Ellen menatap sebuah ponsel di tangannya, itu adalah ponsel Alisa. Ia membuka buka beberapa aplikasi disana terutama aplikasi chat, tapi nihil, tidak ada jejak apapun disana, chat ataupun telepon, bahkan tidak ada satupun kontak di ponsel Alisa.
Ellen tidak tahu kenapa semua itu terjadi karena yang ia tahu, kakaknya itu gadis yang supel dan banyak teman, ia juga mudah bergaul, beda dengan dirinya yang tidak terlalu suka beramah taman dengan orang.
Ellen ingin mencari petunjuk tentang apa yang terjadi, bagaimana bisa kakak kesayangannya yang ceria bisa berubah 180 derajat menjadi pribadi yang murung bahkan terlihat tertekan. Ellen ingin tahu apa yang membuat Alisa tertekan agar mudah untuk memberikan pengobatan yang tepat.
Ellen meletakkan ponsel Alisa di meja nakas kamarnya, ia kemudian berdiri dan keluar kamar, Ellen masuk dalam kamar Alisa, ia tak melihat Alisa karena jam pagi seperti ini Alisa akan diajak jalan jalan di taman belakang rumah oleh art. Orang bilang alam akan membuat seseorang tenang dan mempercepat proses penyembuhan, Ellen kemudian berjalan menuju meja nakas kamar Alisa dan membuka lacinya.
Ellen tak menemukan apapun, hanya sebuah kartu akses apartemen.
“Kartu akses apartemen? Apakah kak Alisa membeli apartemen? Tapi apartemen dimana?” gumam Ellen. Ellen kemudian berdiri dan memeriksa kamar Alisa, dari lemari pakaian hingga meja rias Alisa tak luput dari pemeriksaan Ellen.
Tapi tetap saja ia tidak menemukan apapun, tidak ada petunjuk tentang apa yang menimpa Alisa hingga menjadi seperti ini, Ellen akan keluar dari kamar Alisa tapi tiba tiba anting yang ia pakai terjatuh.
“Ck… kenapa jatuh sih antingnya,” gerutu Ellen kemudian berlutut mengambil antingnya tapi matanya kemudian tertumbuk pada televisi yang berada di dinding tak jauh dari tempatnya berlutut, posisi televisi itu agak miring dan Ellen tidak suka jika ada benda yang tidak sesuai penempatannya.
Ellen kemudian berdiri dan berjalan mendekati televisi yang menempel di dinding, tangannya bergerak dan membenarkan posisi TV tersebut tapi ada sesuatu yang jatuh dari balik televisi itu. Ellen menatap benda yang jatuh dari balik televisi itu, sebuah agenda.
Ellen mengambil agenda tersebut dan membukanya, ia melangkah menuju ranjang dan membaca buku agenda itu. itu adalah agenda kerja Alisa saat bekerja. Ellen memang tidak tahu di perusahaan mana Alisa bekerja, karena Alisa hanya mengatakan jika ia bekerja di perusahaan bergengsi di Jakarta yang memiliki banyak cabang di luar negeri.
Ellen membuka setiap halaman dan membacanya, hanya agenda pekerjaan biasa, tapi ada yang sama di setiap halaman, ada inisial huruf yang sama dan Alisa memberikan bentuk hati di inisial tersebut.
“RKD? Apa RKD itu?” gumam Ellen. Ellen berpikir keras, hingga pintu kamar Alisa terbuka menampakkan Alisa yang masuk bersama ART.
“Non Ellen disini?” tanya ART yang membawa Alisa masuk, tatapan Alisa kosong, ia hanya menurut saja saat art rumahnya membawanya masuk dalam kamar dan mendudukkannya di tepi ranjang.
“Bibik boleh keluar, saya mau bicara sama kak Alisa,” ucap Ellen.
“Tapi non Ellen…”
“Tapi kenapa bik?”
“I… itu…”
“Sudahlah bibik kembali saja ke tugas bibi, biar kak Alisa sama saya,” tambah Ellen, mau tidak mau art itu mengikuti keinginan Ellen, Ellen kemudian berjalan mendekati Alisa, ia membawa buku agenda itu dan duduk di samping Alisa.
“Kak… kak Alisa tahu kan siapa aku?” tanya Ellen.
“El… Len…”
“Benar, aku adik kesayanganmu kak.”
Alisa kemudian memeluk Ellen, Ellen menepuk punggung Alisa, ia mengurai pelukan Alisa.
“Boleh aku bertanya kak?”
Alisa mengangguk perlahan.
“Apa itu RKD kak? kepanjangan dari apa?”
“R….K…D…” gumam Alisa perlahan.
“Iya kak, Apa RKD?”
“Aaaaaaaa….”
Ellen terkejut karena tiba tiba Alisa berteriak histeris saat selesai mengucapkan kata RKD.
“Tidaaaaaaak…” Alisa kembali berteriak.
“Tenang kak, kakak kenapa?”
“Pergiiiiii…” pekik Alisa lagi.
“Kak tenang kak, ada apa kak?” tanya Ellen bingung.
“Kamu jahat…. Pergiiiiii.”
“Ada apa non Ellen?” art yang tadi bersama Alisa kembali masuk dalam kamar Alisa.
“Entahlah bik, tiba tiba saja kak Alisa berteriak histeris,” ucap Ellen.
“Biar saya panggil dokter.”
Ellen duduk diam, dihadapannya duduk pak Tyo dan bu Alena.
“Apa yang terjadi El? kenapa Alisa bisa histeris dan harus dipanggilkan dokter?” tanya pak Tyo menatap Ellen.
“Ellen juga tidak tahu pa, tadi Ellen hanya bertanya pada kak Alisa apa itu RKD.”
“RKD?”
“Iya pa ma, Ellen menemukan buku agenda di kamar kak Alisa dan setiap halaman ada inisial RKD yang diberikan symbol hati, apa mungkin itu nama seorang pria? By the way kak Alisa bekerja di perusahaan apa? karena selama ini dia tidak pernah mengatakan apa apa.”
“Alisa bekerja di Danuarga group, kantor pusat di Sora building.”
“Danuarga group?”
“Iya, gedung Sora juga milik mereka.”
“Gedung Sora, Danuarga group, RKD…”
“Apa yang kamu pikirkan Ellen?”
“Entahlah pa, Ellen rasa apa yang terjadi pada kak Alisa berhubungan dengan 3 kata ini, mungkinkah RKD inisial nama seseorang?”
“Apa yang akan kamu lakukan El?” tanya pak Tyo.
“Ellen akan bergabung dengan Danuarga group pa, Ellen akan menyelidiki penyebab kak Alisa jadi seperti ini.”
“Memangnya setelah tahu, apa yang akan kamu lakukan?”
“Ellen akan menuntut kalau mungkin Ellen akan memintanya bertanggung jawab akan keadaan kan Alisa.”
“Kamu yakin El?” tanya pak Tyo, “kamu jangan gegabah.”
“Papa tenang saja, Ellen tidak akan melibatkan papa, Ellen janji akan menjaga nama baik papa.”
“Papa percaya El, tapi bukankah ini sangat beresiko sayang?”
“Demi kak Alisa pa, Ellen rela melakukan apapun, Ellen ingin kak Alisa kembali seperti kak Alisa yang dulu, yang ceria dan membawa kebahagiaan pada kita.”
“Kamu hati hati El.”
“Pasti pa.”
Oooo---oooO
Ellen berdiri di depan gedung Sora, gedung milik Danuarga group. Ellen berencana untuk bekerja di perusahaan ini dan mencari tahu tentang apa dan siapa yang menyebabkan kakaknya depresi. Untungnya beberapa hari lalu Ellen melihat di laman web jika Danuarga group membutuhkan beberapa staf dan kepala divisi, hal ini dimanfaatkan Ellen untuk apply dan hari ini adalah jadwal Ellen melakukan interview kerja setelah mengirimkan berkas CV nya melalui email perusahaan.
Dengan langkah yakin, Ellen berjalan memasuki gedung, pintu terbuka otomatis, Ellen masuk dalam lobby gedung, lobby terlihat luas, ia melihat empat lift di ujung, beberapa sofa set untuk ruang tunggu dan beberapa tanaman hiasan menambah asri lobby gedung.
Ellen kemudian berjalan mendekati resepsionis.
“Selamat pagi,” sapa Ellen.
“Selamat pagi nona, apa yang bisa saya bantu?” tanya seorang gadis muda.
Ellen tersenyum, “Hai, aku Ellen, aku ada interview pekerjaan jam Sembilan,” jawab Ellen. Ia melirik jam tangannya yang masih menunjukkan pukul setengah Sembilan pagi, ia datang lebih awal, ia ingin menunjukkan jika ia adalah orang yang ontime.
“Baiklah nona Ellen, saya sudah diberitahu tentang interview hari ini, interview akan dilakukan jam Sembilan tepat di lantai lima, silahkan tunggu di lobby dan naik lima belas menit sebelum interview berlangsung, ini kartu visitors silahkan dipakai,” ucap gadis itu ramah.
Ellen mengangguk dan menyematkan kartu visitors di kantong blazer hitam yang ia pakai, hari ini ia memakai tanktop putih yang ia padukan dengan blazer hitam, ia juga memakai celana bahan warna broken white dan heels yang tidak terlalu tinggi berwarna hitam.
Ellen kemudian berjalan menuju sofa set untuk menunggu waktu karena ia terlalu awal datang, lima belas menit ia harus menunggu sebelum naik lift menuju lantai lima dimana interview berlangsung.
Ellen mengedarkan pandangannya ke penjuru lobby, mengawasi apakah ada orang yang harus ia curigai tapi ia merasa ini terlalu awal untuk curiga pada seseorang, ia harus mengenal orang orang di gedung ini dan juga mencari tahu tentang Alisa, itu akan mempermudah dirinya untuk mencari tahu yang sebenarnya terjadi pada Alisa.
Perhatian Alisa teralihkan oleh sosok pria yang berjalan dengan penuh wibawa, pria itu berjalan memasuki lobby dan masuk dalam lift.
“Siapa pria itu? sepertinya punya kedudukan penting disini karena setiap orang di lobby menyapanya dengan hormat,” gumam Ellen.
Lynagabrielangga.