Part 3

2035 Words
Eric sedang duduk diteras rumah memperhatikan anak anak yang sedang bermain dengan riang, ia teringat masa masa dirinya dulu di panti asuhan yang diasuh oleh bu Sari sebelum pindah disini. Kehidupannya sangat sulit karena panti asuhan dengan anak yatim piatu yang sangat banyak dengan pendanaan yang terbatas membuat penghuni panti hanya makan sehari dua kali tak jarang juga sehari sekali. Eric remaja yang masih SMP saat itu berinisiatif mencari pekerjaan sambilan untuk membantu bu Sari, tapi ia tetap bersekolah dengan tekun hingga selalu mendapatkan beasiswa sehingga bu Sari tak perlu Memikirkan biaya pendidikan Eric. Menilik kejadian di masa lalu membuat Eric selalu berusaha untuk memberikan gizi yang baik pada anak anak penghuni panti, ia ingin anak anak jadi orang sukses dengan pendidikan yang baik tidak sepertinya yang hanya tamatan SMK, ia yang memiliki hobby olahraga dan ke gym memberinya jalan ikut pelatihan menjadi bodyguard dan bertemu pak Edo. Eric melihat bu Sari berjalan tertatih memasuki rumah, baru beberapa langkah melewati pintu tubuh bu Sari ambruk dan pingsan. Eric melompat dari duduknya berlari menuju bu Sari yang tersungkur di lantai. "Bu..., bu Sari, bu Sari kenapa?" tanya Eric menepuk pipi bu Sari pelan untuk menyadarkan nya tapi bu Sari tak bereaksi, bu Siti yang keluar dari kamar mandi terkejut melihat bu Sari yanh tersungkur di lantai. "Ya Tuhan bu Sari, beliau kenapa Ric?" tanya bu Siti dengan wajah khawatir. "Tidak tahu bu tiba tiba bu Sari pingsan, wajah beliau pucat sekali. Kita bawa ke rumah sakit ya bu," ucap Eric yang dia angguki oleh bu Siti. Eric membopong tubuh bu Sari menuju mobilnya di sudut kiri rumah, anak anak yang sedang bermain dan melihat itu segera berlari mendekati mobil Eric. "Bu Sari kenapa kak Eric?" tanya salah satu anak itu. "Kakak tidak tahu, kalian jangan panik dulu biar kakak bawa bu Sari ke rumah sakit ya, doakan saja bu Sari baik baik saja," Eric bergegas naik ke mobil dan segera menyalakan mesin, ia lajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Ada sedikit kekhawatiran di wajah Eric, sejak kecil bu Sari lah yang merawat dirinya, orang yang paling ia sayangi didunia ini adalah bu Sari. Tiga puluh menit kemudian mobil Eric masuk ke dalam area parkir rumah sakit, ia hentikan mobilnya tepat di depan IGD. Eric bergegas keluar dan membopong tubuh bu Sari masuk ke dalam IGD dan minta dokter memeriksanya. Eric menunggu dengan wajah cemas, sepertinya ia sudah sangat lama menunggu tapi kenapa dokter belum Selesai memeriksa. "Keluarga bu Sari...," seorang perawat keluar dari ruang periksa, Eric segera berdiri dan mendekati perawat tersebut. "Saya anaknya," jawab Eric. "Silahkan masuk, dokter ingin bicara," pinta perawat meminta Eric masuk. Eric duduk dihadapan seorang dokter pria yang tadi memeriksa bi Sari. "Ada yang serius dengan ibu saya?" tanya Eric dengan wajah khawatir. "Anda sudah menduganya?" Eric bingung dengan ucapan dokter itu, ucapannya mengisyaratkan jika memang keadaan bu Sari tidak baik baik saja. "Ibu anda mengalami gagal ginjal," ucap dokter itu pelan tak terlalu keras tapi bagi Eric ucapan dokter itu bagai petir menggelegar yang menghancurkan hatinya. "Gagal ginjal?" "Benar mas dan ini sudah end stage renal disease (ESRD) atau stadium akhir," ucap dokter itu. Eric kembali terkejut, bu Sari tidak pernah mengeluh sakit dan kini kenyataan didepannya bahwa penyakit bu Sari sudah tahap akhir. "Apa ada pengobatan yang bisa menyembuhkan ibu saya," "Sayangnya hanya ada dua cara untuk Pengobatannya yaitu cuci darah dan transplantasi ginjal. Dua duanya sama beresiko dan juga membutuhkan biaya besar. Cuci darah dilakukan antara 2-3 kali seminggu, jika transplantasi ginjal harus cari yang pendonor yang cocok atau paling tidak saudara atau anak kandung." jawab dokter panjang lebar. Eric bingung, bagaimana ia mendapatkan dana untuk pengobatan bu Sari, sedangkan uang yang ia dapatkan dalam bekerja digunakan untuk menghidupi anak anak panti, memang ia Masih ada tabungan tapi mungkin tak cukup untuk melakukan cuci darah terus menerus. "Jika saya memilih transplantasi bagaimana dokter?" "Bisa, keluarga harus di cek kecocokan ginjalnya," jawab dokter "Baiklah akan saya dan keluarga diskusikan dulu dok," Eric berdiri dan keluar dari ruangan pemeriksaan. ~~~ ~~~ Eric berjalan mondar mandir dalam paviliunnya, ia pusing memikirkan masalah kesehatan bu Sari, ia berencana mendonorkan ginjalnya untuk bu Sari, apapun akan ia lakukan untuk kesehatan bu Sari tapi ia bingung jika benar ginjalnya cocok untuk bu Sari, ia tidak bisa jadi bodyguard lagi karena dengan satu ginjal ia tidak boleh melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi. Eric mendengar pintu paviliunnya diketuk, Eric berjalan menuju pintu dan membukanya. Bu Sari berdiri didepannya dengan wajah pucat pasi. "Ibu? Kenapa kesini harusnya ibu istirahat. Ibu kan bisa minta adik adik memanggil saya untuk ke kamar ibu," ucap Eric. "Ibu tidak apa apa, ibu mau bicara sam kamu," bu Sari kemudian masuk dalam paviliun Eric dan duduk di sofa. Eric kemudian duduk di samping bu Sari. "Siapa yang memintamu mendonorkan ginjal kamu buat ibu? Hah, jangan sembarangan kamu Eric," ucap bu Sari dengan nada marah. "Itu..., dari mana ibu tahu?" tanya Eric. "Ibu sudah mendengar percakapan kamu dengan bu Siti, apa kamu tahu resiko jika kamu hanya punya satu ginjal saja? Kamu tidak bisa bekerja terlalu keras." "Eric tahu bu, tapi ibu sangat penting bagi Eric dan saya tak ingin terjadi apa apa dengan ibu," jawab Eric Menggenggam tangan bu Sari. "Ibu tidak mau, biar ibu minum Obat saja," ucap bu Sari. "Obat tidak akan membantu bu, baiklah kalau ibu tidak mau saya mendonorkan ginjal, ibu cuci darah saja." "Cuci darah itu perlu biaya besar Eric, dari pada untuk ibu cuci darah lebih baik untuk pendidikan adik adik kamu di panti, juga pendididkan mereka," jawab bu Sari. "Tapi saya tidak mau terjadi sesuatu pada ibu, saya takut jika ibu...," Eric tak dapat melanjutkan ucapannya. Bu Sari tersenyum dan menarik Eric dalam pelukannya, dari sekian banyak anak panti yang sudah keluar dari panti, hanya Eric satu satunya yang perduli pada kelangsungan panti dan penghuninya, sedangkan yang lain sudah hilang entah kemana tak pernah datang lagi. Bu Sari tahu jika Eric sangat menyayanginya karena sejak kecil hanya dirinya yang bisa memahami Eric, ia juga tahu usaha keras Eric untuk mendapatkan pendidikan sangat sulit hingga Eric jadi seperti sekarang ini. Eric pernah jatuh ke lembah hitam dengan menjadi preman dan banyak kejahatan tapi masa masa itu sudah berlalu, bu Sari juga lah yang sudah menyadarkannya hingga membuat Eric sangat menyayanginya. Oooo----oooO Eric sudah siap akan berangkat, ia keluar dari paviliun akan bertemu dengan klien yang sudah menghubunginya mengajak bertemu dan membicarakan pekerjaan. Ia keluar dengan sukacita karena itu berarti ia akan mendapatkan uang lagi yang akan bisa digunakan untuk pengobatan bu Sari. Eric masuk dalam rumah dan menuju kamar bu Sari, ia buka perlahan pintu kamar dan melihat bu Sari terbaring lemah dengan wajah pucat pasi. Eric melangkah perlahan masuk dalam kamar dan mendekati ranjang, ia ulurkan tangannya dan menyentuh kening bu Sari, sedikit tinggi suhu tubuh bu Sari. Sentuhan tangan Eric membuat bu Sari membuka matanya. "Saya membangunkan ibu ya?" tanya Eric. "Tidak, memang ibu tidak nyenyak. Kamu mau kemana?" "Ada meeting dengan orang yang akan memakai jasa Eric bu, doakan kami deal ya bu." "Pasti, ibu yakin kamu akan sukses, pergilah jangan sampai terlambat." Eric mengangguk, ia kemudian keluar dari kamar bu Sari dan keluar menuju mobilnya, tak menunggu lama mobilnya sudah meluncur di jalanan menuju tempat ia berjanji dengan dengan klien. Eric membelokkan mobilnya ke sebuah resto mewah tempat ia akan bertemu dengan klien. Eric masuk dan mencari meja yang tak jauh dari pintu, ia juga belum tahu seperti apa orang yang akan ia temui sekarang. Eric memesan coffee latte untuk tema menunggu klien, tanpa disadarinya seorang pria sudah duduk di depannya. "Selamat siang," sapa orang itu. Eric yang menunduk mengangkat kepalanya dan menatap pria itu. "Pak Tama?" "Eric Dirandra?" "Benar saya Eric," jawab Eric mengulurkan tangannya pada pria di depannya. "Baiklah mari kita bicara bisnis, nona kami sudah melihat kemampuan anda dan ingin anda menjadi bodyguard pribadinya." "Bodyguard pribadi? Tapi saya freelance bodyguard dan tak mau terikat dengan pihak manapun. Saya event bodyguard tidak bisa melakukannya terus menerus," Jawab Eric. "Tapi itu keinginan nona kami." "Maaf saya tidak bisa terikat, permisi, jawab Eric kemudian berdiri dari duduknya dan meninggalkan pria itu, pria itu hanya menatap kepergian Eric Kemudian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. "Halo...." ~~~ ~~~ "Apa? Dia tidak mau? Sombong sekali dia menolak tawaranku. Pekerjaannya sebagai bodyguard kenapa malah menolak." "Dia freelance non, tidak mau terikat menjaga satu orang, dia biasa menjaga di event besar, melindungi beberapa pejabat penting bahkan raja Arab juga pernah." "Oleh karena itu aku mau dia, bukan orang lain. Track recordnya bagus dan tidak mungkin aku terluka seujung rambutpun nanti, aku tidak mau tahu, lakukan apa saja untuk membuatnya mau jadi body guardku." "Baik nona." Alea menutup sambungan telepon dengan bawahannya yang ia minta menghubungi Eric untuk memintanya sebagai bodyguard. Walau ia sebal dan kesal dengan sikap Eric yang blak blak an saat di resto waktu itu, tapi saat tahu jika Eric bodyguard paling kompeten yang ia butuhkan ia jadi penasaran dan ingin pria itu jadi bodyguardnya. Ia tahu musuh ayahnya sangat banyak dimana mana dan mereka sekeluarga butuh seorang bodyguard, dan pilihannya jatuh pada Eric saat tahu jika pria itu yang menyelamatkannya dari para penculik. Agak tricky memang memutuskan memakai Eric karena pertengkaran mereka tapi dia bukan orang pendendam, memang yang dikatakan Eric benar ia sedikit egois kemarin saat menyalahkan waiters itu. Namun yang ia salut Eric menolong siapapun yang perlu ditolong. Alea berdiri dari kursi yang didudukinya dan keluar ruangan, papanya memberinya kepercayaan memegang satu perusahaan papanya yang tidak terlalu besar, ia ingin membuktikan jika ia sanggup berusaha dari nol. Walau ia anak bungsu dan manja ia tak mau menyandarkan diri pada kekayaan papanya, ia ingin membuktikan diri biarpun manja ia bisa mengembangkan perusahaan kecil menjadi besar. Ia akan mempelajari perusahaan itu dari lingkup paling bawah sembari menunggu anak buah papanya berusaha membujuk Eric untuk mau bekerja padanya dan jadi bodyguardnya. Ditempat lain Eric melakukan mobilnya dengan resah, ia tidak sepakat dengan klien yang baru ia temui karena ia diminta menjadi fulltime bodyguard bagi kliennya. Ia tidak bisa karena otomatis ia tidak akan pulang ke panti dimana ia tinggal, ia harus stand by di tempat tugasnya. Itu berarti Eric tidak bisa melihat keadaan bu Sari yang sedang sakit, dan ia tidak mau melakukan hal itu. Namun dalam pikirannya adalah mencari dana untuk pengobatan bu Sari, ia berfikir haruskah ia menerima tawaran menjadi fulltime bodyguard, tapi bagaimana dengan bu Sari. Ia tidak akan bisa menjaga bu Sari untuk waktu yang lama, ia bingung. Eric sangat mengkhawatirkan bu Sari dan tak ingin terjadi sesuatu pada wanita yang sudah merawatnya sejak kecil, orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Mengingat masa kecilnya, Eric meraba kalung yang ada di lehernya, kalung dengan liontin inisial E dan membuat bu Sari menamakan dirinya dengan nama Eric. Ia sudah sejak lama ingin tahu siapa dirinya sebenarnya, kenapa ia bisa ditinggalkan di panti asuhan, apakah kedua orangtuanya sangat miskin dan tidak bisa menghidupinya. Hatinya bergejolak, terkadang ia berfikiran buruk dengan menyangka jika ia anak yang tak diharapkan atau bahkan lebih buruk anak dari hubungan gelap. Sebagaimana anak panti asuhan lainnya, Eric ingin tahu apakah kedua orangtuanya masih hidup atau sudah meninggal, jika masih hidup ia ingin datang pada mereka dan bertanya kenapa ia dibuang dan jika meninggal ia ingin tahu dimana letak makam mereka. Tanpa terasa mobil Eric sudah mendekati rumah panti dimana ia tinggal, ia segera memarkirkan mobilnya di sudut seperti biasa dan segera menuju paviliun yang ada di belakang rumah panti yang ditempati anak yatim piatu. Panti asuhan ini tidak resmi hanya tempat tinggal saja bagi anak anak yatim piatu itu karena panti asuhan berbadan hukum yang dulu sudah tidak beroperasi lagi, hanya ada ada beberapa donatur lama yang masih memberikan bantuan pada panti ini selebihnya Eric yang bekerja untuk menghidupi adik adik angkatnya itu. Ia tidak merasa terbebani walau semua uang yang ia dapatkan habis untuk biaya anak anak yatim piatu disana tapi la rela dan ikhlas, ia yakin ia bisa melakukan itu sebagai bakti dan dan sayangnya bu Sari saat merawatnya dulu itu juga yang ia lakukan sekarang, membalas budi. Setelah mandi Eric membaringkan tubuhnya di ranjang dan menatap langit langit kamar, ia berfikir apa yang akan ia lakukan sekarang, siapa yang harus ia hubungi, Brandon? Temannya itu juga sudah banyak membantu dengan memberikan bantuan beras dan kebutuhan pokok setiap bulan, ia tidak mau membuat Brandon merasa jika dimanfaatkan oleh Eric. Pintu paviliunnya diketuk perlahan, Eric bangkit dari ranjang menuju pintu dan membukanya, seorang adik asuhnya bernama Nita yang berusia 10 tahun berdiri di depan pintu paviliunnya. "Nita? Ada apa?" "Bu Sari kak." "Bu Sari kenapa?" "Beliau...." Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD