bc

My Teacher My Fiancé

book_age16+
578
FOLLOW
1.8K
READ
love-triangle
teacherxstudent
mate
twisted
bxg
mystery
highschool
sassy
teacher
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Aile, seorang penulis yang tiba-tiba saja merasa kebingungan sejak kemunculan Asra, guru baru di sekolahnya. Nama, umur, serta sikap gurunya itu sama persis dengan tokoh utama dalam ceritanya

At first, Aile felt natural and thought that it was just a coincidence.

Namun, ia terkejut begitu Asra datang melamarnya untuk menjadi tunangannya ... setelah ia mengunggah episode baru ceritanya mengenai perjodohan.

Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa alur ceritanya sendiri terjadi dalam hidupnya? Dan kenapa harus mulai sejak guru itu muncul dalam kehidupannya?

chap-preview
Free preview
Bab 1
Kamar minimalis yang bernuansa abu-abu itu selalu menjadi ruang favoritnya. Tembok berwarna abu-abu, perabotan berwarna abu-abu bahkan seprei dan sarung bantal berwarna abu-abu. Siapa pun mungkin akan mengira itu kamar anak laki-laki, namun nyatanya itu kamar seorang gadis SMA yang saat ini tengah menatap layar ponselnya dengan antusias. Hate That CEO by atwo-g has been signed. “YES! AKHIRNYA!” Suara Aile memenuhi kamar setelah membaca notifikasi dari email-nya. Gadis tersebut mengangkat tangannya yang memegang ponsel dan meninju-ninju udara dengan gemas. “Yes, yes, yes, finally. Mayan dapat tambahan uang jajan, yuhu!” ujarnya tertawa senang. Aile membuang tubuhnya ke belakang, berbaring di atas tempat tidurnya sembari menatap layar ponselnya dengan senyum lebar. Cerita ketiganya yang telah berhasil lolos dengan kontrak eksklusif di Dreame. Lumayan, hasilnya bisa dipakai untuk kebutuhannya sendiri dan sebagian ditabung. Ayahnya yang sudah menjadi dokter senior rumah sakit paling terkenal di Jakarta sangat membatasi uang jajannya. Aile menoleh ke arah pintu bercat cokelat kehitaman ketika mendengarnya terbuka dan menyusul kepala ibunya menyembul dari luar. “Kok ribut-ribut, Le? Ada apa?” tanya Kayla, ibunya. “Mama!” Aile tersenyum dan bangun dari tidurnya. Ia menghampiri ibunya yang masih terlihat segar di usia yang hampir mencapai setengah abad. Dengan senyum lebar, ia memberi ciuman bertubi-tubi di pipi sang ibu. “Aile sayang Mama!” ujarnya senang. “Ih, Aile, kenapa sih, Nak?” Kayla berusaha menghindar. Dicium putrinya memang membuatnya senang, tapi jangan sampai berlebihan juga. Aile akhirnya menjauhkan bibirnya dari pipi ibunya. Namun, matanya masih memancarkan sorot senang. “Kamu jangan-jangan menang lotre, ya?” tuding Kayla memicingkan matanya. “Ye enggaklah, Ma. Aile nggak main begituan, kok,” bantah Aile cemberut. “Lalu? Suara kamu teriak-teriak kedengaran sampai di bawah lho.” Aile mengulum bibir, menahan senyumnya. “Enggak apa-apa, kok, Ma,” kelitnya. Ia lalu menatap jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. “Aile lapar, Ma,” akunya cengengesan. Kayla mendengus geli. “Yaudah, ayo turun ke bawah, makanannya udah Mama siapin. Ke sini juga tadinya sekalian ngajak kamu makan malam.” Keduanya berjalan bersama ke lantai satu, menuju meja makan yang sudah tersedia nasi dan berbagai lauk pauk. Semuanya masih mengepulkan uap. Aile duduk dan menambah makanan di piringnya. Sesekali menoleh pada layar TV di ruang keluarga yang memperlihatkan berita terbaru mengenai kecelakaan bus akibat rem blong. “RS Satya Nadella tempat Papa, ‘kan, Ma?” tanya Aile dengan raut terkejut setelah melihat judul berita terkait dengan korban yang dilarikan ke rumah sakit itu. Kayla ikut memperhatikan berita tersebut. “Ah, iya. Papa kamu pasti sibuk.” Aile meringis pelan. “Jadi, Papa nggak pulang, ya, hari ini?” “Mungkin saja,” sahut Kayla. “Selamat makan, Sayang.” “Mm, selamat makan, Ma.” Aile tersenyum tipis dan mulai menyicip makanan buatan ibunya. Di saat mulutnya sibuk melumat makanan, otaknya tiba-tiba saja berpikiran random, bertanya-tanya bagaimana kedua orang tuanya bertemu. “Ma ....” “Iya, sayang?” “Mama, kok, bisa menikah sama laki-laki nyeremin kayak Papa?” tanya Aile penasaran. Kayla lantas menutup mulutnya, menahan agar tawanya tak menyembur bersama makanan yang masih sementara dikunyahnya. “Kamu, kok, tiba-tiba nanya gitu?” “Nggak tahu juga, Ma. Aile tiba-tiba kepikiran aja, Mama kenapa betah sama Papa yang kaku begitu,” ungkap Aile seraya tertawa ringan. Kayla terdiam sejenak, menyusun kata-kata yang akan dikeluarkannya nanti. “Sebenarnya, Papa kamu aslinya nggak begitu, kok. Dulu malah manja banget kalau sama Mama. Papa kamu begitu karena pengen kamu sebagai anaknya segan aja sama dia. Katanya paling nggak suka punya anak yang membangkang. Sebenarnya, Mama nggak setuju, sih. Gara-gara itu, kalian jadi nggak akrab, padahal kadang anak perempuan paling dekat sama papanya,” jelasnya lalu mendengus pelan. Kayla terkadang bingung dengan jalan pemikiran suaminya. Keras pada anaknya, yang bahkan hanya satu. Tetapi, beberapa waktu yang lalu saat mengunjungi suaminya di rumah sakit, ia justru mendapati pria itu sangat ramah pada rekan-rekannya dan para pasien. “Aile setuju, sih, sama Mama. Papa justru bikin Aile mikir beliau sosok yang dingin, sampai ngobrol berdua aja Aile ngerasa canggung banget,” keluh Aile mendengkus pelan. “Terus, terus, kalian pertama kali ketemu di mana?” tanyanya lagi merasa bersemangat. “Di pesawat saat Mama masih jadi pramugari. Waktu itu ada insiden kecil aja sampai buat kami berhubungan terus dan akhirnya saling suka,” terang Kayla menahan senyumnya lalu memasukkan sesendok makanan ke mulutnya. Aile mengangguk mengerti. Ibunya adalah salah satu dari banyaknya pramugari yang menemukan masa depannya di atas pesawat. Oke, bagus. Dia punya ide baru untuk ceritanya. Keduanya melanjutkan makan tanpa obrolan apa pun lagi. Ponsel Aile yang tersimpan di saku celananya bergetar panjang, menandakan ada panggilan telepon. Ia buru-buru menyelesaikan makanannya dan meneguk segelas air hingga habis. Saat mengambil ponselnya dari sana, panggilan itu sudah berakhir. “Ma, Aile udah selesai. Aile duluan naik ke atas dulu, ya. Nanti piring kotornya biar Aile yang cuci nanti.” Kayla yang masih makan mengangguk. “Oke.” Aile berdiri, hendak kembali ke kamar, menelpon balik panggilan tak terjawab tadi. Namun, panggilan ibunya membuat tungkainya berhenti mendadak. “Aile, besok kamu udah mulai masuk sekolah lagi, ‘kan?” tanya Kayla. “Iya, Ma. Kenapa?” “Pakaian sekolah, buku-buku sama sepatu udah kamu siapkan?” Aile tersenyum kecil. “Iya, dong, Ma.” “Ah, nggak kerasa anak Mama udah besar, tahun depan udah lulus SMA, ya,” ujar Kayla menatap putrinya sayang. Aile tersenyum kecil. “Oh iya, hari Sabtu libur, ‘kan?” tanya Kayla lagi. Aile mengangguk. “Iya, Ma. Sekarang sekolah lima hari aja. Senin sampai jumat, tapi pulangnya sore.” “Oke. Hari Sabtu jangan ke mana-mana, ya.” “Kenapa memangnya, Ma?” Mata Aile berbinar penasaran. Kayla hanya mengulas senyum kecil. Tanpa menjawabnya, ia menyuruh putrinya itu naik ke kamarnya. *** Layar TV menampilkan pertunjukan OVG sebuah acara komedi yang pernah mengundang Asra dan teman-teman kuliahnya sebagai penonton. Di sofa depan TV, seorang pria berambut gondrong duduk dengan kaki diletakkan di pegangan tangan sofa. Sesekali tertawa keras saat talent OVG menunjukkan skill lawak mereka. Mulutnya tak berhenti mengunyah snack yang ia curi dari kulkas Asra. Asra yang tengah menyetrika pakaian mengerutkan kening, jengah melihat temannya yang selalu jadi beban tiap datang ke apartemennya. “Aish, lo jorok banget!” kesalnya saat sebuah snack mendarat di atas bajunya yang sementara disetrika. “Lo serius mau jadi guru?” Iklan membuat teman Asra yang bernama Raska itu beralih mengusiknya. “Napa emangnya? Masih mending dibanding elo yang nganggur sampai numpang nyampah di rumah gue,” balas Asra kejam. Tak sepertinya yang sudah mencoba berbagai pekerjaan sejak lulus kuliah, mulai dari barista, waiter, editor dari platform menulis dan sekarang ingin menjadi guru honorer, temannya itu justru masih menganggur. Di pandangan orang asing, mungkin agak aneh. Asra bisa saja langsung bekerja di perusahaan yang ayahnya rintis bersama sang istri setelah pensiun dini dari pramugari namun ia justru lebih memilih mencoba banyak pekerjaan sebelum serius untuk melanjutkan usaha ayahnya. “Lo kalau ngomong disaring-saring dikit, njir. Siswa lo ntar kena mental,” komentar Raska menggeleng pelan. “Ck, lo kapan pulang? Abis ini gue mau istirahat,” tanya Asra, secara tak langsung mengusir temannya itu. “Bermalam di sini gue. Males tiap pulang ke rumah ditanya kapan nikah mulu. Capek gue,” keluh Raska. “Gue yang capek nampung lo di sini! Udah sana pulang! Lo kira gue juga nggak kena pertanyaan keramat itu?” omel Asra, gemas ingin melempar setrika ke temannya itu. Raska duduk dan menatap Asra antusias. “Lo juga? Pantesan milih tinggal sendiri di apartemen.” “Wajar, umur kita tuh udah 27. Tapi mau gimana lagi, belum ada yang singgah di hati.” Asra menghela napas berat dan mencabut kabel setrika dari stop kontak. Ia lantas memasang hanger pada kemeja dan celana panjangnya lalu menggantungnya agar tak kusut. “Buset, kata-kata lo. Hubungan lo sama Trish gimana?” tanya Raska kepo, sembari menaik-turunkan turunkan alisnya. Asra enggan menjawabnya. Hanya mengendik acuh tak acuh. “Di tempat lo ngajar pasti banyak siswa yang cantik. Kalau ada yang bohai, kenalin dong.” “Lo p*****l banget anjir,” cibir Asra, menatap temannya itu horor. “Ya kali p*****l, jarak umurnya nggak terlalu jauh, kok,” balas Raska enteng. “Sebelum nyari cewek, nyari kerja dulu sana,” ujar Asra. Raska menggaruk kepalanya, frustrasi. “Aih, pusing gue, udah masukin lamaran di mana-mana tapi belum pernah ada panggilan.” “Di tempat ortu gue aja, nyoba-nyoba sekalian dapat pengalaman. Ntar gue bicarain sama mereka,” tawar Asra. Raska menolak sembari mengibas tangannya cuek. “Udah, belakangan aja mah kerja. Mau nyari cewek dulu. Ntar kalau udah kerja jadi nggak punya banyak waktu bersenang-senang.” Asra menggeleng pelan, pusing dengan pemikiran temannya itu. Pada dasarnya, memang Raska yang belum siap masuk ke dunia kerja. “Ya kalau lo nggak ada penghasilan, mana ada cewek mau sama lo! Umur matang tapi kagak mapan!” hina Asra. Raska baru mau membalas ucapan runcing yang menusuk sampai ke tulang-tulangnya itu, namun bunyi bel apartemen mendahuluinya. “Asra, ini Mama. Kamu ada di dalam, kan?” suara ibu Asra terdengar samar-samar dari luar. Keduanya saling berpandangan sejenak dan secepat kilat bergerak sana sini, menyingkirkan bungkus snack yang terhambur di lantai lalu membersihkan remah-remahnya. “Kenapa nggak bilang nyokap lo bakalan dateng?” tanya Raska gemas sembari tergopoh-gopoh mengambil jaketnya yang menggantung di sandaran sofa. “Gue juga nggak tahu!” “Gue pulang, ya!” seru Raska pamit. “Katanya mau nginap?” “Gak jadi. Emak lo nyeremin.” “Ya bagus. Pulang sana.” Raska membuka pintu, menelan ludah gugup saat berpapasan dengan ibu Asra. Ia membungkuk sopan lalu pamit pergi. “Dia ngapain ke sini?” tanya Andin, ibu Asra. “Ngobrol-ngobrol doang, Mah,” dusta Asra. “Kenapa ke sini? Udah malam, lho. Datang sama siapa?” tanya Asra beruntun lalu mengambil alih paper bag yang dibawa ibunya. “Sama kang Burhan," balas Andin. Burhan adalah pria yang menjadi sopir keluarga mereka belum lama ini. “Ini makanan untuk kamu sarapan besok. Tinggal dihangatkan doang. Mama sebenarnya besok pagi-pagi baru mau ke sini, tapi ada yang harus cepat diselesaikan di perusahaan,” imbuhnya lagi. “Duh, Mah, sebenarnya nggak perlu repot-repot ke sini. Asra bisa masak sendiri, kok.” “Ck, Mama nggak bisa percaya sama kamu lagi soal makanan,” decak Andin. Minggu lalu ia mendapati isi kulkas putranya hanya cemilan dan minuman bersoda. Belum lagi tempat sampah berisi bungkus mie dan cangkang telur. Punya banyak uang tapi tidak dimanfaatkan dengan baik. “Oh iya, besok udah mulai ngajar, ya? SMA Cahaya Taruna, ‘kan?” tanya Andin ingin tahu. Asra mengangguk, mengeluarkan Tupperware berisi makanan dari paper bag dan memasukkannya ke dalam kulkas. “Serius kamu mau jadi guru honorer?” tanya Andin lagi. Asra juga mengangguk lagi. “Papa kamu sampai pusing lho. Nanti yang terusin perusahaan siapa kalau bukan kamu.” “Yaudah, nambah anak lagi aja, Ma,” jawab Asra asal. “Mulutmu itu, ya!” Asra menutup pintu kulkas dan menghampiri ibunya. Tangannya menyentuh pundak ibunya. “Tenang aja, Ma. Asra di sana cuma jadi guru honorer. Papa sama Mama, ‘kan masih mampu kelola perusahaan, terus Asra mau ngapain? Lebih baik cari-cari pengalaman kerja lain. Apa lagi cita-cita Asra dari kecil emang mau jadi guru.” “Ya kalau mau cari pengalaman kerja, harusnya kamu kerja di perusahaan kita sambil belajar dari Papa kamu. Kelola perusahaan dan jadi guru apa hubungannya? Kamu juga sebelumnya ambil pekerjaan paruh waktu untuk apa?” cerca Andin. Asra menghela napas panjang. “Ma, kita udah bahas ini. Kalian udah setuju Asra mau jadi guru dulu. Gelar sarjana pendidikan Asra harus dimanfaatin dengan baik,” ujarnya beralasan. “Dari dulu juga Mama Papa bilang ambil jurusan Manajemen Bisnis! Kamu keras kepala, sih!” ketus Andin. “Oke, Asra salah,” ujar Asra, tak kuat debat lama-lama dengan ibunya. “Sekarang Mama pulang, ya. Kasian kang Burhan nunggunya kelamaan.” “Tapi—“ “Asra mau istirahat, besok hari pertama jadi guru. Aku nggak mau kesan pertamaku di depan guru lain dan siswa jadi nggak baik,” potongnya lalu menuntun ibunya berjalan ke pintu. “Sebentar, Mama hampir lupa. Hari Sabtu kosongkan jadwalmu, ya.” “Untuk?” Alis Asra bertaut. “Mau pertemukan kamu sama anak teman Mama. Kalian bakal ditunangkan. Keputusan ini nggak bisa diganggu gugat,” ujar Andin dengan nada finish. Asra mendengkus jengah. Masalah jodoh lagi .... “Asra udah bilang, ‘kan, bisa cari sendiri,” ujarnya jengah. “Ck, cari sendiri sampai rambut putih kamu muncul maksudnya?” sindir Andin. “Pokoknya hari Sabtu jangan ke mana-mana, tunggu Papa Mama jemput kamu. Mama pulang dulu, ya,” pamitnya mengelus pelan lengan putranya. “Y-yaudah. Mama pulang, gih. Hati-hati, ya,” ucap Asra. Ia mengawasi dari depan pintu sampai ibunya masuk ke dalam lift. Asra lalu masuk ke kamarnya, melompat ke ranjang dan mengambil ponselnya yang ada di nakas. “Yes!” serunya senang setelah melihat sebuah notifikasi dari aplikasi baca Dreame muncul di layar kuncinya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.8K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook