2. Pujaan Hati

1245 Words
Masa sekarang Seorang lelaki dewasa tampan tampak beberapa kali menengadahkan wajahnya ke langit di siang hari itu. Dia baru saja bertemu teman lamanya di tempat makan yang terletak di belakang gedung perkantoran. Dengan alasan kepraktisan dan waktu yang terbatas, mereka janjian untuk bertemu di sekitar lokasi gedung pencakar langit di mana kantornya berada. Hanya saja, saat temannya berpamitan, mendadak turun berkah dari langit. Hujan turun dengan derasnya di siang hari itu, mencurahkan segala keberkahan bagi bumi dan penghuninya. Sayangnya ada juga manusia yang malah mengomel saat hujan turun. Tidakkah mereka tahu, dengan turunnya hujan, maka bumi tempatnya berpijak akan mendapatkan air untuk menyuburkan tanah? Tanah yang subur maka tanaman juga akan tumbuh subur menghijau, memberikan makanan bagi hewan herbivora yang akan dimakan karnivora dan dan omnivora, termasuk manusia. Lihatlah, betapa harusnya manusia dan makhluk hidup itu bersyukur atas keberkahan hujan yang membasahi bumi. Tapi hal itu tidak terjadi pada si lelaki tampan yang terus merasa gelisah, berkali-kali melihat jam yang ada di pergelangan tangan kekarnya dan menengadah ke langit, coba menakar kapan kira-kira hujan akan berhenti, atau setidaknya akan mereda. Hingga dia bisa nekat berlari menembus hujan agar bisa segera kembali ke kantor untuk menyelesaikan segala pekerjaan yang jadi tertunda. Sebenarnya jarak dari situ ke gedung kantornya tidak terlalu jauh, tapi air sudah menggenang dan hujan masih turun. Dia berpikir akan menunggu sekira sepuluh menit lagi. Ditunggunya dengan gelisah, tampaknya hujan mulai sedikit mereda.  Tapi kegelisahan itu tidak tampak menular ke seorang gadis yang berdiri di sebelahnya dengan kikuk. Senyum sendiri sedari tadi, tanpa disadari oleh si lelaki tampan yang menyita perhatian si gadis sedari tadi. Gadis bertubuh tinggi itu memegang payung yang dibawanya semakin erat, tampak meragu, ingin menawarkan mungkinkah si lelaki tampan itu mau berbagi payung yang sama dengannya untuk kembali ke gedung. Hei... mereka berada di gedung yang sama, namun di lantai yang berbeda dan perusahaan yang berbeda. "Ehem..." Gadis tinggi itu berdehem, coba menarik perhatian si lelaki tampan yang tampak semakin gelisah karena hujan yang tak kunjung mereda. Lelaki itu menolehkan kepalanya ke arah sumber deheman. Keningnya berkerut melihat ada seorang gadis tinggi yang melihat ke arahnya dengan ragu dan kikuk, sesekali menunduk dan mencuri pandang ke arahnya. Gadis yang aneh. Dia yang berdehem barusan kan? Maksudnya apa ya? Apakah aku kenal dia? Tampaknya tidak kenal, tapi sepertinya aku pernah melihat wajahnya. Di mana ya? Aah biarkan saja, mungkin salah satu penggemarku atau Daniel. "Ada apa mbak?" Aku lagi bingung gini, jangan sampai ini hanyalah akal-akalan si gadis ini untuk berkenalan denganku.  "Euum ini pak, silakan pakai." Tangan gadis itu terulur, beserta sebuah payung bermotif polkadot hijau.  "Apa ini? Aku tahu ini payung, tapi maksudnya apa? Untuk apa? Untukku?" Tanya si lelaki tampan itu dengan bingung. "Iya pak, silakan bapak pakai. Maaf, dari tadi saya melihat bapak tampak gelisah menunggu hujan reda. Jadi bapak silakan pakai payung saya saja."  Lelaki itu melihat payung motif polkadot hijau yang sekarang sudah berpindah tempat di tangannya, dan ke arah si gadis. Setelah beberapa saat mencerna, dia tahu apa maksud si gadis tinggi itu. "Ooh begitu. Wah terima kasih mbak, tahu saja saya memang butuh payung untuk segera bisa kembali ke kantor." Kemudian dia membuka payung itu, sebenarnya ukuran payung itu hanya cukup untuk satu orang saja. Tapi tentu saja dia tidak mungkin meninggalkan si empunya payung sendirian di situ kan? Sungguh kurang ajar jika dia berbuat seperti itu.  "Ayok mbak, barengan saya, sepayung berdua. Lumayanlah yang penting kepala kita gak kebasahan." Ajaknya sopan. Tapi gadis itu malah menggelengkan kepalanya. Menolak dengan halus, membuat si lelaki tampan itu bingung. "Terima kasih. Tapi itu untuk bapak. Payungnya hanya muat untuk bapak." Jawabnya sambil tersenyum, menampilkan gigi gingsul dan lesung pipi yang dalam. Sedetik, si lelaki tampan itu terpesona melihat senyum super manis itu. "Loh kamu sendiri gimana? Masa yang punya payung malah mau hujan-hujanan." "Gak papa pak, saya akan tunggu sebentar lagi di sini. Mungkin hujan bisa mereda jadi saya nanti bisa menerobos hujan." Kembali si gadis itu tersenyum. "Heem... ini payungmu nona, kita bisa barengan kok pakai payung ini. Hujan sudah sedikit reda tinggal angin nih. Eeh tapi saya lupa tanya, apakah kita berada di satu gedung yang sama?" Tanya si lelaki itu, baru teringat akan hal penting, apakah mereka di satu gedung yang sama hingga bisa berbagi payung. "Iya pak, kita di satu gedung sama. Saya di lantai 27."  "Lantai 27? PT Sindhu Sejati?"  "Iya pak." "Aku ada teman di situ, Mya. Kamu kenal?" "Iya pak, kenal." Gak cuma kenal, tapi kami sepupu jauh.  "Wah kalau begitu tolong sampaikan salam dariku ya, dari Randu." "Iya pak, nanti akan saya sampaikan." Kembali si gadis tinggi itu tersenyum. "Ini hujan sudah sedikit reda, barengan sama saya saja yuk, kita satu payung berdua bisa sepertinya. Ya, sedikit basah deh tapi lumayanlah." Ajak si lelaki tampan yang bernama Randu, ke gadis di sebelahnya.  "Mari..." Tangan Randu terulur ke si gadis, yang dia lupa tanya siapa namanya. Terlihat pipi si gadis memerah, kemudian dia membalas uluran tangan itu, agar bisa menapaki tangga yang hanya ada tiga undakan saja. Sungguh lelaki yang berjiwa gentle.  "Ah saya lupa tanya namamu. Sepertinya kita juga belum berkenalan kan. Kenalkan saya Randu."  Saya tahu kok. Sayangnya kamu melupakanku. Padahal kan kita dulu pernah beberapa kali bertemu. "Saya Sonja." Kembali senyum maut dilepaskan Sonja, membuat untuk kedua kalinya Randu terpesona. "Sonja? Nama yang unik."  "Iya, gabungan dari nama ibu dan bapak saya." Duh kenapa juga sih aku nerangin hal itu. Gak penting juga kali buat Randu untuk tahu itu.  Mereka berdua berjalan beriringan di bawah rintik hujan yang masih cukup deras. Sesekali angin menerpa, membasahi kemeja yang dikenakan mereka berdua. Randu menelan ludah, saat melihat kemeja putih Sonja yang basah memperlihatkan bra berwarna hitam. Walaupun gadis di sebelahnya ini berwajah biasa saja, tidak yang cantik banget apalagi jika dibandingkan dengan Debby, kekasihnya, tapi tetap saja dia lelaki normal yang tentu saja akan menelah ludahnya melihat tubuh seorang perempuan yang seharusnya memang harus ditutupi, tidak terlihat oleh lelaki. Sonja sendiri tidak tahu apa yang ada di pikiran Randu. Dia terlalu bahagia karena baru kali ini, selama dua puluh tiga tahun umurnya, dia jalan bersama sang pujaan hati. Sungguh jika dia bisa bersorak, dia tidak hanya akan bersorak, tapi mungkin juga akan berguling-guling karena terlalu bahagia.  "Sonja, kita ke mobilku sebentar ya, ada sesuatu yang harus kuambil. Kebetulan aku parkir di samping gedung kok." Pinta Randu. "Eeh iya pak." Berdua mereka menuju lokasi parkir mobil Randu. Randu memberikan payung kepada Sonja agar dia bisa mengambil sesuatu. Ternyata sebuah sweater berwarna biru dongker. Randu tersenyum saat akhirnya berhasil mengambil sweater itu. Kemudian dengan tiba-tiba dia memberikan sweater itu kepada Sonja. Tentu saja membuat si gadis tinggi itu terkaget-kaget. "Apa ini pak?" Sonja sudah melipat payung polkadotnya, bahkan tadi dia sudah dia ketuk-ketuk payungnya agar bulir air yang ada di payung sebagian terjatuh. "Kamu pakai ya Sonja, agar tubuhmu bisa hangat. Dan kemejamu itu tidak menarik mata lelaki nakal untuk melihat apa yang ada di dalamnya." Jawab Randu dengan kalem, tersenyum tanpa bermaksud melecehkan. Sonja melihat ke arah dadanya, segera saja dengan kikuk menutupi dadanya dengan sweater yang diterikan Randu. "Ma.. maaf, sa... saya tidak tahu kalau kemeja saya basah." "Tidak apa-apa, makanya kamu pakai saja sweaterku ya."  Sonja langsung saja memakai sweater itu di hadapan Randu dengan panik, membuat Randu tersenyum melihat kehebohan dan kepanikan Sonja. Gadis yang aneh, dan kikuk. Entah kenapa aku merasa pernah melihatnya. Tapi di mana? Haruum banget khas lelaki. Bolehkah aku memiliki sweater ini? Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam? Dapat hal membahagiakan seperti ini. *** Tanpa Sonja tahu, bahwa kelak dia akan mampu untuk menjadi kekasih si pemilik sweater itu. Tapi perjuangannya begitu berat. Dia bukanlah gadis idaman Randu. Dia bukanlah saingan Debby, kekasih Randu yang cantik jelita. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apa yang menjadikan Sonja bisa bersama Randu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD