bc

Jodoh ataukah Karma

book_age16+
203
FOLLOW
1K
READ
spy/agent
revenge
kidnap
drama
tragedy
city
office/work place
first love
secrets
like
intro-logo
Blurb

Sephia Alexandra, terjebak pada situasi setelah bertemu dengan sosok pria misterius. Semakin menggali informasi tentang pria itu, Sephia hanyut ke dasar lautan asmara.

Khairil bukan lelaki biasa. Ia bercerai dengan istrinya setelah putra mereka meninggal karena dibom oleh musuh Khairil ketika sedang bertugas sebagai agen rahasia. Ia memiliki kedudukan penting di kenegaraan. Ditugaskan untuk menggali informasi dan membajak data para penjahat, aksi mematai, menjalankan operasi khusus demi kepentingan bangsanya. Berhasil menggagalkan plot yang tak terhitung jumlahnya. Karena tugas yang diemban berisiko mengancam nyawa Khairil serta keluarganya.

Salah satu korbannya putra sulung Khairil yang berusia lima tahun tewas, saat menumpangi mobil Khairil bersama sopir pribadinya. Sejak kematian anaknya, Khairil membalas dendam dengan menghabisi musuhnya. Dia mengundurkan diri dari pekerjaan. Memulai hidup normal. Selama lima tahun hidup sendiri, hingga dipertemukan dengan Sephia yang bersembunyi di rumahnya.

Sephia jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, cinta mereka terhalang restu dari sang ayah juga Umay Lesmana, calon suaminya selalu berusaha mengganggu hubungan Sephia dan Khairil. Cinta mereka pun harus melewati masa yang sangat menyakitkan. Sephia harus menerima kenyataan bahwa ayahnya adalah pelaku pengeboman yang merenggut nyawa putra Khairil.

Akankah cinta mereka bersatu? Apakah Khairil akan membalas dendam kepada ayah Sephia? Ataukah Khairil memaafkan sang pembunuh?

chap-preview
Free preview
MENENTANG RENCANA PERJODOHAN
"Selamat pagi, Pak! Audisi pencarian model, ada di lantai berapa, ya?" tanyaku pada sekuriti gedung. "Lantai tujuh, Mbak. Belok kiri ke ruangan dua," sahut Pak Satpam memberitahu. "Terima kasih, Pak." Aku memasuki lift, menekan tombol nomor sesuai yang diberitahu satpam. Ketika sampai, banyak peserta sudah mengantre. Aku menghampiri seorang staff perempuan di depan. Ini harapan satu-satunya agar bisa membantu ekonomi keluarga. Sejak perusahaan Papa bangkrut, keuangan keluarga kami morat-marit. Aku lulusan akuntansi di salah satu perguruan tinggi, sudah banyak kantor yang kudatangi untuk melamar pekerjaan, namun satu pun tak ada panggilan. Hingga aku memutuskan untuk mengikuti audisi pencarian model pada agency ini. "Permisi, Mbak. Saya mau mendaftar audisi pencarian model cover Majalah Pesona." "Oh, silakan, Mbak isi biodata di atas formulir ini. Nanti kalau sudah, tunggu di sana. Kami akan memanggil satu-satu nama peserta," balasnya seraya menunjuk pada bangku di depan ruangan. Selesai mengisi formulir, aku mengantre bersama para peserta yang lain. Di ruangan itu, banyak gadis muda dan cantik berpakaian seksi sedang menunggu. Karena terburu-buru, aku hanya mengenakan t-shirt berwarna merah, jaket, dipadu celana jeans. Bahkan, tanpa sempat berdandan. Entah, aku tak merasa yakin bisa terpilih sebagai model. Aku harus siap kecewa, seandainya usahaku ditolak. "Kamu ikut audisi pencarian model cover majalah ini?" tanya wanita berambut panjang di bangku sebelah. Aku membalasnya dengan anggukan. "Nggak usah berkhayal bisa menang, ya. Terpilih pun, rasanya aku nggak yakin, deh," komentar wanita itu bernada meremehkan.   "Dia cuma pakai busana yang tak layak ikut audisi pencarian model. Penampilan biasa saja. Muka pucat, tanpa makeup." Gadis di sebelahnya ikut mengomentari. Aku menghela napas pelan. Sambil menunggu panggilan, aku bergegas sebentar menuju toilet. Beruntung, di dalam saku jaket terdapat sehelai scarf yang biasa kugunakan untuk mengikat rambut. Aku mengubah penampilan, melepas celana jeans, dan menggantinya dengan kaus menjadi gaun. Menurunkan bagian kerah hingga di atas d**a. Memperlihatkan bahu serta leher jenjangku. Mengikat kaus bagian lengan ke belakang punggung. Lalu, mengambil sabuk dari celana dan mengikat pinggang. Tak lupa, memasang scarf di leher untuk mempercantik penampilan. Aku harus percaya diri. Bermodal hanya makeup seadanya dengan menggunakan lipstik yang terselip di tas kecil. Memoles bibir dan pipi juga sedikit polesan pada bagian kelopak mata, menambahkan fondation bedak. Melepas ikatan rambut dan membiarkannya tergerai. Mematut sesaat, lalu keluar dari toilet. Seketika, gadis-gadis yang tadinya merendahkan berbalik takjub dan terkejut melihat penampilanku. "Sephia Alexandra!" Namaku dipanggil. Tampak seorang fotografer sedang menunggu, ditemani para staff dan kru. Sedikit gugup, aku dipersilakan untuk memulai pemotretan. Sang fotografer terlihat antusias. Setelah mengambil beberapa fose, dia tersenyum puas dan berseru. "Ok, cukup. Aku sudah menemukan calon model cover untuk majalah kita. Namamu Sephia? Selamat, Anda terpilih sebagai model cover majalah di agency kami," sambutnya semringah. "Benarkah? Apa Anda sudah yakin?" Aku ternganga setengah tak percaya. Staff perempuan mendekat, memeluk, dan mengucapkan selamat kepadaku. "Sephia, ayo ikut saya. Anda harus menandatangani surat kontrak kerjasama dengan agency kami." Perempuan muda itu mengajakku ke ruangan atasannya. Setelah aku menandatangani surat perjanjian kontrak kerja di agency tersebut, aku langsung pulang dan ingin segera mengabarkan berita gembira ini kepada Mama, Papa, dan adikku. *** "Sya, percaya tidak? Aku diterima jadi model cover majalah. Bahkan, aku sudah tanda tangan!" seruku memberitahu berita sukacita pada sahabat terdekat. "Benarkah? Selamat, ya, Sayang! Kamu memang berbakat." Terdengar suara Tasya tertawa riang melalui telepon. Aku yang sedang dalam perjalanan pulang dengan diantar taksi, berceloteh ria dengan sahabatku-Tasya. Cukup lama kami berbincang di telepon, sampai tiba di depan rumah. Kulihat mobil Umay sudah terparkir di halaman depan. Aku benar-benar muak dengan pria itu. Untuk apalagi dia datang ke rumahku? Sungguh menyebalkan! Aku masuk ke dalam, tanpa mengucap salam. Saking muak langsung bergegas naik tangga dan menghindari bertatap muka denganya. "Sephia!" seru Mama memanggilku. "Aku capek, Ma. Mau istirahat." Dari atas aku berteriak memberi isyarat. "Sephia, Tuan Umay datang ke sini untuk menemui kamu, Nak. Ayo turun sebentar saja, sekadar basa-basi," bujuk Mama memintaku menemui tamu. "Ma, sudah kubilang. Aku tidak mau bertemu pria itu. Mau apalagi dia datang ke sini? Menjijikkan!" gerutuku. "Sephia ... jangan begitu, Sayang. Tak sopan melayani tamu seperti itu." "Terserah, Mama ... pokoknya aku tidak mau menemui dia!" tegasku tak peduli. Mama pun mengalah. Lalu, turun menemui Papa dan Umay di ruang tamu. "Bagaimana, Sephia, Ma?" tanya Papa menyelidik. "Ah, Sephia bilang, dia letih, Pa ... Tuan Umay, mohon maaf atas sikap Sephia. Tolong jangan diambil hati. Dia hanya sedang lelah," ucap Mama berbasa-basi. "Oh, tak masalah, Tante. Aku mengerti. Kalau begitu aku permisi, ya. Masih ada urusan pekerjaan," pamitnya.  Akhirnya, aku lega. Akan tetapi, hanya sesaat. Sebentar kemudian, suara langkah kaki tergesa-gesa menuju tangga. Bersahutan dengan suara Papa dan Mama sedang berseteru. "Ini semua salahmu, Heni. Kamu selalu memanjakan anak-anak. Lihat Dilan! Anak itu, sangat berani menjadi p**************a. Dan, Sephia ... dia sungguh keras kepala." Suara tinggi Papa membentak Mama. "Pa, sabarlah. Nanti penyakitmu kambuh lagi. Tenangkan pikiranmu!" sela Mama mengingatkan. "Kamu suruh aku tenang. Bagaimana mungkin? Utang kita sudah menumpuk, bagaimana kita membayarnya? Tidak ada pilihan lain, Sephia harus menikah dengan Umay!" bentak Papa bersikeras. "Sephia, buka pintunya!" teriak Papa. "Pa, berapa kali aku bilang. Aku tidak mau menikah dengannya. Aku tidak mencintai Umay, Pa!" ujarku. "Sephia, dengarkan, Papa! Umay pria yang baik. Dia mau membantu kita. Semua utang kita akan lunas, jika kamu menikahinya," jelas Papa membuatku semakin muak. "Pa, aku bukan barang yang bisa ditukarkan untuk melunasi utang," tolakku tak setuju. "Lalu, bagaimana harus membayar semua utang kita pada Umay?" "Aku akan bekerja, Pa. Mulai bulan depan, aku akan mencicil semua utang kita." "Kamu mau kerja di mana, Sephia?" tanya Mama menimpali. "Ma, aku diterima jadi model cover majalah. Mama tak perlu khawatir, aku sudah menandatangani kontrak perjanjian kerja di agency itu." "Apa kamu bilang? Papa tidak setuju kamu kerja jadi model murahan, Sephia." "Pa, aku sudah berusaha membantu meringankan beban keluarga kita. Jangan meremehkan. Dengan uang hasil jerih payahku, aku yakin bisa melunasi semua utang kita." "Tapi, bukan bekerja sebagai model, Sephia. Itu tak berguna!" kecam Papa sengit. "Lalu, apa gunanya Papa selama ini? Hanya mengaturku, marah-marah, dan membentak Mama!" debatku tak kalah sengit. Plakk! Tamparan keras membekas di pipi hingga wajahku merah seketika. "Masuk kamar kamu. Dasar anak tak tahu diri. Sudah berani melawan orang tua!" Titah Papa sambil menyeretku masuk ke kamar. "Pa. Lepaskan aku!" Aku mencoba berontak, tetapi sia-sia. Justru Papa semakin kalap dan mengunci kamarku dari luar. "Pa, apa yang kamu lakukan? Jangan terlalu kasar pada Sephia," bujuk Mama. "Jangan biarkan dia melakukan tindakan sesuka hati. Aku kepala rumah di sini. Anak itu, harus diberi pelajaran bagaimana menghormati orang tua!" perintah Papa bernada ancaman. "Tapi, Pa, justru sikapmu membuat Sephia semakin tertekan," ujar Mama cemas. "Aku tidak peduli. Jangan kasih dia makan, Heni. Biarkan dia kelaparan!" "Pa ... kenapa Papa tega mengurungku? Papa jahat." Aku berteriak dari dalam kamar. Pupus sudah harapan, impian, dan kebahagkebahagiaan. Kenapa hidupku seperti ini? Aku benci Papa. Dia egois, tak pernah peduli. Hatiku hancur berkeping, bagaimana membayangkan saat bersanding dengan pria yang tidak aku cinta? Jangankan rasa cinta, suka sedikit pun tidak. Oh, Tuhan! Bagaimana caranya agar bisa menghentikan semua ini. Beri aku petunjuk .... Ataukah aku harus kabur dari rumah ini? Kabur. Ya, aku harus segera kabur. Aku tak peduli. Papa sudah sangat keterlaluan. Aku ingin membantu mengatasi beban keluarga dan kesempatan ini tak boleh terlewatkan. Aku mulai memikirkan ide dan mengatur rencana. Tak butuh lama, aku punya ide. Aku mendapat petunjuk yaitu menggunakan kain panjang untuk kabur, mengikatnya helai demi helai. Lalu, kulempar ke bawah melalui jendela kamar. Pelan-pelan, menuruni tali kain hingga berhasil kabur. Di perjalanan, aku kebingungan. Harus pergi ke mana? Tasya. Ah, ya, dia tinggal sendiri di rumah kontrakannya. Malam ini juga aku harus ke sana. Dia tak akan keberatan. Taksi melintas, aku melambaikan tangan, lalu, menaiki kendaraan tersebut langsung menuju tempat tujuan. Bersambung

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

THE DISTANCE ( Indonesia )

read
580.1K
bc

A Million Pieces || Indonesia

read
82.3K
bc

Love Me or Not | INDONESIA

read
535.5K
bc

YUNA

read
3.0M
bc

Dosen Killer itu Suamiku

read
312.1K
bc

The Ensnared by Love

read
104.0K
bc

Nafsu Sang CEO [BAHASA INDONESIA/ON GOING]

read
885.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook