bc

If I Can Have You

book_age4+
557
FOLLOW
2.1K
READ
family
friends to lovers
independent
confident
student
drama
bxg
highschool
friendship
secrets
like
intro-logo
Blurb

ARION, seperti itulah mereka disebut. Geng yang anggotanya terdiri dari violinis, dua gitaris, drummer dan juga pianis. Mereka adalah Melodi, Leron, Rey, Serenata dan Gema. Pesona ARION sudah tersebar seantero Pelita Jaya, SMA yang memang terkenal memiliki murid-murid berbakat. Namun, menjadi siswa dan siswi di Pelita Jaya tak membuat kelimanya memiliki pacar seperti kebanyakan remaja pada umumnya. Untuk itulah mereka membuat sebuah perjanjian konyol, di mana saat promnight di kelas dua belas, masing-masing dari mereka harus membawa pasangannya. Pemenangnya akan mendapat apresiasi khusus dari tiap anggota, dan yang kalah akan mendapat hukuman yang telah ditentukan. Akankah mereka semua keluar sebagai pemenang?

chap-preview
Free preview
Perjanjian ARION
Suara lembut dan menenangkan mengalun dari gesekan biola yang sedang dimainkan oleh seorang remaja di halaman belakang rumahnya. Biola usang itu peninggalan sang ibu sepuluh tahun lalu dan masih layak jika hanya digunakan untuk sekadar menampung rasa rindunya terhadap sang ibu. Dengan lihai jemari tangannya menggesek dan memetik senar biola. Walaupun sudah usang, tetapi tidak memengaruhi keindahan suara biola itu. Masih dengan memejamkan mata, dia mencoba untuk menyelesaikan deretan lagu terakhir yang diciptakan ibunya. Namun untuk kesekian kalinya, dia tidak bisa. Dia tidak bisa mengingat satu bait terakhir lagu itu. Seakan ada yang menghentikannya setiap memasuki bait itu. Dia mengembuskan napas sebelum melanjutkan permainan biola yang indah. Ibunya adalah pemain biola handal dari Kota Melayu Deli, Medan. Kemampuannya juga alhasil dari bakat sang ibu. Tapi sayang, ibunya harus berhenti menjadi seniman saat menikah dengan ayahnya. Karir ibunya yang sempat menanjak harus kandas di tengah jalan karena ayahnya. Uang yang selama ini berhasil ibunya kumpulkan, dipakai habis untuk ayahnya berjudi, minum-minuman keras dan melakukan hal-hal kotor lainnya. Bahkan, untuk menyebut ayah saja ia ragu. Ayah yang baik tidak akan seperti ayahnya yang memaksa istri dan anak bekerja, membiayai makan, rokok, dan judinya sehari-hari. Sayangnya dia tidak bisa minggir dari fakta itu, ibunya menyuruh berjanji agar tetap merawat ayahnya apa pun yang terjadi. Sampai kapan pun ayahnya akan tetap menjadi ayahnya. Tidak ada yang bisa mengganti meski dengan sifat buruknya itu. "Ngapain kamu masih di sini? Pergi kerja sana!" Bentak suara kasar ayahnya yang bariton memekakkan telinga. Pintu belakang rumah yang sudah usang seperti biolanya, membuka lebar, bahkan sebentar lagi akan copot. Di sana, di ambang pintu ayahnya bekacak pinggeng sambil sesekali menyesap rokok dan mengembuskannya sehingga menimbulkan kepulan asap tipis di udara. Lagi-lagi harus dia yang bekerja. Sedangkan ayahnya hanya duduk manis di sofa bersama teman judinya. Memerintah anaknya ini itu dengan enteng tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu. "Iya sebentar." Dia hanya menyahut asal karena masih ingin melanjutkan permainan. "Atau kamu mau kehilangan biola mu itu, Melodi?" Dalam satu sentakan napas Melody menurut dan meninggalkan halaman belakang menuju kamarnya, menyimpan biola itu kembali di bawah tempat tidur dan bersiap-siap. Melody memakai baju seragam yang di belakangnya telah disablon tulisan cukup besar 'Kenari's Cafe'. Menyandang tas besarnya, Melody malas harus melewati ayah dan beberapa pria tua itu. Tetapi tidak ada jalan lain selain melewati mereka atau biolanya akan jadi taruhan lagi. Dengan cepat dan napas yang memburu Melody menatap ke depan, lurus, menghiraukan panggilan ayahnya dan berkata pelan, "Andaikan hidup lebih mudah dari ini." "Tidak Anak, Ibu, sama saja kalian." Setelahnya Melody menutup telinga rapat-rapat dan berjalan menuju halte. ***** Kafe Kenari cukup sepi, entah karena awan yang sebentar lagi menitikkan hujan atau karena memang setiap hari jumat sore, semua menikmati weekendnya di tempat lain. Melodi mengelap meja dan merapikan vas dengan teliti. Mengganti bunga yang sudah layu dengan bunga-bunga baru dari depan kafe. Setiap detailnya Melodi perhatikan. Dia sangat menekuni pekerjaan paruh waktunya. Selain karena sang ayah, dia akhirnya juga punya hiburan dan bisa sejenak melupakan masalah di rumah. Bel dari pintu masuk kafe berbunyi, cowok jangkung dengan jaket kulit berwarna coklat memasuki kafe dengan muka yang tersenyum ramah kepada Melody. Beberapa pelayan menunduk hormat. Cowok itu melepas jaketnya dan duduk di meja yang vasnya baru diganti Melodi. "Mereka selalu telat, dasar!" Cowok itu mengusap rambutnya yang sedikit basah karena gerimis di luar mulai bertambah kerap. "Bentar lagi juga dateng Gem." Dia Gema Putra Rahmadan, sahabat sekaligus bos karena Gema adalah pemilik kafe tempat Melodi bekerja. Juga Gema pemilik sekolah swasta PELITA HARAPAN. By the way, Gema ini tipikal cowok yang dingin dan datar. Melodi menarik kursi yang telah disiapkan sejumlah lima buah berkeliling, kemudian mengistirahatkan bokongnya yang lelah. Melodi meletakkan serbet yang ia pakai karena jam kerjanya memang sudah berakhir beberapa waktu yang lalu. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja kaca yang mengkilap. Melodi memang tidak pernah kehabisan bahan obrolan dengan Gema. Seperti sekarang ini, Melodi bercerita panjang lebar atas ide yang ia punya. "Gem, gue ada usul buat kita berlima. Biar persahabatan kita nggak gini-gini aja." Gema mengengkat sebelah alisnya, menegaskan. "Nanti aja kita bahasnya, kalau anak-anak udah kumpul." "Gue ada ide lagi, kali ini buat hidup gue sendiri sih," jelas Melodi. Gema mengambil ponselnya dan berpura-pura memainkan sesuatu di sana. Pandangannya terfokus pada layar yang semenjak tadi hitam, tidak menyala. "Gue mau cari kerja lagi, kerja sampingan selain di kafe lo ini." Mata Gema tiba-tiba melotot tidak setuju. "Kenapa Med? Apa gaji di sini kurang? Apa perlu gue tambahin jam kerja lo supaya lo gak cari kerja lagi?" Terlalu banyak pertanyaan. Bukan karena gaji yang diberikan kafe Gema untuknya kurang, namun Melodi juga tidak enak terus-terusan bergantung pada kafe ini. Apalagi status kafe ini milik Gema. Bisa saja Gema mempekerjakannya di sini karena dia adalah sahabatnya. Melodi tidak mau itu terjadi. Melodi tidak ingin dikasihani. Dia masih kuat menanggung semuanya. "Gaji ..." "Hai guys. Leron is coming." Muncul cowok berambut coklat berantakan dari pintu. "Nggak usah teriak berapa?" Rey, cowok paling bijak itu memukul kepala Leron dengan keras. "Suara bagus syukur, lah ini tikus aja kabur." Serenata, yang biasa dipanggil Sera datang dengan gaya seperti biasanya, tomboi. Mereka adalah anggota ARION. Mulai dari Melodi Rinduani, si lembut yang perhatian. Leron Crisco Karren, si ganteng yang sok jual mahal. Aubrey Januar Pratama yang pekerja keras dan ramah. Serenata Armi, si kecil imut yang tomboi. Terakhir Gema Putra Rahmadan, si dingin yang berkharisma. Sifat mereka tidak ada yang sama. Maka dari itu mereka memutuskan bersahabat. Untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing. ARION adalah nama sederhana dari band musik sekolah yang anggotanya siswa-siswa terkenal kecuali Melodi. "Akhirnya kalian datang. Kalau nggak, mungkin udah gue tinggal balik." "Nungguin si Laron luluran. Lelet, lemot, apa lagi Rey?" Sera menyikut perut Rey. "Lempar aja pake sendal." Mereka tertawa bersama nihil Gema yang hanya tersenyum. "Emang lu pake lulur apa Ron? Pake bengkuang apa jagung muda?" tanya Melodi. "Pake apa ya tadi, gue lupa Med. Pake apa gue tadi?" Leron bertanya ke Sera dan Rey. "Mana kita tau dodol!" geram Rey. "Stop guys, gue ada ide buat ARION. Kalian janji harus dengerin gue dulu sebelum gue selesai ngomong, nggak ada yang boleh motong omongan gue, oke?" Semua mengengguk kompak menyetujui permintaan Melodi. "Apaan Med, lo mau masakin kita lagi? Lumayan, gue laper." Leron mengusap perutnya yang datar dengan tampang tak berdosanya. "Mau tampil lagi, kapan? Jangan barengan sama latihan judo gue dong Med." Sera agak keberatan. "Dengerin Medi dulu, dianya mau ngomong." Rey menengahi dan berhasil. "Lo kok diem sih Gem. Kasih respon apa kek. Wah, apa Mel? Atau apa gitu. Masa cuma lo yang diem aja." Kesal Melody karena Gema terlalu pasif. "Wah apa Mel? Gue tertarik lho." Hening. Lima detik kemudian mereka melepas tawa yang ditahan karena melihat Gema yang dingin dan cuek pura-pura tertarik. Sungguh momen langka selama ini. "Anj-" Rey menggetok kepala Leron. "Inget jangan ngomong Anjir, omongan itu kasar Ron." Satu hal yang perlu mereka ingat. Bicara di depan Rey harus disaring dulu, ia tidak suka kasar. "Iya gue inget Pak REY. Seharusnya gue rekam momen tadi ya Ser. Ah lo ternyata juga sama lemotnya kayak gue Ser. Lo juga Rey. Hape lo kan canggih, masa ketinggalan sama gue yang lemot." Sengaja Leron menekankan kata REY karena dia kesal. Rey hanya pasrah dan Sera tidak setuju dirinya dibilang lemot. Sera sangat cekatan, terutama dalam urusan banting-membanting orang. Dia juga sensitif dengan kata 'lemot'. "Tangan gue nggak selemot otak lo Ron. Nih mau gue banting sekarang, biar encok lo sembuh, mau?" Benar sudah, Sera mengamuk. "Ampun wahai kalian para j*****m, gue belum siap disiksa," kata Leron dramatis. "Medi mau ngomong." Gema bersendakap dan berdehem menyadarkan Rey, Leron, dan Sera. "Jadi gini, gue kan hobi banget tuh baca. Nah, menurut riset gue selama baca novel, cewek sama cowok nggak ada yang murni sahabatan. Gue juga nggak tau sih kalian punya perasaan atau nggak ke gue." Melodi melirik mereka dan melanjutkan kata-katanya. "Sebagai antisipasi agar persahabatan kita tetap dalam zona aman. Masing-masing dari kita harus lakuin sesuatu agar kita nggak ada yang saling suka." "Maksud lo Med?" Gema kentara sekali tidak setuju. Beda dengan Leron yang justru bersemangat. "Nah itu, masalahnya gue nggak tau gimana cara yang tepat supaya persahabatan kita tetap aman." Melodi menatap langit-langit kafe dengan telunjuk di dagunya. "Kita berlima harus punya pasangan masing-masing. Dalam artian, kita harus punya pacar supaya nggak bisa ngelirik orang lain lagi." Entah dari mana asalnya, tapi Sera berhasil menyuarakan pikiran itu. Gema akhirnya membuka mulut. " Maksud lo apa Ser? Gue nggak setuju! Nggak ada acara gitu-gituan. Dari dulu kita juga baik-baik aja kan tanpa usul tadi?" "Ini cuma cari aman Gem. Lagian apa beratnya sih? Secara ini akan membantu lo supaya nggak jomlo terus-menerus," ujar Melodi. "Jadi setuju nih ya, kita cari pacar masing-masing?" "Gue nggak," jawab Gema. "Nggak boleh gitu dong. Lo harus mau Gem." Rey, Leron, dan Sera terus mendesak. "Kita mulai dari abjad musik kesukaan masing-masing. Melodi kan pemain biola, gue drum, Rey gitar akustik, Sera gitar listrik, dan terakhir Gema, pemain piano ARION." Melodi ingin menolak tapi Leron justru menutup mulutnya dengan wafel. "Kita ARION. Nggak ada yang bisa bikin kita bubar apa pun keadaannya. Gue Leron, dan di samping gue, Melodi yang cantik dan kalem. Kita akan jalanin aturan ini mulai dari Melodi." Dengan seenaknya Leron menarik keputusan. "Perasaan gue deh tadi yang kasih ide. Kenapa jadi lo yang mutusin?" Melodi berdiri dari duduknya. Gema dan Rey membuang napas bersama seperti kur. Sedangkan Sera memakan wafel dengan cepat dan hanya Leron saja yang tersenyum. "Kalau ada ide harus ada yang eksekusi."

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Married With My Childhood Friend

read
44.0K
bc

My Hot Boss (Indonesia)

read
661.7K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
928.9K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

Living with sexy CEO

read
277.9K
bc

HYPER!

read
559.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook