Sambutan Hangat

1356 Words
Ray turun dari taksi yang membawanya dari bandara dan berjalan menuju teras rumahnya. Siang hari begitu biasanya cuma ada asisten rumah tangga di rumah. Ayah, ibu, dan kakaknya baru pulang kerja sore atau malam hari. "Ting tong ... ting tong ...." Bel yang ditekan Ray bunyinya terdengar sayup sampai ke teras rumahnya. Pintu depan lalu terbuka. "Adekku sayang sudah pulang." Alya langsung memeluk Ray sambil kegirangan. Ray tampak kaget karena tak mengharapkan kakaknya yang membukakan pintu. "Loh, kok Kakak gak ngantor?" tanya Ray agak heran. "Dasar adek gak tau diuntung. Sudah disambut mesra oleh kakaknya yang cantik jelita ini malah gak seneng." Alya pasang muka cemberut dengan gaya merajuk. "Iiiihhh...bukan begitu Kakakku yang cantik. Biasanya kan jam segini Kakak masih ngantor," ujar Ray sambil memencet lembut hidung kakaknya.  "Kakak tadi pagi kurang enak badan jadi izin gak masuk kantor," balas Alya masih dengan tampang cemberut. "Kakak sakit?" tanya Ray cemas sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi kakaknya tapi tak terasa panas. "Sebenernya bukan sakit tapi karena semalam kakak tidur gak nyenyak dan sering kebangun jadinya pagi tadi masih lemes dan males ke kantor," jawab Alya. "Yaudah, kamu buruan mandi dulu. Kakak siapin makan siang ya..." lanjut Alya lagi. Ray melepas sepatunya lalu masuk menuju ke kamarnya sementara Alya menuju ruang makan untuk menyiapkan makan buat mereka berdua.  Dengan dibantu asisten rumah tangga mereka, Alya menyiapkan nasi, sayur, dan lauk di meja makan. Disiapkannya juga jus melon kesukaan adik kesayangannya. Setelah mandi, badan Ray terasa segar kembali. Perutnya terasa keroncongan lalu dia segera menuju ruang makan. "Kakak pasti kangen sama aku ya?" ujar Ray sambil memeluk tubuh kakaknya dari belakang. Alya yang sedang menyendok nasi ke piring untuk adiknya agak kaget disergap begitu. "Ayo kita makan dulu baru nanti kangen-kangenan!" ajak Alya. Setelah acara makan selesai, Alya dengan manja menarik tangan adik untuk ngobrol di kamar Ray. Mereka berdua memang biasa berdua di kamar Ray baik itu ngobrol, nyanyi, nonton tv, atau mendengarkan musik bersama. Kamar Ray ukurannya cukup besar sekitar 7 kali 7 meter dan terletak di sudut kiri belakang rumah mereka. Sebagai penghubung kamar Ray dan rumah ada koridor dengan tiang-tiang dan rangka atap kayu dengan atap genting dan berlantai keramik terakota. Ray merangkul pundak kakaknya sedangkan Alya melingkarkan tangannya di pinggang Ray saat mereka berjalan menuju kamar Ray. Sejak kecil keduanya memang sangat akrab dan saling menyayangi. Kadang mereka tampak seperti sepasang kekasih yang saling mencintai satu sama lain. Kamar itu memiliki pintu masuk berdaun dua yang terbuat dari kaca dengan bingkai kayu Kulim. Di sekeliling dindingnya dipenuhi jendela kaca berbingkai kayu yang serupa dengan pintu masuknya. Jendela-jendela ini setinggi pintu dan bagian bawahnya hanya berjarak sejengkal dari permukaan lantai. Semua jendela dan pintu ditutupi oleh vitrase kupu-kupu putih serasi dengan dindingnya yang juga bercat putih. Jika semua jendelanya dibuka ruang kamar terasa lapang dan membuat Ray dan Alya betah di sana saat menghabiskan hari libur di akhir pekan. Ray menyalakan HiFi Audio System di kamarnya. Terdengar lembut 'Still Got The Blues' dari Gary Moore. Ray tiduran di lantai beralaskan karpet empuk dengan bantal besar di kepalanya. Alya dengan manja tiduran sambil memeluk adiknya dari sisi kiri Ray. Kalau saja itu bukan kakaknya sendiri, mungkin Ray sudah terangsang. Alya mengenakan daster tipis putih transparan dengan dua tali tipis menggantung di pundaknya sehingga nampak jelas bentuk tubuhnya membayang. Bagian dalamnya hanya mengenakan celana dalam putih. Buah dadanya yang montok nampak menantang tak terbungkus BH.  "Kakak kenapa semalam tidak bisa tidur nyenyak?" tanya Ray teringat ucapan kakaknya tadi. "Gak tau ya, Dek. Kakak rasanya gelisah dan teringat kamu terus. Kakak kayaknya takut terjadi sesuatu padamu makanya tadi kakak seneng banget waktu kamu pulang," jawab Alya menceritakan pengalamannya semalam. "Aku ngalami perngalaman aneh, Kak. Ceritanya di kamar tempatku menginap itu aku lihat ada lukisan perempuan cantik. Kayaknya dia penari Bali. Lukisan itu rasanya begitu hidup. Tatapan matanya, senyumnya, dan teteknya yang montok itu kelihatan benar-benar nyata." Ray mulai bercerita dengan menggambarkan apa yang dia lihat di kamar itu. "Terus, Adek ngaceng jadinya?" goda Alya sambil cengengesan. "Ya gaklah. Aku kan sudah biasa lihat t***k montok. Itu t***k montok Kakak aja terpampang jelas. Nempel lagi di dadaku," balas Ray sambil tertawa. Alya gemas digoda oleh adiknya lalu mencubiti pinggang kiri dan kanan Ray bergantian dengan gemas. Ray yang kegelian meronta-ronta dan mereka berdua bergulingan. Posisi Ray jadi menimpa tubuh kakaknya. Alya lalu memutar balik balik tubuh mereka hingga kini giliran dia yang berada di atas Ray sambil mereka tertawa-tawa.   Karena mereka bergulingan, ikat rambut Alya terlepas dan rambutnya yang agak panjang sepunggung terurai. Ray tiba-tiba terkesima melihat kakaknya yang tengah duduk menungganginya. Meski dia sering melihat rambut kakaknya terurai tapi kali ini Ray melihatnya tampak berbeda. Alya begitu seksi dengan rambut terurai dan sebelah buah d**a montoknya terbuka karena tali dasternya terlepas dari pundaknya. Nampaknya Alya tak peduli. Tangan Alya meraih ikat rambutnya yang terlepas di karpet. Tubuhnya yang masih menunggangi Ray bergerak ke samping sejenak lalu kembali lagi ke posisi badannya tegak. Gerakannya itu membuat p***s Ray menegang tergesek s**********n kakaknya yang menindih bagian penisnya. Alya mengangkat kedua tangannya lalu mengikat rambutnya membentuk sanggul kecil di atas kepalanya sambil menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Konsentrasi Ray yang semula memandangi tampang kakaknya yang nampak berbeda jadi terpecah. Gerakan pinggul Alya membuat darah Ray berdesir. Dia terangsang dengan gerakan itu. v****a kakaknya menempel tepat di atas batang penisnya. Sejenak Ray seakan terbius oleh rasa nikmat di penisnya lalu sadar yang menungganginya itu kakaknya. Ray sadar kalau kakaknya tidak pernah begitu sebelumnya meski mereka sering tidur bersama. Ray bangkit lalu memeluk kakaknya. Kedua tangannya mendekap punggung Alya. "Kakak...Kakak kenapa?" tanya Ray. Alya seolah baru terbangun dari mimpi. Dia baru sadar sedang menduduki p***s adiknya yang tegang sambil pinggulnya sendiri bergerak-gerak. Alya bingung dengan tingkahnya sendiri. "Kakak gak ngerti, Dek. Kok bisa begini?" Alya masih bingung dengan tingkahnya. Ray mengelus-elus punggung kakaknya. Dibimbingnya kakaknya kembali tiduran ke posisi semula. "Aku jadi teringat mimpiku semalam." Ray memecah keheningan yang tercipta sejenak setelah kejadian tadi. "Emang kamu mimpi apa, Dek?" tanya Alya penasaran. "Semalam aku mimpi ke suatu tempat yang agak aneh. Tempat itu seperti sebuah desa dengan jalan tanah. Ada anak-anak kecil berlarian berkejaran. Aku juga lihat ada lelaki menuntun kambing gondrong yang aku belum pernah lihat. Terus ada pedati kerbau yang juga melintas di situ." Ray mencoba mengingat mimpinya semalam dan Alya mendengarkan cerita adiknya dengan penasaran.  "Terus ada rombongan perempuan beriringan membawa tumpukan buah-buahan di atas kepalanya. Para perempuan itu bertelanjang d**a," lanjut Ray. "Hah? Teteknya kelihatan dong? Apa gak malu mereka?" tanya Alya heran. "Iya, keliatan. Dan mereka kayaknya sudah biasa begitu. Buktinya mereka santai saja waktu melewatiku," ujar Ray. "Hiiih ... aneh," gumam Alya sambil menanti adiknya melanjutkan ceritanya. "Anehnya lagi, ada seorang perempuan berdiri di halaman gak jauh dari tepi jalan itu. Dia melambaikan tangan memanggilku. Aku pun mendekati perempuan itu, Kak. Dia gadis yang cantik. Dia juga telanjang d**a. Teteknya yang montok gak ditutupi apa-apa. Dia cuma pakai kain yang menutupi pinggang ke bawah," lanjut Ray lagi. Tampang Alya masih keheranan mendengar cerita adiknya. "Perempuan itu lalu mengenalkan dirinya dan aku terbangun. Setelah aku bangun dan lihat lukisan di kamar itu, aku baru sadar kalo perempuan dalam mimpiku itu adalah perempuan yang ada di lukisan itu." Ray lalu terdiam sejenak.  "Tadi waktu lihat Kakak duduk di atasku, Kakak kelihatan mirip sama perempuan itu dengan rambut terurai dan t***k montok Kakak yang kelihatan sebelah terbuka." "Kamu beneran nih, Dek?" tanya Alya penasaran. "Masa kakak mirip perempuan itu?" lanjut Alya lagi. "Iyaaa ... beneran. Cuma bedanya, kulit Kakak putih sedangkan perempuan itu sawo matang. Kakak barusan tadi kayak bukan Kakak loh," ujar Ray berusaha meyakinkan kakaknya. Alya nampak berpikir dengan tampang keheranan yang tak lepas dari wajah cantiknya. Mereka sama-sama membisu. Keduanya dengan pikirannya masing-masing dan berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Ray merasa bahwa yang tadi menungganginya seakan bukan kakaknya. Sementara itu Alya merasa ada yang aneh. Dia merasa seperti kehilangan kesadaran sejenak lalu tiba-tiba sudah menunggangi adiknya sendiri. "Eh ... kamu tadi ditunggangi gitu terangsang gak, Dek?" tanya Alya polos. "Ya iyalah. Aku ini lelaki normal." Ray menjawab spontan. Lalu mukanya memerah karena merasa malu begitu menyadari apa yang barusan dia ucapkan sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD