bc

My Hot CEO is Vampire

book_age18+
710
FOLLOW
3.8K
READ
dark
love-triangle
dominant
dare to love and hate
CEO
drama
bxg
vampire
city
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Warning : Berisi adegan dewasa. Bijaklah memilih bacaan.

"Jika tidak bisa mendapatkan manusia, vampir pun boleh. Asal dia lebih hot dari mantan, " ucap Bella. Dia yang kini memiliki kekasih mahkluk dari beda dunia merasa superior saat menggandeng Blair, vampir yang menjalani kehidupan manusia sebagai CEO. Hanya saja masalah mulai muncul saat tahu jika ternyata Blair salah orang yang mengira dirinya adalah reinkarnasi kekasihnya dulu lalu dengam tega meninggalkannya. Bella pun membalas Blair dengan berkencan dengan Cresent sang vampir tak kalah hot bersurai perak.

"Ternyata aku suka om - om," desah Bella yang menyadari ia kembali terjerat dengan cinta vampir lain.

chap-preview
Free preview
Putus
Angin musim gugur menerbangkan daun marple yang berguguran, membawanya ke tempat asing tanpa ia kehendaki. Dia terbang meliuk- liuk kesana kemari sampai pada saatnya daun itu tergeletak begitu saja di tempat baru, tanpa memiliki daya untuk melawan angin untuk kembali ke tempat semula.     Sementara itu-- angin yang menghembuskannya, tidak meninggalkan kesan atau pesan pada sang daun sebelum pergi meninggalkannya sendirian. Membiarkannya berjuang sendirian tanpa menoleh sedikitpun. Sama halnya dengan Bellatrik atau biasa dipanggil Bella. Sebuah alur kehidupan mengombang- ambing jalan hidupnya ke suatu pengalaman yang mengubah takdir Bella untuk selamanya. Mengubah kehidupannya yang normal ke arah pusaran takdir yang membingungkan, penuh misteri dan menantang.     Hal tersebut di mulai kala matahari ingin meletakkan tugasnya dalam memberi cahaya, memberi kesempatan makhluk menikmati malam yang merengkuhnya dalam keindahan langit bercat gelap disertai bintik - bintik cantik sang bintang. Perlahan- lahan ia mulai tenggelam hingga warna merah keemasan menyebar ke angkasa.     Hari yang mulai senja, memberi isyarat pada Bella untuk menarik pantatnya dari tempat duduk ruang perpustakaan. Hanya ada satu tujuan bagi Bella untuk tetap di perpustakaan hingga jam beranjak sore. Semua ia lakukan karena Bella tidak sabar ingin memberi kejutan pada Brian, yang ternyata menginginkan jam tangan Roleks sejak lama. Bella begitu mencintai Brian sehingga mau melakukan apapun untuk pria itu. Ia pun merayu ayahnya agar mendapatkan uang demi jam tangan impian sang kekasih. Tentu saja sang ayah tidak bisa menolak keinginan sang putri. Dan sekarang, setelah uang pemberian ayahnya berada di kartunya, ia akhirnya menuju ke tempat yang Brian inginkan.     Bella tidak sabar mengayunkan kakinya dengan riang menuju kampus di mana kekasihnya itu seharusnya berada. Akan tetapi, setelah sampai ke kelas jam pelajaran yang seharusnya Brian ambil, pria itu justru tidak berada di sana.     "Apa kalian melihat Brian?" Tanya Bella pada teman - teman Brian.    "Aku tadi melihatnya ke belakang gedung," jawab salah seorang teman Brian.    "Terima kasih."     Dia pun menuju ke halaman belakang fakultas, sesuai jawaban dari teman- teman Brian. Dan setelah beberapa menit mencari akhirnya ia menemukan kekasihnya. Senyum Bella semakin lebar begitu Brian tertangkap matanya yang hijau.     Seperti biasa, Brian nampak seperti lukisan indah. Apalagi saat ia berdiri di antara pohon Willow yang melambai akibat tiupan angin. Dia semakin terlihat tampan. Brian memang memiliki postur tubuh tinggi dan bersurai pirang cepak, matanya yang biru nampak tajam sesuai dengan garis wajah yang membingkainya. Berapa kalipun Bella menatap Brian, dia tidak pernah bosan melihatnya.     Saat ini dia berhadapan dengan seorang gadis bersurai brunette panjang bermata coklat. Pandangan Bella pun berputar ke arah gadis yang berhadapan dengan Brian, gadis itu adalah Ceris ---sahabat Brian sejak kecil. Brian bahkan memperkenalkan Ceris padanya beberapa bulan yang lalu saat gadis itu kembali dari luar negeri. Dia gadis yang lembut dan bersikap dewasa. Mereka menjadi dekat karena Ceris memberitahu Bella apapun yang Brian inginkan yang terlihat seperti rahasia Brian, termasuk keinginan Brian pada jam Roleks tadi.     "Ah rupanya dia di sana bersama Ceris."     Tanpa curiga apapun, Bella melanjutkan langkahnya yang berniat menabrak Brian dengan pelukan. Namun langkahnya terhenti ketika melihat raut wajah serius dari kekasihnya itu, Bella merasa ada masalah yang sedang terjadi. Hal tersebut mengurungkan niat Bella untuk bergelayut manja pada Brian.      "Sepertinya ada hal serius yang sedang mereka bicarakan. Lagi pula kenapa mereka memilih tempat ini untuk bercakap- cakap?" Tanya Bella pada dirinya sendiri.     Dia pun memutuskan untuk mendekati mereka sebelum gerakan tiba- tiba Brain yang memeluk Ceris. Hal tersebut secara spontan menghentikan langkah kaki Bella yang terkejut. Suara Brian pun terdengar pilu kala memeluk Ceris, dia seolah- olah terluka dan tidak sanggup menahan beban yang Bella tidak tahu.     "Kumohon Ceris. Aku sudah lama tidak menyukai Bella. Aku tidak bisa terus- terusan berpura- pura menyukainya. Seandainya kamu nggak mencegah, aku pasti sudah lama aku putusin hubungan kami," ucap Brain. Suasana sepi di belakang gedung universitan ekonomi internasional membuat suara Brian yang kecil terdengar jelas oleh Bella.     "Aku tidak bisa Brain. Bella sangat mencintaimu, kau tidak bisa meninggalkannya begitu saja." Ceris ikut memeluk pinggang Brian.     "Sejujurnya aku sangat muak dengan semua ini. Aku nggak mau terus menerus berhubungan denganmu di belakangnya. Kitalah yang saling mencintai, aku bahkan tidak menyukai Bella sedikitpun." Brain nampak bergetar saat mengatakan hal itu.     "Brain, apa kau lupa jika dia adalah alasan kau bisa magang di perusahaan terkenal? Dia juga meminjamimu mobil Audi untuk kuliah. Lalu uang kuliahmu juga ditanggung ayahnya... Apa kau ingin hidup miskin?" Tanya Ceris. Dia melepaskan pelukan Brian dan membelai wajahnya.     Rupanya Brain tersadar jika selama ini dia hidup seperti gaya selebritis berkat Bella. Pria ini bahkan tidak perlu meminjam dana pendidikan untuk biaya kuliah yang mahal dan menyewa apartemen.     "Ceris..."     "Aku bisa melihatmu bersamanya asal kamu nggak kekurangan Brian. Jadi tunggu kau menguasai perusahaan Bellatrik Blair, baru mencampakkan gadis itu."     Brian memang mencintai Ceris, tapi logikanya masih berfungsi. Lagi pula apa yang Ceris katakan benar, dia bisa menguasai perusahaan milik ayah Bella sebelum mencampakkan gadis itu.     "Baiklah. "     "Bagus. Jadi tetap bersikap seperti biasa, okey. Jangan membuat Bella curiga jika kita memiliki hubungan. "     Bella membekap mulutnya saat tahu kenyataan ini. Hatinya remuk saat tahu jika kekasih dan gadis yang berwajah malaikat, diam- diam menjalin hubungan di belakangnya. Tak hanya itu, mereka juga merencanakan hal  buruk.     Krek.     Suara ranting patah yang terinjak kaki Bella terdengar di tengah kesunyian. Kedua orang itu spontan melihat ke arah Bella.     "Bella..."     "Teganya kalian melakukan ini!" Teriak Bella yang cukup keras. Sangat keras hingga berhasil menarik perhatian dari mahasiswa yang belum pulang.     Mereka berbondong- bondong ke halaman belakang fakultas di mana Bella menangis dengan wajah merah dan berantakan.     "Bella, kami bisa menjelaskan," ucap Ceris mendekat pada Bella. Tidak ada lagi wajah malaikat yang nampak polos seperti biasa yang Ceris perlihatkan. Dia nampak panik karena ketahuan.     "Diam kau jalang!"     Plak!     Bella menampar wajah Ceris hingga membuat gadis itu membeku.     "Dasar gadis busuk. Bisa- bisanya kau menyuruh Brian mengambil perusahaan ayahku lalu mencampakkanku!"     Ceris yang ditampar dan diteriaki di depan mahasiswa lain merasa malu dan memilih pergi. Begitu pula dengan Brian. Dia memilih meninggalkan Bella yang dalam keadaan emosional dari pada dipermalukan.     "Tunggu dulu Brian. Kau tidak bisa pergi begitu saja."     Brian membeku. Dia tahu jika akan ada rentetan hal buruk yang terjadi padanya.     "Kau mendapatkan apa yang kau minta, Brian. Kita putus sekarang, dan berikan kunci mobilku. "     Bella meminta kunci mobil yang biasa dipakai Brian. Mobil mewah yang biasa ia pamerkan pada teman- temannya. Mau tak mau Brian memberinya kunci itu lalu berniat pergi.     "Tunggu dulu. Kurasa kau lupa soal apartemenku...  berikan padaku sekarang juga. Lagi pula bukan kau yang membelinya. "     Brian menatap tak percaya akan apa yang dilakukan oleh Bella.     "Bella, kemana aku akan tinggal jika kau ambil semuanya?" Ucap Brian putus asa.     Bella menyeringai sinis meski air matanya berjatuhan. "Seperti mahasiswa lain, kau ajukan pinjaman pendidikan atau mengeluhlah pada Cerismu. Bukankah selama ini kau tersiksa menjadi pacarku?" Jawab Bella.     Brian tak bisa berkata- kata. Dia pun memberinya semua yang diberikan oleh Bella, sebab tak satupun dari barang yang ia kenakan adalah miliknya. Namun Brian ragu untuk memberikan ponselnya. Dia tidak mungkin hidup tanpa ponsel.     "Aku hanya akan meninggalkan ponsel itu padamu. Sebagai kenang- kenangan jika kau pernah hidup dalam belas kasihanku."     Semua rekan- rekan Brian menggeleng tak percaya jika rekannya akan begitu bodoh mengecewakan Bella yang memanjakannya. Memangnya apa yang kurang dari Bella, dia cantik, kaya, populer dan cerdas. Tak ada satupun yang tidak Bella miliki kecuali sifat manjanya.      Mereka pun menghibur Brian yang sudah kehilangan semuanya.     "Sabar Brother."     "Selamat datang ke kehidupan mahasiswa yang memiliki pinjaman pendidikan."     Barulah Brian merasakan ketakutan akan kesulitan- kesulitan yang akan mendatanginya satu persatu. Selama ini dia terbiasa hidup berkecukupan karena tunjangan kartu kredit dari ayah Bella.     "Bella, tunggu...!"     "Sudah terlambat Bro. Terimalah nasibmu. " Jack, salah seorang temannya menepuk-nepuk pundak Brian.     Brian hanya bisa melihat gadis yang selama ini membuat perasaannya tersiksa pergi menjauh. Barulah ia sadar jika bukan siapa- siapa tanpa Bella.     ...     Di rumahnya yang terletak di Vallen Valley. Bella menangis keras karena patah hati, dia pun memutuskan untuk pulang ke rumah, bukannya apartemen. Semua itu karena Bella tidak ingin Brian mengganggunya jika berada di apartemen.     Pengurus rumah tangga yang melihatnya merasa khawatir akan kondisi gadis ini.    "Apa yang terjadi nona?"    "Blokir semua yang kita berikan pada Brian. Dia mengkhianatiku Paman. Dan jalang itu meminta agar Brian merebut perusahaan ayah sebelum mencampakkanku. Hiks. Hiks."    "Bagaimana bisa mereka sekejam itu. Wajahnya saja yang seperti malaikat tapi begitu kejam hiks. Aku tidak percaya setelah apa yang kulakukan untuknya. Hiks."     Pengurus keluarga yang bernama Leo itu tidak mengerti ucapan Bella karena dia terus menangis. Ucapan yang Bella keluarkan pun jadi tidak terdengar jelas.     "Baik nona. " Hanya satu yang ia mengerti yaitu menarik semua fasilitas untuk Brain.     .     .     .     Brian kebingungan karena tidak bisa pulang ke apartemen dan tidak memiliki tempat tinggal. Dia pun terpaksa menemui ketua asrama laki- laki untuk mendaftarkan diri tinggal di asrama.     "Rupanya gosip itu benar, " celetuk ketua asrama begitu melihat Brian menemuinya di kantor. Tanpa basa- basi ia menyerahkan kunci asrama pada Brian. Berharap jika pria yang dulu bergaya hidup mewah seperti selebritis itu bisa menyesuaikan diri pada asrama yang sempit.    Begitu Brian masuk ke kamar asrama yang sempit, dia mendesah putus asa. Dari tadi dia mencoba menghubungi Bella tapi gadis itu tidak mau menjawab.     Drrt.     Drrt.     Melihat ponselnya bergetar Brian merasa senang karena mengira jika berasal dari Bella. Ternyata ia salah besar. Di ponselnya, dia melihat tagihan pendidikan yang harus ia lunasi. Jumlahnya sangat besar hingga membuat Brian merasa shok. Tak hanya itu, kartunya juga diblokir.     Brian tak menyangka jika ia terjatuh seperti ini. Dengan meraih ponselnya, Brain mencoba menghubungi Bella kembali. Dia ingin memperbaiki semuanya dan berjanji akan mencintai Bella dengan sungguh- sungguh. Dia juga akan berjanji pada Bella untuk melupakan Ceris. Sayangnya Bella sudah memblokir nomornya.     "Aaghhh! Sialan...!"     Dug.     Dug.     Brain melampiaskan kemarahan akibat kebodohannya, dengan meninju ranjang. Dia juga menendang ranjang dan apapun sampai ia puas. Sekarang dia tidak tahu bagaimana caranya hidup hari esok. Dia bahkan tidak memiliki uang untuk makan karena selama ini menggunakan kartu dari ayah Bella untuk kehidupan sehari - hari. Brian tahu jika masalah tidak akan berhenti di sini.     ***     Kesedihan Bella masih belum teratasi meski beberapa temannya datang menghibur. Salah satunya adalah Trisa, seorang model yang naik daun dan juga Vanya, sang ahli komputer. Mereka berdua datang dan mengajak Bella ke pesta topeng.     "Aku tidak mau," tolak Bella. Dia masih enggan berhubungan dengan orang lain setelah putus dari Brian.     "Bella, apa kau tidak tahu jika orang- orang bilang kau pecundang. Mereka menyebutnya menyedihkan karena memiliki uang tapi tidak mampu mendapatkan pria lebih baik dari Brian. Apa kau terima hal itu begitu saja?"     "Apa?! Tentu aku bisa tapi aku masih patah hati huhuhuuu..."     "Stop, tidak ada acara patah hati lagi. Kita akan berburu pria di pesta topeng."     Mereka berdua menyeret Bella dan memakaikannya gaun gelap berkerlip. Lalu memakaikannya topeng berbentuk sayap kupu- kupu.     Tak lama kemudian mereka tiba di hotel tempat di mana pesta berada.     "Apa kau gila? Ini pesta orang- orang dewasa."     "Yang dewasa lebih berpengalaman."     Mereka bertiga masuk tanpa mendapatkan kesulitan, sebab Trisa mengambil undangan dari tas kakaknya.     Yang ditemui Bella hanyalah orang- orang bertopeng dan berpakaian serba gelap. Jelas ini membosankan bagi Bella, apalagi saat ini kedua temannya raib entah kemana. Bella akhirnya memutuskan berjalan- jalan di taman hotel.     Bruk.     Suara bunyi yang jatuh dari balik pohon marple menarik perhatiannya. Bella segera menuju ke arah itu dan mendapati sesuatu yang sungguh tak terduga. Seorang pria tergeletak di sana. Dia memakai tuxedo dan ketika Bella lihat, pria itu jauh lebih tampan dari pada Brian.    "Hei, kau baik- baik saja?"     Pria itu mencoba mati- matian mendudukkan diri. Akan tetapi selaly gagal dan kembali terjatuh.     Bruk.     "Oh, tunggu sebentar. "     Bella dengan senang hati menolongnya. Dia yang memang sangat butuh asupan vitamin mata karena mengurung diri selama seminggu sudah sekarang menginginkan pemandangan pria tampan.     "Kamarku ada di lantai 21, tolong antar aku ke kamar nomor 2121," ucap pria itu yang nampak lemah.     "Kau sangat pucat. Apa kau anemia?"     "Ya."     Bella pun mengantar pria berwajah pucat tadi ke lift menuju nomor kamar yang dia sebutkan. Dia sama sekali tidak tahu jika bola mata coklat keemasan pria itu menyala merah. Yang bersamaan dengan perubahan warna matanya, taring di mulutnya juga mulai tumbuh.     Tbc.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.5K
bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.0K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.9K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook