2. Memulai

1154 Words
Lukman dan Lucky sudah sampai di sekolah. Lukman mematikan mesin motornya sembari menunggu Lucky turun dari motornya. “Bang!” Lucky menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan kakak sulungnya. “Jaga diri baek-baek! Jangan bikin Abang khawatir!” Lukman memberi nasihat pada Lucky, ketika Lucky mencium punggung tangan kakak sulungnya. “Iye, Bang! Suer, janji!” Lucky mengangkat dua jarinya karena berusaha meyakinkan Lukman. “Ye udeh sono gih! Masuk ke sekolah!” Lukman menolehkan kepalanya sebagai kode memerintahkan Lucky masuk ke sekolah. “Hehe ....” Lucky tersenyum malu pada kakak sulungnya sembari menengadahkan telapak tangan kanannya. “Ape?” Lukman pura-pura tidak mengerti maksud adik bungsunya. “Ye ... Kali aye minta ditimpuk, Bang? Minta fulus, Bang! Ampau! Cuan!” Lucky tersenyum sangat manis sembari merayu kakak sulungnya. Alis matanya ia naikkan beberapa kali sambil tersenyum malu. “Hmmm ... Ini! Sebagian Lu tabung, ye!” Lukman mengambil sebuah dompet lusuh berwarna hitam yang terbuat dari kulit imitasi. Lukman merogoh dompetnya dan memberi sejumlah uang saku untuk Lucky. “Nah ... Abang memang udeh paham betul sama maksud aye! Makasih, Bang! Ini, Bang helm-nye!” Lucky menyerahkan helm berwarna hitam yang sudah lusuh pada kakak sulungnya. Lalu mengantungi uang yang diberikan oleh kakak sulungnya dan bergegas memasuki gerbang sekolahannya. Lukman menatap ke arah Lucky sembari menggantungkan helm yang baru saja dipakai adik bungsunya pada salah satu setang motornya. Ia memastikan adik bungsunya memasuki sekolah. Dari kejauhan, Lucky tampak masuk ke dalam lobi sekolah. Sehingga Lukman kembali menyalakan mesin motornya dengan menggenjot kick starter berulang kali. Setelah mesin motornya menyala, tiba-tiba ia teringat masa lalu ketika Lukman diantar ayahnya berangkat ke sekolah. Masa-masa indah bersama ayah dan ibunya masih tersimpan rapi dalam hati dan ingatan Lukman, sebelum perasaan kecewa menggerogoti kenangan bersama ayahnya. Tak terasa mata Lukman mulai memanas dan air matanya terjatuh. Suara klakson mobil yang lewat membuat Lukman tersadar dari lamunannya. Ia bergegas mengusap kedua matanya menggunakan lengannya secara bergantian. Kemudian ia menarik napas panjang, pandangannya lurus ke depan, dan berusaha memantapkan hatinya untuk kembali berangkat bekerja. Namun bukan ke terminal seperti yang diketahui kedua adiknya, melainkan ke rumah Bos Ali yang berada di Jakarta Selatan. Selama ini Lukman tidak memberitahu pada kedua adiknya, tentang pekerjaan yang sebenarnya ia kerjakan. Lukman menutup-nutupi pekerjaannya, karena tidak ingin membuat khawatir kedua adiknya. Kedua adiknya hanya mengetahui jika Lukman bekerja sebagai security di terminal Kampung Rambutan. Sebab setiap kali Lukman berangkat bekerja, ia selalu mengenakan setelan seragam hitam seperti security pada umumnya. Tanpa ada curiga sama sekali, karena memang Lukman sudah terbiasa mengais rezeki di terminal Kampung Rambutan sejak dulu kala. Ia pernah bekerja menjadi buruh cuci piring di warung makan yang berada di dalam terminal, menjadi tukang semir sepatu, menjadi tukang parkir, segala yang bisa ia lakukan asalkan halal, pasti Lukman akan mengerjakannya demi kedua adiknya yang berharap banyak pada kakak mereka sembari menunggunya di rumah. Namun setelah ia mengenal salah satu jawara terminal, yang bernama Bang Jafar. Lukman diangkat menjadi anak buahnya. Bang Jafar adalah salah satu jawara di wilayah Kampung Rambutan. Masa lalu yang kelam membuatnya menjadi preman yang sekarang sudah bertobat. Ia melihat kerja keras Lukman selama ini. Sehingga ia ingin mengenal Lukman lebih jauh. Setelah mengenal Lukman, ia mengajari Lukman ilmu silat andalannya. Tujuannya agar Lukman bisa menjaga dirinya dari orang yang berniat jahat padanya, apa lagi harus menerjang kerasnya kehidupan terminal. Setelah sekian lama Lukman mengais rezeki di wilayah terminal, suatu hari ia mendapat tawaran pekerjaan dari Bang Jafar. Pekerjaan yang ditawarkan pada Lukman adalah menjadi seorang bodyguard yang mengawal ke mana pun majikannya pergi. Pekerjaan yang mempertaruhkan keselamatan pun Lukman akan jalani, karena melihat bayaran yang ditawarkan sangat menggiurkan. Sebab saat itu Lukman memang sedang membutuhkan banyak uang untuk membiayai sekolah kedua adiknya, terutama Wulan yang sebentar lagi akan masuk perguruan tinggi bersamaan dengan Lucky yang akan masuk SMA. Lukman menyetujui dan mengambil pekerjaan yang di tawarkan itu. Sejak saat itu, Lukman menjadi bodyguard seorang pengusaha muda bernama Ali Wibowo yang tinggal di bilangan Jakarta Selatan. Lukman kerap menyapa Ali Wibowo dengan sebutan Bos Ali. Pengusaha muda di bidang properti yang sudah lama dijalankan oleh perusahaan keluarganya. Hanya saja setelah Bos Ali lulus kuliah, ia diminta membantu ayahnya dan langsung menangani semua pekerjaan yang sudah dimandatkan padanya. Sehingga Bos Ali mencari pengawal pribadi untuk menjaganya ke mana pun ia pergi. Lukman sudah bekerja lumayan lama pada Bos Ali, sebelum Wulan dan Lucky mulai masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Sehingga Lukman sudah sangat mengenal bagaimana watak dan kebiasaan Bos Ali. Bos Ali adalah seorang pemuda yang usianya lebih muda 2 tahun dari Lukman. Perawakan yang gagah dengan senyuman manis membuatnya sering tebar pesona. Terlebih lagi statusnya sebagai pengusaha muda jaminan mutu. Membuat kehidupannya liar dan sering berganti teman kencan. Selain itu dunia bisnis yang ia jalankan tak terlepas dari tender. Persaingan tidak sehat menjadi salah satu alasan Bos Ali menyewa bodyguard yang Handal. Ternyata Lukman menerima tawaran dan lolos ujian menjadi bodyguard Bos Ali. Sehingga Lukman terpaksa berbohong pada kedua adiknya, bahwa sejak saat itu Lukman bekerja menjadi salah satu keamanan di terminal Kampung Rambutan. Seperti pagi ini, ia mengendarai motor tua yang selalu ia tunggangi menuju rumah Bos Ali. Setibanya di rumah mewah itu, Lukman memarkirkan motornya dan menunggu Bos Ali di pos satpam yang ada di dekat pintu gerbang. Tak lama kemudian Bos Ali muncul dari dalam rumah. Lukman dengan sigap berjalan menghampiri Bos Ali, lalu membukakan pintu mobil untuk Bos Ali. Mobil Mercedes-Benz mewah yang sangat nyaman. “Pagi, Bos!” Lukman tersenyum pada Bosnya. “Kamu, udah tahu jadwal hari ini?” Bos Ali menatap Lukman sebelum memasuki mobilnya. “Hari ini saya antar Bos ke kantor, mengantar Anda makan siang, dan sore ada meeting di luar kantor.” Lukman sudah mempelajari jadwal bosnya sebelum berangkat. “Bagus ... Hanya saja sepertinya meeting tender mega proyek ini akan memakan waktu lama... Mungkin nanti malam kita akan terlambat pulang.” Bos Ali memberitahu Lukman. “Siap, Bos!” Lukman menutup pintu mobil setelah majikannya masuk ke dalam mobil. Setelah itu Lukman duduk di kursi sebelah sopir. “Lukman, bagaimana dengan sekolah kedua adik Kamu?” Bos Ali belum pernah bertemu dengan kedua adik Lukman. Sebab Bos Ali hanya sering menanyakan kabar dan mendengar cerita mereka dari Lukman. “Alhamdulillah, Bos! Adik aye yang pertame udeh mulai ngerjain skripsi... Kalau adik aye yang bontot udeh kelas 3 SMA.” Lukman merasa sangat bangga dengan pencapaian ini. “Wah bagus dong ... Memangnya adik Kamu kuliah jurusan apa?” Bos Ali penasaran pada adik Lukman. “Calon sarjana hukum, Bos.” Sekali lagi Lukman bangga pada adiknya. “Kapan-kapan kenalin sama saya!” Bos Ali penasaran dengan Wulan. “Iye, Bos ....” Lukman kembali memikirkan kedua adiknya. Sebab ia sengaja menyembunyikan pekerjaannya selama ini. Mobil sedan bos Ali melesat dengan cepat. Hingga akhirnya mereka sampai di perkantoran tempat Bos Ali memimpin perusahaan. Lukman selalu siap menunggu di depan ruangan Bos Ali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD