Episode 1

4730 Words
Jasmine menikah dengan seorang pilot di salah satu maskapai penerbangan bernama Sean. Sean merupakan teman masa kecilnya dan merupakan cinta pertama Jasmine. Jasmine tidak menyangka kalau Sean mengajaknya menikah. Mereka bahkan hanya berpacaran selama 2 bulan saja. Di awal pernikahan,semuanya berjalan dengan baik. Walau Sean sering meninggalkan Jasmine seorang diri karena pekerjaannya yang seorang Pilot. Jasmine juga bekerja di perusahaan Ibunya sebagai CEO. Mereka berdua sibuk dengan pekerjaan masing-masing walau perhatian Sean tak pernah berubah. Tak terasa usia pernikahan mereka sudah memasuki usia 10 bulan. Dan dua bulan lagi saat malam natal, pernikahan mereka genap 1 tahun. Sayangnya Sean di tugaskan ke Brazil selama 2 bulan . Jasmine sebenarnya tidak ikhlas di tinggalkan selama itu oleh Sean. Tetapi ia tak bisa berbuat apapun karena itu merupakan pekerjaan Sean. Akhirnya Sean pergimeninggalkan Jasmine dan mereka berjanji akan bertemu saat malam natal untuk merayakan anniversary mereka. Saat Sean di Brazil, ia menolong seorang wanita yang hampir di perkosa oleh banyak laki-laki yang di ketahui sebagai preman. Sean hanya berniat membantu saat itu saja. Tetapi wanita itu malah terus membuntuti Sean kembali ke hotel dengan memelas dan meminta Sean untuk menolongnya. Wanita itu berkata kalau ia di siksa dan terus dikejar oleh anak buah bos geng di daerah sini. Ayah tirinya menjual dirinya ke bos gangster untuk melunasi hutangnya. Wanita itu harus melayani banyak pria yang mau membayarnya. Karena tidak mau, dia kabur dari sana dan dikejar para anak buahnya. Ia meminta tolong pada Sean untuk membawanya pergi. Ia bersedia menjadi Art dan bekerja untuk Sean. Yang jelas ia tidak ingin di tangkap lagi oleh mereka. Sean tidak bisa membawanya,ia pun hanyamemberi uang dan meminta wanita itu pergi meninggalkan kota ini. Sean pun kembali ke hotelnya dan melakukan aktivitasnya seperti biasa dan wanita itu masih tetap berdiam di depan hotel. 3 hari berlalu, bahkan Sean sempat melakukan penerbangan selama dua hari dan ternyata wanita itu masih ada di tempatnya menunggu Sean sejak awal. Ia memohon belaskasihan dari Sean. Sampai akhirmya para anak buah gangster itu menemukannya dan menyeretnya untuk masuk ke dalam mobil. Kali ini wanita itu tak berontak. Ia tampak pasrah di seret dua orang pria menuju sebuah mobil terlihat tak bertenaga. Hanya tatapan memelasnya yang ia tunjukkan pada Sean. Wanita itu pun di bawa pergi dengan mobil. Sean ingin mengabaikannya, tetapi tatapan memelas wanita itu terus mengusik hati nurani Sean. Akhirnya Sean menyusul mobil itu dengan menggunakan motor salah satu security hotel. Sean berhasil menyusul mereka. Dengan kemampuan bertarungnya ia berhasil melumpuhkan lima orang yang ada di dalam mobil itu. Kemudian Sean membawa wanita itu pergi. Saat sampai di hotel, wanita itu jatuh pingsan dan Sean segera membawanya ke rumah sakit. Dokter bilang wanita itu dehidrasi dan kelaparan. Sean sadar kalau selama 3 hari, wanita itu tidak beranjak dari tempatnya untuk menunggu Sean. Setelah keluar dari rumah sakit. Sean membawa pergi wanita itu dan pindah hotel. Ia menjadikan wanita itu asistennya untuk sementara waktu. Akhirnya pekerjaan Sean selesai dan ia kembali pulang untuk memenuhi janjinya pada Jasmine istrinya. Perayaan anniversary mereka bersitegang karena Jasmine sempat kesal melihat Sean membawa pulang seorang wanita. Jasmine sempat salah paham pada Sean dan mereka sempat berdebat. Sean berusaha menjelaskan dan akhirnya Jasmine menerima penjelasan Sean. wanita yang benama Mia itu di beri sebuah apartement dan sebuah pekerjaan di perusahaan Mine. Jasmine tidak ingin Mia terus mendekati Sean. Hari demi hari berlalu dan Mia mulai merasa kesal karena sulit bertemu Sean. Diam-diam Mia menyimpan perasaan pada Sean dan ia menginginkan Sean. Beberapa kali Mia menjebak Mine dan memfitnah Mine pada Sean kalau Mine memiliki pria lain. Sering terjadi kesalahanpahaman di antara Mine dan Sean. Akhir-akhir ini Jasmine dan Sean menjadi sering cekcok dan berdebat. Saling mencurigai satu sama lain. Mereka merasa tak ada kebahagiaan lagi. Mine mencurigai hubungan Sean dan Mia. Dan Sean merasa Mine membohonginya dan menyembunyikan sesuatu darinya. *** Jasmine baru saja pulang ke rumahnya dengan wajah lelah karena bekerja seharian ini. Ia berjalan menuju pantry dan menuangkan air ke dalam gelas. Kemudian ia meneguknya hingga tandas. “Kamu sudah pulang?” seruan itu membuat Jasmine kaget hingga ia terbatuk-batuk. “Ya, aku pulang sore tadi. Kau terlihat lelah,” seru pria yang berdiri tak jauh dari Jasmine dengan memakai pakaian santai rumahan. Pria itu adalah Sean Fernando Gultom yang merupakan suami dari Jasmine Elmeyra Wiratama. “Ya, pekerjaanku di kantor cukup banyak,” jawab Jasmine. “Sudah makan?” “Belum. Kamu sudah makan? Aku akan memasakkan sesuatu untukmu.” “Kau terlihat sangat lelah. Sebaiknya kita pesan makanan saja,” seru Sean. “Baiklah, aku akan memesannya.” Jasmine memesan makanan untuk makan malam mereka. Jasmine pun berlalu pergi menuju kamarnya meninggalkan Sean seorang diri. --- Jasmine keluar kamarnya dan menghampiri Sean yang sedang menata makanan di atas minibar. “Sudah datang,” seru Jasmine yang terlihat lebih segar. “Ya. Ayo duduklah,” seru Sean yang kini sudah duduk di kursi. Jasmine mengikuti Sean dan mengambil duduk di hadapan Sean. Mereka makan dengan tenang. “Besok aku ada penerbangan lagi. Mungkin sekarang akan cukup lama. Aku sementara akan di Brazil,” seru Sean menghentikan suapan Jasmine. “Lagi?” “Ya. Maaf yah, aku jarang bersamamu,” seru Sean dengan wajah penuh penyesalan. Sean adalah seorang pilot di salah satu maskapai penerbangan internasional. Jadwalnya begitu padat dan dia sering pergi dan dinas di luar Negri untuk beberapa saat. Bahkan sempat tidak pulang dalam satu bulan lamanya. “Kali ini berapa lama?” tanya Jasmine. “Mungkin 2 bulan,” seru Sean. “2 bulan? Apa itu tidak terlalu lama?” tanya Jasmine. “Mau bagaimana lagi,” seru Sean. Jasmine hanya bisa menghela nafasnya. Mau bagaimana lagi. Jasmine dan Sean sudah menikah selama 10 bulan, dan mereka kenal dari sejak kecil. Sean dan Jasmine teman sejak kecil, mereka besar bersama dan saling menyukai saat dewasa hingga akhirnya memutuskan untuk menikah satu sama lain. Tetapi entah kenapa kehidupan rumah tangga mereka tak seindah yang di bayangkan. Sean selalu pergi meninggalkannya dan bahkan jarang sekali ada di rumah. Jasmine saat ini bekerja sebagai Direktur utama di perusahaan milik Ibunya, Catherine. “Tidak masalah, bukan?” seru Sean memegang tangan istrinya. “Mau bagaimana lagi. Aku hanya bisa menunggumu,” seru Jasmine. “Kapan kita akan memiliki keturunan kalau seperti ini.” “Sabar sebentar lagi yah. Aku pasti akan di tempatkan di sini untuk seterusnya. Hanya saja untuk beberapa tahun pertama harus mau di tempatkan di beberapa tempat yang jauh.” “Baiklah. Jangan lupa selalu menghubungiku,” seru Jasmine. “Pasti.” “Aku tidak bisa mengantarmu karena ada meeting besok pagi,” seru Jasmine. “Tidak masalah. Malam ini kita habiskan waktu bersama,” seru Sean membuat Jasmine tersenyum. --- Jasmine merebahkan kepalanya di d**a bidang Sean. Keduanya tanpa busana dan baru saja menyelesaikan aktivitas malam mereka meluapkan rasa rindu mereka berdua. “Setelah aku kembali nanti, mau kah kita pergi berlibur ke Villa,” seru Sean. “Aku akan mengosongkan jadwalku saat itu. Aku rindu saat-saat kita berlibur ke sana. Menunggangi kuda bersama, berenang, memancing dan memetic buah-buahan di ladang,” kekeh Jasmine menengadahkan kepalanya menatap wajah tampan suaminya. “Ya, kita akan lakukan itu semua seraya merayakan anniversary pernikahan kita yang pertama,” seru Sean tersenyum menawan. Jasmine menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. Sean menarik Jasmine untuk semakin mendekatinya dan mencium bibir Jasmine dengan lembut. Ia berguling dan menindih tubuh Jasmine. “Siap untuk ronde selanjutnya?” goda Sean membuat Jasmine terkekeh. “Ck, kau selalu penuh semangat,” kekeh Jasmine. “Itu karena kau yang membuatku selalu b*******h,” seru Sean dan melanjutkan aktivitasnya. “Aku akan sangat merindukanmu.” “Aku juga. Aku akan menunggumu,” seru Jasmine. *** Jasmine baru saja keluar dari ruang meetingnya. Ia berjalan menuju ruangannya dengan mengeluarkan handphone nya. Sean Aku berangkat sekarang. Kamu jaga dirimu baik-baik jangan sampai telat makan dan istirahat. Jangan terlalu lelah bekerja. Jasmine tersenyum membaca pesan dari suaminya. Sean memang suami yang penuh perhatian dan kehangatan. “Apa jadwalku selanjutnya?” tanya Jasmine saat menduduki kursi kebesarannya. Seorang wanita berdiri di hadapannya yang terhalang oleh meja. “Tidak ada jadwal sampai nanti pukul 13.30. Anda harus datang ke tempat proyek.” “Baiklah. Nanti kita pergi dari jam 11 saja, sekalian makan siang di luar,” seru Jasmine. “Baik.” *** Jasmine baru saja sampai di mansionnya. Ia menatap seluruh ruangan di mansion itu yang terlihat sepi dan hampa. Ia sudah sering di tinggalkan seorang diri oleh Sean. Tetapi hari ini ia merasa begitu sesak dan kesepian. Sean memang begitu sibuk, tetapi dia adalah pria yang lembut, hangat, penuh perhatian. Kehadiran Sean selalu membuat Jasmine terhibur dan selalu merasa damai kala di dekatnya. Sean sangat mengenal Jasmine dan dia selalu tau apa yang di butuhkan oleh Jasmine. Jasmine berjalan menuju pantry dan mendekati pintu kulkas. Ada beberapa post it menempel di sana. Ia mengambil salah satunya. Jangan terlalu banyak minum minuman beralkohol. Jangan makan makanan instan. Tetap jaga pola makan dan istirahat yang cukup. Jangan terlalu memaksakan diri dalam bekerja. Aku sudah berbelanja dan mengisi penuh kulkas supaya kamu bisa memasaknya dengan mudah. “Pria ini,” gumam Jasmine tersenyum. Jasmine membuka pintu kulkas dan benar saja sudah penuh makanan di sana. Bahkan botol bir telah berganti dengan s**u dan jus buah. “Astaga, dia benar-benar,” keluh Jasmine. Tetapi ada satu botol bir di sana yang di simpan oleh Sean. Jasmine mengambil botol itu dan membawanya ke minibar dengan membawa gelas yang sudah diisi es batu. Jasmine menuangkan bir ke dalam gelas itu dan menyesapnya perlahan seraya duduk di kursi. “Ah, apa aku akan mampu bertahan terus berada jauh darimu seperti ini,” keluh Jasmine kembali menyesap minumannya. *** Di sisi lain Sean baru saja akan melakukan penerbangan. Ia tengah briping dengan co pilot dan beberapa rekan kerjanya yang lain, yang akan melakukan penerbangan bersama. Setelahnya mereka bersiap-siap dan menaiki pesawat. Malam sudah semakin gelap dan larut. Sean sudah duduk di tempatnya dan memakai earphone. Ia berkomunikasi dengan seseorang melalui earphone nya dan memulai penerbangan. Sean terbang semakin tinggi dan semakin jauh dari Jasmine. Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi saat pasangan saling berjauhan. *** NOVEL "LOVELY CEO" Seri Brotherhood - 1 BAB 1 Keysa NAMAKUKeysa Adeeva Myesha. Usiaku saat ini adalah 22 tahun. Aku baru saja lulus kuliah tahun kemarin di bidang study Management Bisnis. Aku anak satu-satunya dari Bapak Mahesya seorang pengusaha di bidang Produksi Makanan. Saat ini aku tengah bersiap-siap karena hari ini ada interview disebuah perusahaan besar dalambidang property yang cukup terkenal di Indonesia. Banyak sekali cabangnya di setiap kota di Indonesia dan aku sangat berharap sekali bisa diterima diperusahaan tersebut. Meskipun aku juga anak dari seorang pengusaha cukup terkenal di Indonesia tetapi aku tidak mau bergantung pada Papa terus. Aku ingin berusaha mandiri. "Baiklah sepertinya aku sudah cantik." Setelah memoles make up natural dan lipstik warna bibir. Aku segera menyambar tasku yang ada di atas meja dan bergegas keluar kamar. Saat aku sampai di ruang makan, ternyata sudah ada Papa dan Sanas, dia adalah sahabat terbaikku. Sahabat satu-satunya yang aku miliki. Dia seorang anak yatim piatu. Saat dia duduk di kelas 1 SMA, orangtuanya meninggal karena kecelakaan beruntun ditol Cipularang. Aku meminta Papa untuk mengajaknya tinggal bersama, sekalian untuk menemaniku juga dirumah dan akhirnya Papa setuju dan mengijinkan Sanas tinggal disini. Kami sekolah dan kuliah bersama. Sampai saat lulus, dia memutuskan bekerja di kantor Papa sebagai salah satu staf di divisi keuangan yang dimana managernya adalah tunanganku sendiri, Reno. "Pagi Pa, pagi Nas." Aku langsung mencium pipi Papa dan duduk disamping Sanas. Tetapi saat ini, Sanas sudah tak tinggal bersama kami, karena dia ingin menempati rumah mendiang orangtuanya. "Pagi sayang," sahut Papa sambil menyesap kopinya."Kamu yakin akan melamar pekerjaan disana?" Oke, ini sudah ke 10 kalinya Papa menanyakan hal itu kepadaku. Papa terlalu mengkhawatirkanku dan selalu saja meremehkanku. Padahal aku ingin berusaha mandiri dan mencapai kesuksesanku sendiri tanpa bantuan Papa. "Ya Papa," jawabku sambil mencomot roti yang sudah tersedia dihadapanku. "Aku akan menemaninya Om, aku sudah meminta ijin tadi sama pa Reno," sahut Sanas ikut menimpali. "Sebenarnya Papa ingin kamu bekerja dikantor Papa saja, jadi nanti kamu bisa bantu Reno mengurusi perusahaan kita," sahut Papa menatapku sendu, ya memang ini yang selalu Papa katakan padaku. "Aduh Papa, aku kan sudah bilang ke Papa. Aku ingin belajar mandiri, aku ingin berusaha mencapai semuanya tanpa bantuan Papa. Biarkan aku terjun langsung dalam dunia luar, aku mohon mengertilah." Aku berusaha membuat Papa mengerti. "Baiklah Papa mengerti." Papa terlihat menghela nafasnya mungkin sudah tau tabiatku yang keras kepala. Syukurlah,,, "Astaga sudah jam 7, ayo Sanas kita akan terlambat! Gue diinterview jam 8!" Aku sungguh merasa darahku surut seketika saat melihat jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tanganku. Apalagi kantor yang aku tuju kali ini lumayan jauh dari rumah. "Ayo Key." Sanaspun menyudahi sarapannya dan mengikutiku berpamitan pada Papa. Kami langsung menaiki mobil Audy yang terparkir di depan rumah. Aku memang selalu di antar sopir pribadi kemanapun karena Papa sangat khawatir kalau aku menyetir sendiri. Ya begitulah Papa, dia masih menganggapku putri kecilnya. ♥ Saat hampir sampai, mobil tiba-tiba berhenti dan terlihat macet cukup panjang di depan sana. Dan waktu sudah menunjukkan pukul 7.45. "Aduh Pak, gak ada jalan lain lagi? Aku sudah terlambat!" ucapku ke pak Hadi, sopir pribadi yang selalu setia mengantarku kemanapun. Aku terus melihat jam tangan yang bertengker di tanganku dengan kegelisahan yang tak menentu tentunya. "Saya gak tau Non, sepertinya ada kecelakaan didepan," ucap pak Hadi membuatku mendesah lesu. "Gimana ini, Nas?" "Masih jauh gak kantornya Key?" tanya Sanas yang ikut merasa cemas. Dia memang selalu begitu, dia seakan latah, apa yang aku rasakan mampu dia rasakan. Tetapi aku senang, karena sahabatku ini sungguh sehati denganku. "300 meteran lagi kayaknya." Akumencoba memperkirakanjarak dari tempat kami berada. "Baiklah kita jalan kaki saja," sahut Sanas tiba-tiba. "Tapi kan lumayan jauh, Nas!" "Ya tidak apa-apa. Lagipulaini macet gak tau bakalan sampe kapan Key," jelas Sanas dan aku terdiam sebentar memikirkan ide Sanas. "Baiklah ayo." Kami berjalan bersama menyusuri jalanan, tetapi baru beberapa langkah, seketika hujan turun dengan derasnya. Karena memang sejak tadi cuaca sangat mendung.Sanas menarikku untuk berlari karena hujan sangat deras sekali. "Aaaarrghhh !!!" Sial!!! sebuah sepeda motor melintas dan melewati kubangan air, membuat air itu mengotori pakaianku. Ah sungguh hari yang sangat sial. "Sialan!!!" "Sudah, jangan di pikirkan. Ayo," Sanas kembali menarikku dan kami sama-sama berlari menuju kantor dengan menembus hujan.Dan akhirnya kami sampai juga di perusahaan Blandino group company. Kantornya sangat besar dan mewah sekali, lebih tinggi dari kantor Papa. "Cepat masuk Key," ucap Sanas menyadarkanku dari kekagumanku pada gedung pencakar langit ini, sampai aku hampir lupa keberadaan Sanas disampingku.Aku sedikit merapihkan pakaianku yang basah dan kotor. Tiba-tiba saja Sanas duduk rengkuh di hadapanku dan membersihkan sepatuku di depan semua orang. "Sanas!" aku memintanya untuk berdiri. "Diamlah," ucap Sanas menepis tanganku dan masih sibuk membersihkan sepatuku yang kotor dengan tissue. "Sudah selesai." Sanas kini kembali berdiri dan merapihkan rambutku yang lepek dan basah. "Sekarang masuklah, loe sudah terlambat." "Loe gimana? Loe pasti kedinginan." Aku khawatir melihatnya yang sudah menggigil. Pasti kedinginan karena pakaiannya juga sangat basah. "Gue tidak apa-apa, gue akan nunggu pak Hadi dicafe sana sambil memesan kopi hangat. Cepet loe masuk, sudah jam 8 lewat," ucapnya. "Baiklah, gue masuk dulu yah." Aku mencium pipinya dan bergegas berlari menyusuri lobby kantor. Aku bertanya pada seorang resepsionist yang terlihat sangat menor dan seksi.Jutek sekali dia. Setelah aku mendapatkan informasinya, aku kembali berlari menuju lift. Dan apa ini ruangan Ceonya di lantai no 30, astaga aku semakin telat saja. Kantor kok tinggi sekali, sudah menyaingi gunung Everest. Ting Akhirnya sampai juga, aku kembali berlari dan menemukan sebuah pintu besar berwarna coklat kayu. Tidak ada sekretaris di sana, apa mungkin acara interview nya telah selesai? tetapi aku coba masuk dulu ke dalam ruangan itu. Sedikit mengatur nafasku dan merapihkan penampilanku yang masih terlihat kacau dan basah. Merasa lebih baik, akupun segera mengetuk pintu ruangan itu. Setelah ada jawaban dari dalam, aku masuk dan melihat seseorang yang sedang duduk dikursi kebesarannya dan fokus dengan laptopnya. Dia sangat tampan, melebihi aktor-aktor di Indonesia, matanya yang setajam elang, hidungnya yang mancung dan bibirnya... Bibirnya sangat seksi dan berwarna merah sepertinya dia bukan perokok. "Ekhem!" Sebuah deheman membuatku tersadar dari khayalan bodohku yang ketahuan tengah mengaguminya. Inget Key, kamu sudah punya tunangan, inget Reno. "Apa kamu hanya akan berdiri disana seperti satpam?" ucapnya terdengar begitu datar dan dingin, dia menatapku dengan sangat tajam seperti hendak menerkamku saja. Aku berusaha menormalkan kembali ekspresi bodohku yang terlihat tengah mengaguminya.Aku segera berjalan mendekati mejanya tanpa duduk karena belum disuruh. "Siapa nama kamu?" tanyanya tetap datar dan dingin. "Saya... Nama saya Keysa Adeeva Myesha." Dia menatapku dari atas hingga bawah dengan mata elangnya yang tajam, dan entah kenapa aku merasa di telanjangi oleh tatapannya itu.Oh God,,, "Apa seperti ini penampilan seseorang yang akan menjalankan interview?" ucapnya menyindirku dengan sarkasis. Ya, aku sadar karena memang penampilanku saat ini sungguh jauh dari kata rapi. Rambut yang sedikit lepek karena kehujanan, baju yang basah, rok dan kakiku terlihat kotor karena cipratan air tadi. Aku menundukkan kepala karena sangat malu. "Maafkan saya Pak, saya tadi menerobos hujan dan terkena cipratan genangan air," ucapku dengan sangat jujur tanpa ada yang disembunyikan. "Duduklah," perintahnya mulai lembut tidak sedingin tadi. Akhirnya aku bisa duduk juga, kakiku sudah pegal dan sedikit sakit karena lecet sehabis berlari menerobos hujan. "Aku sudah baca CV kamu, sebelumnya kamu pernah berkerja dimana?" tanyanya tanpa melirik ke arahku dan fokus pada berkas di depannya. "Saya belum pernah bekerja, tahun lalu saya lulus kuliah dan membantu usaha Papa saya. Tetapi saya akan bekerja sebaik mungkin Pak, saya janji tidak akan mengecewakan Bapak.” "Cih, percaya diri sekali.Apa jaminannya kalau kamu bisa bekerja dengan baik? Pengalaman bekerja saja belum ada," ucapnya datar sekali dan sangat menyebalkan. Sayang sekali wajah tampannya kalau mulutnya kurang bumbu. Bagaikan Steak tanpa saus barbeque, "Setelah saya melihat semua laporan hasil beberapa testmu sebelumnya, aku memutuskan menerimamu untuk bekerja di sini dan besok kamu sudah mulai bekerja menjadi sekretarisku," ucapnya masih sangat datar dan kembali fokus pada dokumen-dokumen dihadapannya dan aku hanya bisa melongo mencerna apa yang barusan dia katakan. "A...apa benar saya diterima bekerja di sini?" aku berusaha meyakinkan diriku sendiri, dan meyakinkan kalau pendengaranku masih baik-baik saja. "Ya," "Terima kasih banyak, terima kasih banyak,Pak." Aku langsung beranjak dari dudukku dan menyodorkan tanganku padanya, aku sungguh sangat bahagia. Prank Aku terpekik kaget saat tidak sengaja menyenggol gelas minum yang ada di sana hingga jatuh dan pecah ke lantai. Dia terlihat memelototiku membuatku semakin takut dan grogi. Ah sial, kenapa aku sangat ceroboh."Maaf,, maafkan sayaPak. Saya akan menbersihkannya," aku bergegas membersihkan pecahan kaca itu, tetapi... Brak Aku semakin takut. Karena tak sengaja menyenggol tumpukan berkas hingga jatuh ke lantai dan berserakan di sana. "Ini yang kamu maksud akan bekerja dengan baik, hah??" pekiknya tampak geram dan emosi. Ya Tuhan Keysa, kenapa kamu begitu ceroboh. "Ma-maafkan saya." Tamat sudah riwayatku sekarang, kesempatan yang sudah ada di depan mata akan langsung lenyap begitu saja karena ketololanku. "Dasar ceroboh!" "Sa-saya akan membersihkannya." Aku masih berusaha bertanggung jawab untuk segala yang aku perbuat. "Tidak perlu,, keluarlah. Mataku semakin sakit melihatmu masih berada disini," ucapnya dengan dingin membuatku semakin menunduk. Tamatlah sudah.... "Tunggu apa lagi !!" "Tapi-" Aku menunjuk ke arah pecahan gelas dan kertas yang berserakan di lantai. "Keluarlah, tidak perlu memikirkannya!" ucapnya terlihat jengkel. Akupun berpamitan dan beranjak menuju pintu, tetapi saat baru akan memegang knop pintu, dia kembali berbicara. "Besok jangan sampai terlambat lagi!" “Apa Pak?” Aku langsung berbalik ke arahnya dengan perasaan was was. “Apa kamu tuli?” “Ma-maksud sa-saya.” “Besok hari pertama kamu bekerja, jadi jangan sampai terlambat dan kotor seperti barusan.” “Bapak gak jadi mecat saya?” “Bagaimana bisa saya memecatmu saat kamu belum bekerja!” aku menunduk mendengar nada jengkel darinya. Dengan segera akupun mengangguk dan berpamitan. Saat berhasil keluar dari ruangan itu, aku menarik nafas dan menghembuskannya berkali-kali. Berhadapan dengan dia sungguh harus menyiapkan mental yang kuat. Tetapi di balik semua perasaan gugup itu, aku lega sekaligus senang karena aku berhasil di terima di perusahaan besar ini dan bisa membanggakan diri pada Papa, kalau aku bisa di andalkan Papa. Aku bukan lagi putri kecilnya yang selalu merepotkannya. Aku melanjutkan langkahku dengan perasaan senang. *** BAB 2 Aku berlari memasuki kantor dan menahan lift yang baru saja akan tertutup. Dan aku segera masuk ke dalam lift, tanpa memperdulikan seseorang yang berada dibelakangku. Aku rasa ada seseorang sih di belakangku, tetapi biarkanlah, sekarang yang penting aku harus sampai ke ruanganku dulu sebelum Ceo galak itu sampai dan memarahiku lagi. Sungguh tatapan elangnya mematikanku "Mudah-mudahan Bos yang super dingin itu belum datang," akuterus melihat jam yang bertengker di pergelangan tanganku. Ting Pintu lift terbuka dan aku langsung berlari ke mejanya."Sepertinya dia belum datang, syukurlah." Aku mengusap dadaku dan bernafas lega. "Menunggu seseorang Nona," bisikan seseorang membuatku memekik dan langsung berbalik. Aku pikir setan, ternyata lebih menakutkan dari setan, tetapi setan di hadapanku sangatlah tampan. Kenapa dia menatapku seperti itu? Tatapannya membuat dadaku berdebar-debar dan membuat fokusku hilang.Ya Tuhan jauhkan setan tampan ini dari hadapanku, eh kenapa dia memotong jarak di antara kami? “Ah!” Aku kehilangan keseimbangan tubuhku hingga mebuatku terduduk ke lantai dan pantatku rasanya sakit sekali, karena membentur lantai dingin. Ya Tuhan apa yang dia lakukan sih? Kenapa menakutiku seperti itu. "Kalau sudah merapihkan diri, masuklah ke dalam ruanganku," ucapnya dengan datar dan langsung berjalan masuk ke dalam ruangannya tanpa membantuku untuk berdiri. "Dasar Bos jahat, sudah bikin jantung gue copot dan jatuh!Bukannya bantu untuk berdiri malah nyelonong begitu saja!" aku bergegas berdiri walau pantatku masih terasa ngilu seraya merapihkan pakaianku."Astaga pantatku sakit sekali," Setelah merasa keadaanku lebih baik, aku berjalan menuju pintu kokoh yang berdiri tak jauh dari depanku. Setelah mendengar seruan dari dalam,akubergegas masuk dan duduk di kursi tepat di hadapan Felix. Ya Mr. Felix Ernest Blandino, CEO dari Blandino Company. "Ini." Dia menyodorkan beberapa tumbukan berkas kepadaku. "Pelajari itu, di dalamnya ada beberapa jobdesk kamu dan jadwalku. Kamu pelajari dan aku harap dokumen-dokumen yang belum diselesaikan oleh sekretaris sebelumnya harus sudah selesai nanti sore," ucapnya membuatkumemekik kaget.Yang benar saja... Aku ingin membuka suara, tetapi dia lebih dulu berbicara."Tak ada bantahan" ucapnya dengan tajam. Akhirnya akuhanya mampu menghela nafas pasrah dan hanya mengangguk saja lalu beranjak keluar. ♥ Pekerjaanku masih banyak dan waktu sudah menunjukkan jam pulang. Ini hari pertamaku bekerja, tetapi langsung diberi pekerjaan yang menumpuk seperti ini. Mana tadi belum sempat beli makan lagi, cuma minum kopi saja. Semoga saja asam lambungku tidak naik.Tiba-tiba handphoneku berbunyi dan menampakan wajah Reno dilayarnya. Aku bergegas menekan tombol hijau di layar handphoneku. "Hallo Sayang," "....." "Aku masih banyak pekerjaan, kamu sudah didepan yah" "......" "Sepertinya aku lembur deh, banyak banget kerjaan aku." "........" "Aku juga gak tau, kamu pulang saja duluan yah nanti aku pulang sendiri saja." "......" "Ya Sayang, aku tidak apa-apa... Kamu juga hati-hati yah, love you too." Aku menutup sambungan telpon.Kasian sekali, Reno sudah mau menjemputku,tetapi karena Bos sialan itu aku jadinya harus lembur. Aku sebaiknya kembali mengerjakan pekerjaanku. Sudah pukul 9 tetapi masih belum selesai, aku kelaperan sekarang. Aku merasa tubuhku sudah sangat lelah, dadaku juga terasa sakit dan sesak. Aku menyandarkan kepalaku ke atas meja hingga deheman seseorang membuatku kembali mengangkat kepalaku. "Ck,, Lamban sekali, aku minta sore, tetapi sampe jam segini masih belum selesai juga." ucapnya dengan datar membuatku kesal. "Saya baru pertama bekerja disini Pak, saya belum tau detail pekerjaan saya. Saya harus mempelajarinya dulu dan mulai mengerjakannya sedikit demi sedikit karena takut ada yang salah. Apalagi saya tidak ada yang membimbing." Aku keluarkan semua kekesalanku padanya, seenaknya dia berbicara seperti itu. Di kira aku ini robot keluaran terbaru. "Kenapa tidak bertanya padaku?" Aku melongo dengan ucapannya barusan dan bingung harus menjawab apa. Bibirku kelu mendadak. Kenapa dia selalu berhasil memojokkanku dan membuat posisiku menjadi tak berkutik? "Saya kira, kamu sudah paham makanya tidak bertanya" ucapnya lagi lagi dengan nada sedatar triplek. "Ya saya sudah memahaminya sebagian," ucapku dengan jujur. "Bereskan barang-barangmu!" "Apa?" "Kau tuli? Cepat bereskan barang-barangmu," ucapnya lagi lebih dingin. Apa dia memecatku? Astaga apa dia ingin memecatku sekarang? Kenapa dia menyuruhku membereskan semua barang-barangku? Apa yang harus aku lakukan sekarang. "Yak! jangan berpikir negative, aku tidak akan memecatmu. Cepat bereskan barang-barangmu, apa kau akan menginap di kantor?" ucapnya membuatku mampu menghembuskan nafas lega. "Saya kira,Bapak mau memecat saya." ucapku dengan cengiran khasku.Dia beranjak meninggalkanku begitu saja tanpa menjawab ucapanku. Huh, kebiasaan sekali, dasar Mister Bossy menyebalkan. Aku segera menyambar tasku dan membereskan dokumen yang ada di atas mejaku.Aku segera berlari menyusul bosku yang sudah berada di dalam lift. Hap! Akhirnya aku berhasil masuk ke dalam lift yang hampir tertutup itu, aku berusaha mengatur nafasku yang ngos-ngosan. "Ini bukan lapangan bola, tapi kantor. Berlari dan menerobos lift sungguh tidak sopan. Benar-benar bukan wanita feminim," ucapnya membuatku mendengus, dia berbicara seenak jidatnya saja.Aku hanya menjawabnya dengan memberikan senyuman kecilku saja. Saat keluar dari lift, aku melihat mobil pak Hadi sudah terparkir di depan kantor."Saya duluan yah Pak, selamat malam," aku membungkukan setengah badanku dan langsung berlari menghampiri pak Hadi.Kebiasaanku memang senang sekali berlari, merasa kalau berjalan aku sangat lambat. ♥ BAB 3 SEKARANG ini aku tengah menikmati makan siangku bersama tunanganku disebuah cafe dekat kantor dimana aku bekerja. Aku akan ceritakan dulu sekilas tentang tunanganku ini. Reno adalah anak dari sahabat Papa, Reno bersama keluarganya berasal dari London. Tetapi entah apa yang terjadi, bisnis Papanya Reno gulung tikar dan orangtua Reno meninggal dunia karena serangan jantung dan kecelakaan. Papa memperkerjakan Reno di kantornya, dan dari situlah aku mulai dekat dengan Reno karena bagaimanapun, Reno adalah orang kepercayaan Papa. "Enak makanannya?" tanya Reno yang terlihat memperhatikanku makan. Aku memang suka makan. Malah bias habis sampai 2 porsi,tetapi untungnya badanku tidak pernah gemuk. Mungkin inilah keistimewaan yang harus aku syukuri. "Heem enak banget," aku berusaha menjawab walau terdengar kurang jelas karena masih mengunyah makanan di dalam mulutku. "Makanlah yang banyak," ucapnya padaku. Dia begitu perhatian dan lembut padaku. Senyumannyapun manis sekali, itu yang membuatku sangat menyukainya. Selain itu juga dia selalu memanjakan diriku, seperti halnya Papa dan Sanas yang selalu berpikir kalau aku ini masih kecil dan tak bisa melakukan apapun sendirian. "Akhirnya, kenyang sekali!" aku mengusap perutku. "Bagaimana tempat kerjamu?" tanya nya. Aku memang belum cerita apapun padanya padahal aku sudah bekerja selama satu minggu di perusahaan itu. "Lumayan menyenangkan, aku sudah mulai terbiasa. Oh iya gimana dikantor?" "Syukurlah, di kantor baik-baik saja. Oh iya yang aku dengar katanya atasan kamu masih muda dan belum menikah?" tanyanya dengan tatapan yang penuh selidik. "Ahh itu... Iya dia memang masih muda," malas sekali harus membahas si pria perfectionist itu apalagi dia sangat galak. "Dia tampan?" tanya Reno, ihh Reno apaan coba nanyain dia mulu. Apa reno cemburu yah? "Iya dia tampan tapi sangat menyebalkan dan galak," ucapku terus terang. "Masa sih? Tapi memang dia pria super dingin dan keras kepala dikalangan pengusaha," jelas Reno, dan aku hanya mengangkat kedua bahuku acuh. ♥ Aku kembali ke kantor dan berlari dari pintu lift hingga mejaku yang cukup jauh dari pintu lift. Saat aku sampai, ternyata sudah ada Bos galakku tengah bersandar dimeja dengan tatapan tajamnya.Astaga,, apa aku berbuat salah? Kenapa tatapannya begitu mengintimidasiku? "Darimana saja kamu, sampai telat 30 menit," ucapnya begitu dingin. "Saya tadi lagi istirahat Pak, terus saya berbincang dulu dengan reseptionist soalnya ada yang mau membuat janji dengan anda," ucapku sejujur-jujurnya. "Alasan saja," ucapnya tetap dingin. "Ini Pak, tuh lihat!" Aku memperlihatkan kertas dari receptionist genit itu didepan wajah pak Felix yang terhormat. "Lain kali jangan terlambat lagi. Aku tidak suka dengan karyawan yang tidak disiplin," ucapnya penuh penekanan membuatku bergidik ngeri menatap tatapan elangnya yang tajam. "Selesaikan dokumen ini. Dan siapkan juga untuk bahan meetingku besok." tambahnya seenak jidat dan pergi meninggalkanku. "Huh dasar tukang perintah!" ♥ "Aku pulang!" Aku berteriak tetapi rumah sangat sepi, pada kemana sebenarnya. Papa kemana yah? Apa belum pulang?Masa sih, tidak seperti biasanya. Aku berjalan menuju kamar Papa dan membukanya setelah mengetuknya. "Papa kenapa?" aku sangat khawatir melihat Papa yang sedang terbaring diatas ranjang. Ini masih sore dan Papa tidak seperti biasanya tidur disore hari. "Papa tidak apa-apa Sayang, hanya kelelahan saja nantinya juga sembuh," ucap Papa, aku tau Papa hanya berpura-pura saja untuk menenangkanku, tapi mudah-mudahan Papa memang tidak apa-apa. "Hei Sayang, kenapa melamun?" Papa mencolek hidungku. "Papa benar tidak apa-apa?" tanyaku lagi. "Apa perlu dipanggilkan Dokter?" "Tidak perlu Sayang. Papa tidak apa-apa, Kamu tidak perlu khawatir." Akupun hanya bisa mengangguk pasrah. "Sekarang pergi mandi sana, Papa mau istirahat," ucapnya dan aku pun segera beranjak setelah mencium pipi Papa. ♥
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD