Satu

1083 Words
Desas desis suara siswa terdengar berbisik-bisik, ketika seorang cewek yang sebelah matanya terlihat buta, serta berjalan memakai tongkat, rambut dikepang dua, dan memakai kacamata. Wajahnya pun terlihat dekil, pokoknya terlihat begitu buruk dimata mereka. "Perkenalkan, nama saya Alfia Septiani. Saya pindahan dari SMA Lesa Niaga. Salam kenal semuanya.." Alfi memperkenalkan dirinya. Siswa-siswi tersbut menatap Alfi penuh tanda tanya. Sebenarnya dia siapanya Satheo? Itulah pertanyaan yang menggantung di pikiran mereka. "Baik Alfia, silahkan kamu duduk. Ohh iya saya lupa memberitahu kalian, Alfia ini sepupunya Satheo." Seorang pria paruh baya yang mengajar didepan kelas itu akhirnya menjawab ribuan tanda tanya dari para siswa tersebut. Alfi-pun duduk disebelah Satheo. Kebetulan bangku sebelah Satheo kosong, karna memang Satheo tidak mau duduk berdua sebelumnya.   ***   Hembusan angin terlintas melewati tempat ini. Sejuk sekali rasanya, begitu tenang. Ditambah lagi nuansa tempat ini yang begitu sepi. Tempat ini begitu luas dan kosong, Bisa dikatakan seperti lapangan. Namun disini tak ada apa-apa. Seorang siswa yang rasanya sudah menjadi penghuni tempat inipun terlihat sedang berdiam diri. Ia berdiri diperbatasan pagar puncak gedung sekolah ini. Tatapannya terlihat kosong. Wajahnya pun terlihat datar, tak ada sedikitpun yang terulas diwajah tampannya. "Tempat apa ini?" Tiba-tiba suara yang lumayan keras datang dari arah tangga menuju tempat itu. Seorang cewek bertongkat celingak-celinguk memperhatikan tempat itu. Alfi, yah! Inilah saatnya Alfi memulai strateginya. Seorang lelaki yang hanya sendirian itu, dia bernama Refal. Dialah yang dimaksudkan Satheo untuk taruhannya dengan Alfi. Refal diam, tak bergeming. Ia tak peduli oleh suara Alfi. Ia tetap pada posisinya. "Hey, kamu?" Alfi menggerakan tongkatnya, berjalan menuju arah Refal. Refal masih tak peduli, ia tetap diam saja pada posisinya. Rasanya, baru kali ini Alfi dicuekin oleh seorang lelaki. Mata Alfi dirancang hanya cacat sebelah, karena itulah Satheo hanya memasangkan sebuah soflen pada salah satu matanya. Karna jika dua-duanya buta, mana boleh Alfi sekolah disini. Tapi Satheo rasanya sudah bicara tentang Alfi pada petugas sekolah, sehingga Alfi Bisa masuk sekolah ini dengan keadaan 'cacat rancangannya' itu. Petugas pun hanya menurut saja, karna Satheo adalah anak dari pemilik yayasan ini. "Maaf, kamu manusia kan?" Dengan suara yang dibuat lugu, Alfi bertanya pada Refal. Refal menengok sekilas ketika mendapati pertanyaan itu. Ia menatap intens Alfi. Alfi hanya menunduk, karna ketakutan dengan tatapan Refal. "Siapa lo?" Tanya Refal balik, tanpa menjawab omongan Alfi. "Ohh iya, kenalin. Aku Alfia Septiani, kamu Bisa panggil aku Alfi. Aku murid pindahan dari SMA Lesa Niaga, nama kamu siapa?" Alfi menyodorkan tangan kanannya pada Refal. Refal tak menjawab. "Kok kamu gak jawab pertanyaan aku? Yaudah gak papa, nanti biar aku cari tau sendiri deh. Ohh iya, aku boleh tanya enggak? Ini tempat apasih?" Alfi-pun mulai berceloteh lagi. Refal yang merasa terganggu pun langsung pergi dari tempat itu. Dan meninggalkan Alfi sendiri. "Hey, kamu kenapa sih? Kok aku ditinggal? Emang aku salah apa sama kamu?" Teriak Alfi masih ditempat berdirinya tadi. Refal berhenti sejenak, ketika Alfi berteriak seperti itu. "Karna lo ganggu!" Desis Refal singkat, lalu berjalan pergi. Alfi menatap kepergian Refal, ia merenggut kesal. "Nama lo Refal! Gue juga tau kali, cuma sepik aja bilang kagak tau gara-gara si Satheo. Ish, gimana gue mau dapetin dia dalam waktu satu minggu coba. Manusia es batu itu?" Dumel Alfi pada dirinya sendiri. Manusia es batu, rasanya itulah sebutan Alfi untuk Refal. Karena sosoknya yang dingin seperti es batu. Alfi merogoh saku seragamnya, megambil sebuah benda kecil berukuran persegi empat. Ia melihat dirinya dicermin itu. Lalu menatap bingung dirinya sendiri. "Tobat lah gue di dandanin begini sama si Satheo!" Ucapnya setelah melihat dirinya dicermin kecilnya itu yang selalu dibawa kemana-mana. "Kok Satheo bisa ya punya sepupu kaya gitu." "Tau, udah dekil, cupu, cacat lagi," "Bener banget, sedangkan si Satheo-nya. Udah ganteng, keren, pinter, tajir pula." Ejekan-ejekan tersebut berasal dari tiga orang gerombolan yang sedang mengobrol. Alfi hanya mengelus d**a, sabar. Hanya kata itu yang menjadi panutan dipikirannya, untuk tidak menghajar mereka semua. "Awas aja sih minggu depan, lo semua nanti liat gue kayak apa?" Batin Alfi geram. Alfi berjalan menuju mereka, berusaha untuk bergabung. Ia memamerkan senyuman manisnya, senyum itu masih terlihat manis walaupun penampilan seperti itu. "Aku boleh gabung gak? Nama aku Alfi." Sapa Alfi pada mereka semua, dengan gaya lugunya. Ingin ia muntah rasanya jika mendengar bahasa bicaranya kini. Pasalnya, ia tak pernah berbicara seperti itu. Bahkan enek sekali berbicara dengan sesama jenis menggunakan aku-kamu. "Ehh, maaf ya semuanya. Gue mau ketoilet, bye Lina, Desi." Salah satu diantara mereka langsung pergi seketika Alfi datang. "Yah, Niken pergi. Ohh iya, Des. Kita kan ada PR, kerjain dulu yuk." Cewek bernama Lina itupun menarik temannya, Desi, untuk pergi. "Najis, sok cakep banget sih tuh cewek-cewek. Nanti kalo gue udah berubah lagi, jangan harap sih bisa temenan ama gue." Batin Alfi kesal. Ia merunggut sebal. Kaki Alfi-pun menuntunnya untuk pergi ke sebuah kantin disekolah tersebut. Tatapannya mengarah pada seorang yang sangat dikenalnya sedang duduk sambil menyantap semangkuk bakso sendirian dibangku kantin. Alfi tersenyum sekilas, dan berjalan menuju orang itu. Masih dengan gaya butanya, Alfi berjalan menghampiri Satheo. Satheo yang melihat Alfi berjalan menghampirinya, tertawa terbahak-bahak. Lagi-lagi Alfi merunggut sebal. "Gak usah ketawa!" Omel Alfi dan langsung duduk dihadapan Satheo. "Hahaha, tapi lo kocak, Fi." Satheo memegangi perutnya, menahan tawanya yang membuncah. Alfi-pun mengambil sebuah bakso yang berada dimangkuk Satheo. Ia langsung memasukan bakso itu kemulut Satheo. Alhasil.. "Uhuk, Alfi sialan!!" Satheo langsung mengambil minumanya, dan meneguknya. Alfi-pun mentertawakan Satheo. "Nih anak kurang ngajar! JS woy, JS!!" Satheo berbicara dengan menekan kata JS. "Apatuh, JS?" "Jaga Sikap! Inget disini lo jadi apaan." Jelas Satheo. Alfi hanya nyengir. Alfi merogoh saku bajunya, mengambil handphonenya. Ditatapnya layar handphonenya itu. Terlihat ada beberapa sms masuk. "Rian ngajak gue balikan? Ahaha, no way, Rian!" Alfi tertawa sambil berbicara sendiri setelah melihat smsnya. "Berisik, Fi! Kagak enak nanti orang denger." "Iya bawel!! Ehh si Refal bener-bener, Sat. Pesimis gue bisa dapetin dia." Alfi-pun mengalihkan topik pembicaraan, dan mengecilkan volume bicaranya. "Haha, emang dia kayak gitu. Anaknya cuek abis," Saut Satheo. Alfi hanya cemberut mendengar jawaban Satheo. Pandangan Alfi kini menuju pintu kantin, terlihat cewek baru datang dikanting tersebut. Ia datang bersama lelaki yang sepertinya pacarnya. Cewek itu bergelayut manja ditangan lelaki tersebut. Alfi tersenyum sinis melihatnya, sepertinya ia kenal dengan cewek itu. "Sat, lo kenal dia kan?" Tangan Alfi menunjuk pada arah cewek tadi. Satheo mengangguk. "Wulan? Kenapa emang?" Tanya Satheo balik. Alfi tersenyum penuh arti pada Satheo. "Guekan pernah bilang, gue juga ada tantangan buat elo." Senyum liciknya kini terpancar dari bibir Alfi. Satheo menatap Alfi curiga. "Berhubungan sama dia?" Mata Satheo-pun menoleh pada Wulan. Alfi mengangguk cepat. "Yaps! Bener banget, jadi tantangannya adalah. Modusin cewek modus kaya dia itu, lo harus Bisa bikin dia jatuh cinta bener-bener sama elo. Dan bikin dia sakit," Mata Alfi terlihat menyimpan banyak dendam pada cewek tersebut. Satheo menatap Alfi penuh tanda tanya. Mengapa Alfi terlihat amat benci pada Wulan? Itulah yang menjadi tanda tanya dihati Satheo.   *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD