingaku dengan suara lembutnya. Ia tetap menyakinkanku dan menuntunku dengan sabar. *** Rafi pov Sesuai rencana yang sudah aku susun beberapa hari yang lalu, aku menemui gadisku dan membawakan banyak sekali hadiah untuknya. Setelah itu aku akan mengajaknya ke suatu tempat bersejarah bagi kita berdua. Tempat indah yang dimana pertama kali aku menyatakan cinta padanya, dan kali ini aku akan melakukan hal yang sama. Kuakan mengajaknya menikah, entah mengapa keyakinanku kuat sekali untuk menikah dengannya. Kugenggam tangannya dengan lembut dan menuntunnya menyisiri sisi pinggir laut, gadisku ini selalu protes karena merasa susah jalan. Kupandangi wajahnya yang ayu, tanpa ia sadari kumengulum senyum setiap kali ia memanyunkan bibirnya yang tipis itu. Sampailah kami di pinggir laut, aku sudah menyiapkan kejutan luar biasa untuknya. Perlahan kubuka sapu tangan yang menutupi mata sipit nan indah itu, ia terkejut melihat sekelilingnya tak ada seorangpun dan lebih terkejut lagi saat melihat ada sebuah meja dan kursi yang sudah dihias dengan begitu indahnya. Wajah terkejutnya terlihat sangat menggemaskan sekali. Gadisku melihat ke arahku seakan minta penjelasan, kuhanya tersenyum simpul. Ia kembali mengedarkan pandangannya, matanya berbinar saat melihat ada sebuah ukiran nama yang dihiasi taburan bunga mawar diatasnya. Terlihat sekali rona bahagia dari wajahnya yang teduh menambah ke ayuannya. Namun, tiba-tiba raut wajahnya berubah menjadi bingung, aku yakin ia pasti bingung mengapa aku menyiapkan semua ini. Wajahnya itu menggemaskan sekali karena selalu berganti-ganti raut wajah secara tiba-tiba. Aku mencintaimu Rosa Khairunnisa Wijaya, sayang mencintaimu. *** Sekarang, sepasang sejoli itu sudah duduk manis di kursinya masing-masing. Mereka masih diam tanpa kata, seakan diantaranya masih ingin menikmati suasana romantis ini dan enggan untuk memulai obrolan. Tidak jauh dari tempat mereka, ada seorang pelayan yang mendekat dan membawakan makanan untuk dihidangkan. Aroma masakan yang menusuk hidung membuat perut Rosa merasa lapar. Ia menggelengkan kepalanya lemah, bagaimana bisa suasana romantis ini rusak karena pikiran konyolnya yang lapar. Mas Rafi menaikkan satu alisnya menatap gadis di hadapannya itu menggelengkan kepala, ia bingung apa yang sebenarnya yang sedang dipikirkan oleh gadisnya itu. Lalu tiba-tiba ada beberapa orang pemain musik datang dan menyanyikan lagu Seluruh Nafas Ini. Membuat Rosa semakin terpukau dengan semua ini. Rosa terlihat sangat bahagia diperlakukan seistimewa ini oleh kekasihnya. Mereka makan dalam diam sambil menikmati alunan musik yang dimainkan. Senyum indah selalu merekah di antara mereka berdua. Rosa pov Langkah kami terhenti di sisi pinggir laut, aku terkejut karena melihat semua hiasan warna warni di hadapanku. Kumelihat ke arah kekasihku seakan meminta jawaban, tetapi ia hanya tersenyum simpul tanpa ada sepatah kata yang terucap dari bibirnya. Subhanallah, sungguh semua ini indah sekali. Namun aku bingung, kenapa lelaki di hadapanku ini menyiapkan semua ini? Ada apa? Apakah ada sesuatu yang ini disampaikan? Kami makan dalam diam diiringi alunan musik yang menyentuh hati dan jiwa. Mas Rafi terus memandangku dengan lekat, aku malu sekali ditatap seintens ini olehnya. Tatapan matanya sulit aku mengerti dan seperti ada maksud tersendiri. Terlihat sekali dari bahasa tubuhnya yang gusar, ia seperti ini mengatakan sesuatu, namun bingung harus memulainya dari mana. "Dik, Mas mau ngomong." Akhirnya, Mas Rafi membuka suara, mengawali kediaman kami berdua sejak tadi. Menarik lembut dan menggenggam tanganku. "Iya Mas, ngomong aja aku akan dengarkan dengan senang hati." Aku tersenyum manis, memamerkan lesung pipi yang dalam. "Adik, mau gak jadi istri Mas?" tanya Mas Rafi dengan tangan dinginnya. Dia gugup, tangannya basah oleh peluhnya. "Mau," jawabku spontan. Aku belum menyadari permintaan dari Mas Rafi karena terlalu merasa bahagia. "Eh apa? Istri? Nikah? Maksud Mas?" Aku berusaha menyadarkan diri. Dan mengulang kata istri, memastikan yang kudengar itu tidak salah. "Iya, kamu mau gak nikah sama Mas? Jadi istri dan ibu dari anak-anak Mas nantinya," ucap Mas Rafi sekali lagi dengan penuh menyakinkan. Genggamannya di tanganku semakin kuat, seakan menyakinkan bahwa dia serius denganku. "Apa kamu bercanda, Mas? Aku masih sekolah loh, Mas. Ini mungkin terlalu cepat, Mas." "Gak bercanda sayang. Mas serius mau nikahin kamu, ya gak pa-pa. Sebentar lagi Adik mau 17 tahun," terang Mas Rafi. Jujur, aku masih belum paham apa maksudnya dan apa hubungannya dengan umur. "Iya sih, tapi aku baru masuk kelas 3, Mas. Terus aku sudah menikah, nanti sekolahku bagaimana, Mas?" "Ya dirahasiakan Sayang. Adik mau 'kan jadi istri dan ibu dari anak-anak Mas nanti nya," pinta Mas Rafi kesekian kali. Ia masih menggenggam tanganku kuat. "Aku mau Mas, tapi tidak harus sekarang. Aku masih sekolah, nanti takut ketahuan pihak sekolah bagaimana? Aku juga masih mau kuliah, masih suka main dan jalan-jalan sama teman-teman." "Sayang, maksud Mas itu ya nanti setelah Adik Lulus dari sekolah. Trus kita menikah, setelah menikah juga masih boleh kok melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi. Terserah Adik mau kuliah dimana, nanti Mas yang membiayai." Mas Rafi menjelaskan dengan sabar maksud dari tujuan nya menikah tanpa mengganggu aktifitasku nanti. "Maaf Mas tapi aku belum bisa. Aku belum mau dan juga belum siap untuk jadi istri. Aku masih kecil Mas, perjalananku masih panjang. Maafin aku, untuk sekarang belum bisa menerimanya, Mas," balasku menggenggam kedua tangan kekasihnya dan membelainya lembut. "Kenapa sih, Dik? Mas masih mengizinkan Adik kuliah loh, masih memperbolehkan Adik main, tenang aja sayang." Mas Rafi menyakinkanku kembali sedikit memaksa. "Mas, nanti saat kuliah Adik hamil, lalu punya anak sambil kuliah. Aduh Mas itu repot banget pastinya, sabarlah Mas tunggu Adik lulus kuliah baru kita menikah." Aku hilang kendali dan nada suaraku naik satu oktav lebih tinggi karena merasa dipaksa untuk menerima pinangan kekasihnya. Akhirnya, aku memberikan opsi lain, menikah setelah lulus kuliah. "Adik, sekarang Mas mau cari apa lagi sih? Kerjaan sudah ada, biaya ada, rumah ada dan kendaraan juga sudah ada. Mas sekarang cuma pengen menikah dengan Adik udah gak lebih. Mas sekarang butuh istri." Mas Rafi menjelaskan sesuatu yang membuatku terkejut. Entah, ia merasa permintaan kekasihnya itu seperti keharusan. Kumendadak merasakan takut yang luar biasa karena sikap kekasihnya itu, dan berpikir apa yang harus ia pikirkan agar lelaki di hadapannya ini berhenti memaksanya. "Begini saja Mas, kasih aku waktu untuk berpikir dengan matang, siap atau gak jadi istri, Mas. Kita 'kan gak boleh ambil keputusan dengan terburu-buru, apalagi ini untuk jenjang rumah tangga. Adik mau menikah sekali seumur hidup, Mas. Jadi bolehkah kasih Adik waktu untuk memikirkan semuanya?" Kumemohon padanya untuk memberikan waktu berpikir, agar tidak salah mengambil sebuah keputusan yang besar. Ini adalah cara jitu agar kekasihnya tidak memaksanya lagi. "Baiklah, jika Adik butuh waktu. Mas akan beri Adik waktu sampai siap. Tapi jangan kelamaan ya, Sayang." Akhirnya kekasihnya bisa kembali tenang dan tersenyum, berusaha tersenyum lebih tepatnya dan berhenti memaksakan keinginannya. "Terimakasih, Mas. Adik janji akan memberikan jawaban secepatnya agar Mas tidak menunggu lama, sabar ya sayang." Kumenyakinkan dan menggenggam tangan nya. *** Rafi pov Perlahan aku membuka suara dan menyampaikan maksud juga tujuanku. Kuingin mengajaknya menikah, kuingin gadisku menjadi milikku seutuhnya. Namun, ia menolakku dengan alasan klasik. Ia menolak dengan alasan masih duduk di bangku SMA dan masih ingin melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Menyakinkannya bahwa aku akan mendukung semua keputusannya, masih sekolah itu menurutku bukanlah alasan yang tepat. Sebab, pernikahan itu bisa disembunyikan nantinya. Saat ini, yang kubutuhkan hanya ingin ia menjadi istriku, maka lengkaplah sudah kehidupanku nantinya. Perdebatan sengit hadir diantara kita berdua, hingga membuat nya memberikan opsi lain, ia meminta waktu untuk berpikir. Aku menyetujuinya, dan berharap jawaban yang diberikan tidak akan lama. Dan mengharapkan jawaban yang baik. Dia mulai mengalihkan pembicaraan yang serius tadi. Memulai mengajakku bercanda. Aku menceritakan, bahwa aku sudah memenangkan tender besar, sehingga aku mendapatkan bonus besar. Aku sudah mempersiapkan semuanya, rumah, biaya dan segalanya yang nanti akan kami perlukan dan butuhkan setelah menikah. Aku akan terus menyakinkannya agar dia mau menikah denganku. *** Rosa pov Lelaki dihadapanku ini seketika membuatku membeku karena permintaannya. Ia meminta dan mengajakku menikah. Bagaimana tidak terkejut? Saat ini posisiku masih duduk di bangku SMA dan dengan lantang ia memintaku menikah, apakah dia bercanda? Ini gila! Bukan maksudku tak ingin menikah dengannya, sekarang wanita mana yang tak ingin menikah dengan seorang lelaki yang sangat dicinta olehnya? Aku sangat ingin menikah dengannya, hanya saja merasa waktunya ini belum tepat. Kumulai berpikir dengan tenang, pelan-pelan kusampaikan maksud dari kalimatku. Saat aku menolaknya, kulihat perubahan dalam dirinya, sikapnya berubah dan permintaannya menjadi sebuah keharusan. Akhirnya, perlahan aku memberikan sebuah opsi lain sebagai penawar rasa kecewanya. Meminta waktu untuk berpikir agar tidak salah dalam melangkah. Sebab, pernikahan bukan untuk main-main. Entah kenapa aku masih belum yakin terhadapnya, masih ada ragu yang terasa jelas di hatiku. Rasanya ada tembok besar yang menjadi penghalang untuk mempercayai Mas Rafi. Berusaha menyakinkan tapi hatiku kalah dengan logikaku, mungkin pikiranku masih ingin bermain dan takut jika menikah malah jadi mengurus suami dan tidak bisa bertemu lagi dengan teman-temanku. Aku pandangi wajahnya, ada sedikit kekecewaan diwajah nya dan juga matanya. Aku yakin Dia kecewa atas jawabanku yang menurut nya tidak memuaskan, tapi bagaimana lagi itu yang bisa aku jawab sekarang ini. Maafkan aku, Mas. Langit sudah berubah menunjukkan bahwa waktu akan segera mendekati maghrib. Kami pun bergegas ke parkiran sambil bercanda untuk mencairkan suasana agar tidak canggung. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD