2. Siput Cantik

2062 Words
Lebih cepat lebih baik menjadi motto Krisna yang membuatnya terjaga dini hari itu. Ia mengetik e-mail pengunduran dirinya dari Rumah Sakit Cinta Sejati. Kebetulan kakak angkatannya sudah lama menawarkan lowongan dokter umum di sebuah LSM yang akan menugaskan tenaga kesehatan ke daerah terpencil dan ia memutuskan mengambil tugas itu. Bekerja di Rumah Sakit Cinta Sejati tidaklah buruk. Itu rumah sakit yang sangat modern dan terpercaya. Banyak dokter ternama praktik di tempat itu. Pekerjaannya juga tidak bermasalah, hanya saja minatnya tiba-tiba memudar saat yang dibahas rekan sejawatnya di sana selalu bagaimana caranya mencapai posisi atau jabatan bergengsi di rumah sakit tersebut. Setiap hari mereka hanya memikirkan meningkatkan karier, berlomba-lomba menangani pasien yang berasal dari kalangan atas atau penyakit yang memerlukan penelitian serta penanganan khusus. Seolah mereka lupa untuk apa dahulu mereka disumpah. Selain itu, teman-teman dalam lingkaran pergaulannya juga melakukan hal serupa. Pembicaraan mereka seputar bagaimana caranya supaya lebih kaya, lebih terkenal, lebih sukses, lebih mentereng, agar selalu ada yang dipamerkan. Mulai dari karier, rumah apartemen, kendaraan, pasangan hidup, kekasih, sampai nilai investasi dan besaran nominal di rekening tabungan. Itu menjadi sebuah kompetisi tiada akhir. Lingkaran egoisme tanpa jeda. Membutakan hati nurani. Menimbulkan anxiety, depresi, dan segudang bentuk gangguan jiwa lainnya. Itu membuat kepala rasanya mau pecah dan kau tidak akan bisa tidur nyenyak. Sekarang menjadi jelas dalam benak Krisna, bahwa yang dibutuhkannya adalah meninggalkan semua itu, termasuk meninggalkan orang tua yang mengontrol seluruh hidupnya. Ia adalah kebanggaan mereka sebagai anak laki-laki dalam keluarga. Meskipun ia memiliki seorang kakak perempuan yang sukses mengelola perusahaan, tetap saja tidak sama dengan anak laki-laki. Ia yang diharapkan membawa nama besar dan meneruskan garis keturunan keluarga Adimulya. Sangat kolot dan patriarkis. Ya, ia akan pergi dari lingkungan toksik itu dan menjalani hari-hari sebagaimana yang diinginkannya. Tidak ada seorang pun yang akan mendiktenya. Ia tidak akan mengejar posisi direktur rumah sakit. Ia juga tidak akan menikah dengan gadis pilihan orang tuanya. Tidak. Ia tidak akan mau. Ia tidak bisa menatap Paula dan berpikir menggaulinya. Tidak sedetik pun. Dan begitu Paula mengatakan ia harus pergi ke tempat baru, inilah saatnya. Ia akan keluar dari zona amannya. Sebenarnya, Paula menjadi ragu dengan ucapannya sendiri. Ia ingin yang terbaik untuk Krisna, akan tetapi jika itu membuat Krisna jauh darinya ... itu bukan hal yang menyenangkan untuk dijalani. Hal itu membuat Paula menelepon Wirya Adimulya, ayah Krisna, dan memberitahukan rencana Krisna lebih dulu dari pria itu. Wirya tidak terkejut lagi ketika pagi hari Krisna mengutarakan niatnya berhenti dari Rumah Sakit Cinta Sejati. Namun, ia tetap marah. "Apa-apaan kamu, Krisna? Apa kau sudah hilang akal sehat?" hardik Wirya yang masih terlihat prima di usianya yang kepala 5. "Tidak, Ayah. Justru aku melakukan ini demi kesehatan mentalku. Aku yakin Paula sudah menjelaskan apa yang terjadi padaku belakangan ini. Aku perlu penyegaran, Ayah." "Kalau kau perlu penyegaran dalam hidupmu, menikahlah dengan Paula dan hasilkan keturunan. Percayalah, kau akan tahu betapa berbedanya hidupmu setelah itu." Krisna menghela napas dalam, berusaha mendinginkan kepala agar tidak terjadi perdebatan yang memperkeruh suasana. "Ayah, jika kau menginginkan aku dan Paula bahagia, beri kami kesempatan melakukan apa yang ingin kami lakukan sebelum terikat dalam pernikahan." Wirya selalu punya petuah yang tak bisa dibantah Krisna. "Kebahagiaan anak ada pada ridho orang tuanya. Jika kau melakukan apa yang disuruh orang tuamu, maka sudah pasti kau akan bahagia!" "Oh, Ayah!" Krisna berseloroh menahan kesal. Pagi itu, Paula datang ke rumah Krisna dan melihat perdebatan mereka. Itu pertama kalinya Paula melihat Krisna melakukan sesuatu yang berlawanan dengan keinginan ayahnya. Paula merasa jika ia wanita yang layak untuk menjadi istri Krisna, maka ia haruslah menjadi pendukung utama calon suaminya itu. "Paula setuju dengan Krisna, Om," selanya tiba-tiba, membuat Krisna terkejut atas kehadiran Paula. Wirya menatap gadis cantik jelita itu dengan mata terpicing. "Jadi, kau siap jika Krisna meninggalkanmu?" Paula menyunggingkan senyum tulusnya. "Paula percaya kalau memang jodoh, tidak akan ke mana. Kalau Krisna merasa panggilan jiwanya melayani masyarakat, maka biarlah demikian, saya akan mendukungnya. Lagi pula, saya juga ingin mengambil spesialis, Om. Jadi, saya rasa setahun dua tahun ini kami fokus pada karier dulu, tidak akan jadi masalah." Wirya mendeham berpikir keras. Yunita, istrinya, mendekati serta berusaha menenangkannya. "Dengarkanlah apa pendapat anak-anak, Mas. Jika itu yang Krisna inginkan, izinkan sajalah daripada ia penasaran. Toh kalau ada apa-apa, ia akan kembali dan Mas juga yang turun tangan." Lihat 'kan? Ayah dan Ibu masih menganggapmu seperti anak kecil. Krisna ingin sekali membantah ucapan ibunya. Ia sudah dewasa dan bisa bertanggung jawab atas semua tindakannya. Namun, genggaman tangan Paula membuatnya terhenyak. Ia tatap gadis itu dan Paula balas dengan menggeleng, memberinya isyarat agar ia diam saja. Tindakan tersebut memang tepat. Wirya mengangguk-angguk penuh persetujuan. Ucapan istrinya ada benarnya. Krisna perlu mendapat pelajaran langsung dari hidup. Ia berujar pada anak bungsunya itu. "Ya sudah, kalau itu maumu, Ayah persilakan kau memilih kerja sesuai keinginanmu, tapi hanya sampai Paula menyelesaikan spesialisnya. Setelah itu kau kembali ke sini, menikah, dan ambil spesialismu juga." Mungkin sekitar setahun atau dua. Ia punya cukup waktu membuktikan keputusannya tidak salah dan sekalian membatalkan rencana pertunangannya dengan Paula. Daripada dilarang sama sekali. Krisna pun menyanggupi persyaratan ayahnya. "Ya, Ayah. Aku akan melakukan sesuai yang Ayah sebutkan." Wirya menautkan tangan di belakang sambil melengos meninggalkan ruangan. "Kita lihat sampai mana kau mampu bertahan dengan keputusanmu. Aku harap kau tidak menyesal, anak muda!" "Mas!" desah Yunita sambil mengiringi suaminya ke ruangan lain. Krisna sangat dongkol dengan sikap ayahnya. Hanya karena ada Paula, ia bisa menahan diri. Gadis itu berceloteh, "Nah, kau dengar apa kata Om tadi, Kris? Kau bisa melakukan yang kau inginkan. Selamat ya, semoga sukses!" "Ya, Paula, terima kasih," sahut Krisna. "Yang kau lakukan untukku sangat berarti. Aku tidak akan melupakannya." Paula mengayun lengan Krisna yang lama digenggamnya. "Ah, itu bukan apa-apa. Kau akan melakukan hal yang sama jika aku berada di posisimu." "Ya, kau benar." Krisna merangkul Paula menuju keluar rumah. "Apa kau sudah sarapan?" tanyanya. "Belum." "Ayo, kutraktir kau sekalian kuantar ke rumah sakit." "Thank you, Kris. Baik sekali kamu," goda Paula sambil mereka tertawa-tawa memasuki mobil jenis SUV milik Krisna. "Jadi, mulai hari ini kau berhenti kerja?" gumam Paula. "Aku sudah mengirimkan surat pengunduran diriku, jadi, ya, aku berhenti kerja. Aku pengangguran sekarang." "Tapi kau terlihat bahagia. Bagus untukmu, Kris," puji Paula. Krisna tertawa lepas membuat suara baritonnya terdengar sangat menenangkan. Paula merasa ia akan sangat merindukan suara itu. *** Seminggu setelah menganggur, semua berkas beres, tiba saatnya ia pergi dari rumah orang tuanya di kawasan elit Jakarta Selatan. Krisna meninggalkan rumah membawa tas ransel besar berisi pakaian, peralatan gadget serta peralatan darurat dan P3K, tak ketinggalan air mineral, selusin KitKat dan Milo Choco Bar sebagai pertolongan pertama pada keadaan lapar. Ia menunggu di emperan kereta yang akan tiba pukul 21.30. Stasiun lengang, hanya terlihat beberapa calon penumpang duduk-duduk di bangku, seorang petugas loket, dan seorang satpam yang berpatroli. Krisna duduk bersandar ke ranselnya, sebelah kaki bertumpu ke bangku di depannya, senyum-senyum sendiri sambil sibuk berbalas pesan di ponselnya. Banyak kenalan menanyakan tujuan kepergiannya dan kenapa ia berhenti dari rumah sakit. Tidak ada kendala meninggalkan Rumah Sakit Cinta Sejati, sama seperti ketika awal mula ia bekerja di sana. Semua karena koneksi orang tuanya. Kebetulan sekali, hidupnya selalu dipermudah seperti itu. Ia tidak pernah berusaha keras untuk meraih apa pun. Jadi, kepergiannya ke Surabaya kali ini menjadi langkah awal membuka lembaran baru hidupnya. Saat asyik memainkan ponsel, Krisna menyadari suasana menjadi semakin senyap. Ditambah angin kencang berembus terasa sangat dingin karena membawa tetesan air. Terdengar geluduk petir di kejauhan. Krisna menoleh ke langit dan melihat cahaya kilat sehingga tampak awan tebal gelap bergelayut. Dua orang muda mudi yang duduk di depannya juga terusik oleh perubahan cuaca. "Sepertinya bakalan hujan," gumam Krisna lalu menaikkan ritsleting jaket pendaki yang dikenakannya. Ia kembali fokus pada ponselnya lagi, mengabaikan sepasang calon penumpang yang beranjak dari kursi mereka. Kedua orang itu meninggalkan botol air mineral bekas minum serta kotak bekas makanan mereka begitu saja di bangku, membuat Krisna mendengkus sebal. "Huff! Membuang sampah ke tempatnya saja mereka tidak mampu. Dasar sembrono." Di antara rasa kesal dan tidak mau tahu itu, Krisna tak melihat seorang pun di sekitarnya, sehingga ia kembali ke ponselnya. Namun, ketika hendak menunduk, ujung matanya melihat di deretan bangku di seberangnya, sosok hitam pekat muncul berdiri tegak lalu berjalan ke arahnya. Lebih seperti melayang daripada berjalan karena kain hitam yang menyelubungi sosok itu berkibar di tiup angin. Tidak terlukiskan betapa terkejutnya Krisna berhadapan dengan sosok itu. Otaknya menyuruh berteriak dan melompat, akan tetapi tubuhnya tidak bereaksi kecuali seperti di film horor. Wajah pucat pasi dengan sepasang mata terbelalak. Badan kaku terpaku ke bangku. Mau bersuara pun jadi tercekat. Sosok itu tidak terlalu tinggi, juga tidak besar. Ia tidak bersuara apa pun. Hanya bergerak membungkuk mengambil bekas makanan dan minuman di bangku di depan Krisna, lalu berbalik dan melayang kembali ke tempatnya berasal. Sosok itu duduk di sana, membuka botol berisi sisa air mineral lalu terlihat ia menyibak kain penyelubungnya dan minum sembunyi-sembunyi. Ia melakukan hal yang sama pada kotak makanan yang rupanya masih ada sisa sepotong martabak manis isi keju cokelat s**u. Krisna menyadari bahwa itu orang sungguhan yang mungkin menggelandang atau apalah, sangat kelaparan sehingga memungut sisa makanan orang. Sosok itu benar-benar seperti penampakan makhluk halus. Krisna memicingkan mata mengamati sosok berjubah hitam itu sambil secara sembunyi-sembunyi merekam dengan kamera ponselnya. Sosok berselubung itu membawa bekas ke tempat sampah. Namun, bukan hanya membuang sampah, ia juga mengais-ngais isi bak sampah dan begitu ada sisa air kemasan atau kue, ia memakannya. Krisna meringis jijik serta rasa mual mau muntah. Tidak ada lagi yang bisa dimakannya, sosok itu kembali ke bangkunya. Angin kencang berembus lagi, menerbangkan sampah-sampah yang berserakan, serta menjatuhkan banner pengumuman. Angin itu juga tiba-tiba menyibak kain hitam yang menyelubungi sosok itu sehingga tampaklah wajah ayu seorang gadis dan rambutnya yang panjang ikal berantakan. Krisna terpana, merasa pernah melihat sosok gadis serupa. Teringat ia pernah menonton adegan sebuah film animasi di mana tokohnya adalah seorang gadis yang memiliki rambut merah ikal berantakan. Rambutnya sangat liar, keriting kecil-kecil yang saling melilit. Ia pernah menontonnya bersama Paula sewaktu masih anak-anak. "Ah!" Gadis itu berseru pendek karena terperanjat, berusaha mengenakan pasminanya seperti sedia kala, yang agak kerepotan karena tekstur rambutnya. Ia kembali menyelubungi diri, lalu meringkuk sedalam mungkin sehingga sekilas ia terlihat seperti buntelan kain berisi pakaian bekas. Krisna tercenung sesaat setelah penampakan yang dilihatnya. Gadis itu terlalu bersih untuk seorang gelandangan, juga terlalu janggal jika ia bepergian seorang diri tanpa membawa apa pun kecuali pakaian yang melekat di badan. "Uh!" Krisna mencibir diri sendiri kenapa ia mesti memikirkan orang lain, padahal bisa saja gadis itu memang mangkal di stasiun atau mungkin rumahnya di sekitar sini atau ia menunggu ayah atau suaminya selesai bekerja di stasiun. Krisna mengutak atik ponsel berniat menghapus rekaman video tadi. Itu bukan hal penting, menarik, atau unik pun. Tapi ia makan dari sampah, batinnya bicara. Apakah ia tidak punya uang sepeser pun untuk membeli makanan? Ia pasti sangat kelaparan dan tidak tahu lagi harus berbuat apa. Krisna tidak bisa berkompromi dengan rasa iba kali ini. Ia merogoh saku tas ranselnya mengambil sebungkus KitKat lalu ia mendatangi sosok berselubung hitam itu. "Hei," seru Krisna akan tetapi gadis itu bergeming bak siput dalam cangkang. "Aku ingin memberimu sesuatu yang bisa kau makan," lanjut Krisna. Tidak ada sahutan, akan tetapi gadis itu mengintip dari sela pasmina. Mata gadis itu punya warna iris yang unik, membuat Krisna sekali lagi terkesima. Warna amber atau oranye kecoklatan. Warna tersebut warna mata yang cukup langka. Warna amber terbentuk karena adanya pigmen bernama lipochrome pada iris mata yang menghasilkan warna tembaga. Mata itu melirik pada KitKat-nya. Krisna menyodorkan snack itu, akan tetapi baru setengah jalan, gadis itu mengambilnya dengan kasar lalu menyembunyikannya dalam ringkukan tubuhnya. Gadis itu kembali menutup diri seperti siput masuk lagi ke dalam cangkang, bahkan lebih rapat dari sebelumnya. Krisna menunggu, akan tetapi tidak ada sepatah kata pun didengarnya dari gadis itu. Tidak ada ucapan terima kasih atau pun ucapan enyahlah. Ia benar-benar diabaikan seperti emas yang hanyut di sungai. "Baiklah ...." Krisna menarik napas dalam berusaha menyabarkan diri. "Aku akan kembali ke bangkuku. Kau bisa bicara padaku jika ada lagi yang kau butuhkan." Tetap saja tidak ada sahutan. Krisna balik ke bangkunya dengan perasaan dongkol. Ia menghunuskan tatapan tajam pada siput raksasa di seberangnya. "Benar-benar tidak tahu terima kasih!" rutuknya. Krisna jadi tidak sabar menunggu keretanya datang. Agar ia segera pergi dan tidak bertemu lagi dengan makhluk tak tahu diri seperti manusia siput itu. (18062022) *** Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD