Ancaman Calon Kakak Ipar

1123 Words
“Maafkan aku yang tidak bisa menjaga diriku dengan baik ....” Zia menggumam lirih sambil memandangi ponselnya di atas nakas. Suara dering ponsel itu menggema di dalam kamar gadis yang sudah ternoda tersebut, tapi tak sedikit pun ia pedulikan. Setelah membersihkan tubuhnya, gadis itu memeluk lututnya di atas tempat tidur, merasa ketakutan kalau-kalau pria j*****m tadi datang ke kontrakannya. Wanita cantik itu tahu, yang menelepon itu pasti Rey, sang tunangan. Namun, ia tak sanggup menerima panggilan itu. Air matanya pun seketika luruh kala membayangkan kebersamaannya dengan Rey yang sebentar lagi akan berakhir. Andai ia masih suci, tentu ia akan tetap berjuang bersama sang tunangan. Namun, semuanya telah hancur. Bagaimana mungkin ia mempertahankan hubungannya dengan Rey, sedang tubuhnya telah ternoda? “Zia, buka pintunya? Kamu ada di dalam, kan?” Suara Rey di balik pintu, membuyarkan kesedihan Zia. Hatinya panik mengetahui sang tunangan telah berada di depan rumahnya. Apa ia biarkan saja Rey di luar sana? Hatinya belum siap untuk mengatakan putus pada lelaki yang ia cintai itu. Lagi, tetesan bening itu jatuh berderai di pipi mulus Zia. “Maafkan aku, Rey. Aku tak sanggup menemuimu sekarang,” gumam Zia tak kuasa membendung kesedihan. Isak tangisnya, sedu sedannya, menggema di ruangan mungil itu. Kepalanya berdenyut, hatinya cemas kala ia terus mendengar suara sang kekasih yang terus memanggilnya di luar sana. “Pergilah, Rey! Kumohon!” gumam Zia terisak. Diraihnya ponsel di atas nakas, berniat mengirim pesan pada Reynald agar segera pulang dan datang di lain hari. Namun, belum sempat ia mengetik pesan, tiba-tiba nama lelaki laknat yang telah mencabik harga dirinya terpampang di layar ponselnya. Rasanya tak ingin menerima panggilan itu, tapi tiba-tiba Zia teringat ucapan pria itu yang mengatakan akan memata-matainya sampai hubungannya dan Reynald benar-benar berakhir. Mau tak mau, Zia terpaksa menerima panggilan dari calon kakak iparnya yang kejam itu. “Aku mengawasimu, ingat itu! Segera temui adikku dan putuskan dia!” Nada kasar berbau ancaman itu langsung menyapa pendengaran Zia. Hatinya marah, tapi ia sama sekali tidak mempunyai kekuatan untuk melawan calon kakak iparnya karena lelaki durjana itu memiliki senjata yang akan menghancurkan masa depannya. Jika video itu tersebar, ia tak akan bisa menanggung malu dan tak akan diterima bekerja di mana pun. Tak ada yang bisa Zia lakukan selain menuruti perintah calon kakak iparnya. “Tidak bisakah di hari lain? Aku belum siap bertemu dengannya. Aku tak tahu alasan apa yang harus kukatakan saat memutuskannya.” Zia kira Rein akan mengerti dan mau menolerir keputusannya. Namun, ia salah. Lelaki jahat itu malah menghardik dan memaksanya menemui Rey sekarang juga. “Temui Rey sekarang juga dan putuskan dia! Aku tak peduli apa alasanmu, yang jelas dia harus kamu putuskan sekarang juga atau aku kirim video panas kita tadi padanya, biar dia yang memutuskanmu? Kebetulan videonya sudah kuedit sehingga tak akan ada yang mengetahui kalau lelaki yang menodaimu itu adalah aku karena wajahku di video itu telah aku blur. Gimana?” “b******k, sialan! Kamu memang tak punya hati,” jerit Zia tak kuasa menahan emosi. Betapa keji calon kakak iparnya, membuat tangis Zia kembali pecah. Sungguh, ia tak sanggup menemui Rey sekarang. Kenapa tak ada toleransi sama sekali dari Rein untuknya? Namun, tangis itu lagi-lagi harus terhenti kala ia kembali mendengar bentakan kasar dari lelaki jahat itu di telinganya. “Jaga mulut kamu! Aku bisa menggila dan bisa langsung mengirim video ini detik ini juga ke media biar kamu malu karena aibmu terbuka.” Hati Zia ketar-ketir. Ia tak bisa berkutik. Yang harus ia lakukan adalah tidak memantik kemarahan iblis itu agar masa depannya tidak semakin hancur. Zia masih harus menafkahi dirinya. Ia masih punya orang tua dan adik yang menanti kebahagiaannya. Wanita itu menguatkan hatinya kalau semua ini bisa ia lewati dengan baik. “Jangan lakukan itu! Aku akan menurutimu.” “Nah, gitu, dong! Awas, aku akan ada di sekitarmu! Putuskan dia dan buat alasan logis yang tidak menyudutkan mama! Kalau sampai Rey berkonflik lagi sama mama, maka aku akan mengulangi perbuatanku berkali-kali, bahkan aku bisa menjualmu ke rumah bordil. Ingat itu, Zia! Jangan main-main denganku! Aku bukan Rey yang anak mama. Aku bisa melakukan apa pun yang aku mau.” Zia seketika ketakutan. Ternyata calon kakak iparnya seorang psikopat. Sebaiknya, ia menuruti semua perintahnya agar tidak semakin hancur dibuatnya. “Baik, akan aku lakukan semua perintahmu. Kumohon jangan sebar video itu! Aku akan memutuskan Rey sekarang juga.” “Oke, aku akan pantau perkembangannya. Ingat, jangan melawanku kalau kamu tak ingin lebih sengsara dari ini!?” Panggilan suara pun ditutup begitu saja oleh Rein dan itu membuat Zia geram. Ia membanting ponselnya di tempat tidur, meluapkan emosi yang tak bisa ia lampiaskan pada lelaki iblis itu. Wanita itu lalu menghela napas panjang, kemudian menghapus air matanya sambil memikirkan alasan yang tepat yang pasti akan membuat Rey melepaskannya tanpa membuat tunangannya itu menyerang sang mama. Zia segera beranjak dari tempat tidurnya lalu segera membenahi riasannya di depan cermin, kemudian melangkah keluar kamar untuk menemui Rey, lelaki yang ia cintai yang sebentar lagi akan ia putuskan. “Ya, ampun, Zia! Kenapa lama sekali membuka pintunya. Aku cemas, tahu nggak?” ujar Reynald langsung memeluk Zia saat pintu dibuka. Zia menahan perih di hatinya. Sebentar lagi pelukan hangat ini tak akan bisa ia rasakan lagi. Sebentar lagi, semua kenangan indah selama dua tahun akan musnah menyisakan kebencian. Tepat saat ia memutuskan dan mengatakan alasan untuk berpisah, Reynald pasti akan membencinya setengah mati. “Lepaskan aku, Rey!” Zia mendorong kasar tubuh Reynald lalu mundur beberapa langkah, kemudian melipat tangan di pinggangnya. Sekuat tenaga, Zia berdoa dalam hati agar bisa melakukan akting dengan baik di depan lelaki yang sebentar lagi tak memiliki hubungan apa pun dengannya. “Kamu kenapa, Zia? Apa aku membuat kesalahan? Sejak sore aku menghubungi nomormu, tapi kamu abaikan. Hingga malam begini pun aku berusaha meneleponmu, tapi tak juga kamu angkat. Makanya aku datang ke sini. Kenapa kamu begini? Katakan padaku, apa ada perbuatanku yang menyakitimu?” Batin Zia menjerit. Tak ada kesalahan apa pun yang diperbuat Reynald. Sejak kenal hingga detik ini, tak sedikit pun Reynald menyakiti hatinya. Lelaki itu jatuh cinta pada pandangan pertama padanya dan selalu meratukannya. Sayangnya, ia tak bisa berkata jujur perihal kondisinya. Malah Zia harus mengarang dusta agar Rey bisa melepasnya untuk selama-lamanya. “Tidak ada, Rey. Kamu tak pernah menyakitiku. Aku yang bermasalah di sini.” Alis Reynald mengernyit. “Masalah apa, Zia? Katakan padaku jika kamu punya masalah. Aku akan berusaha membantumu mencari solusinya.” Zia menggeleng lalu menatap tajam pada Reynald. Sambil menahan perih di hatinya, Zia dengan tega berkata. “Aku tidak mencintaimu lagi. Aku mencintai pria lain dan baru saja tidur dengannya. Kuharap kamu mengerti dan tak akan mengharapkanku lagi. Batalkan pernikahan kita dan biarkan aku bahagia dengan lelaki yang aku cintai, Reynald Haditama!” Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD