bc

No Voice

book_age18+
86
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
pregnant
arranged marriage
goodgirl
drama
heavy
female lead
city
like
intro-logo
Blurb

Seorang pengusaha di Nottingham terpaksa menikah dengan seorang perempuan tunawicara yang telah menyelamatkan ayahnya dari kecelakaan mobil.

Pernikahan mereka terlihat baik-baik saja dari luar, namun siapa sangka justru terdapat banyak masalah di dalamnya.

*Available on KBMApp

*Available on w*ttp*d

chap-preview
Free preview
No Voice-1
"Bisakah ia tinggal bersamaku?" "Tidak." "Kenapa?" "Karena ia milikku. Hanya milikku." "Tapi aku ibunya. Ibu kandungnya." ----------------------------------------------------- Tidak ada yang bisa menggambarkan bagaimana sulitnya menjadi orang yang tidak bisa berbicara dengan normal. Tak satu pun kata yang keluar dari mulutnya terdengar jelas saat ia membuka mulut dan mencoba menggerakkan bibirnya. Ia berbeda, tidak seperti orang lain pada umumnya. Alanis Austin, perempuan berusia dua puluh lima tahun adalah seorang tunawicara sejak lahir. Alanis kehilangan orang tuanya tiga belas tahun yang lalu tepatnya saat kedua orang tuanya tewas dalam sebuah kecelakaan. Berdasarkan pengalaman itulah Alanis dengan nekat berusaha menyelamatkan seorang pria paruhbaya yang pingsan di dalam mobil dengan kondisi mulai terbakar setelah menabrak truk dan trotoar. Rupanya kecelakaan itu membawa takdir baru pada hidup Alanis ia bertemu dengan sebuah keluarga luar biasa kaya dan baik hati. Berkedok balas budi, beberapa minggu setelah kecelakaan tersebut, keluarga itu meminang Alanis untuk dijadikan menantu. Meminta Alanis untuk menikah dengan anak laki-laki tunggal mereka setelah mengetahui latar belakang Alanis yang sebatang kara. Bagaimanapun keluarga itu merasa berhutang nyawa pada gadis tunawicara tersebut. Alanis sudah berusaha menolak menggunakan bahasa isyarat yang dengan cepat di terjemahkan oleh salah satu pengawal dari keluarga yang ditolongnya. Jelas ia merasa tak pantas menjadi bagian keluarga kaya tersebut. Namun tidak bagi laki-laki yang akan dijodohkan dengannya, laki-laki itu dengan mudah menerima rencana kedua orangtuanya dan memberikan waktu pada Alanis untuk memikirkan kembali permintaan orangtuanya. Kebersediaan mereka menerima kondisi Alanis akhirnya membuat Alanis Austin luluh dan mengiyakan pinangan tersebut. Alanis terbangun dari tidurnya begitu merasa tubuhnya mengigil terkena terpaan pendingin ruangan kamar. Buru-buru ia menarik selimut untuk menutupi tubuh atasnya yang terekspos. Melihat kearah kiri tempat jam berwarna biru berada, membuat Alanis tersentak. Ia kesiangan dan tanpa menimbulkan suara bergegas memungut dan memakai kembali baju tidur miliknya yang berserakan di lantai akibat ulah suaminya semalam. Selesai membersihkan diri di kamar mandi, Alanis kembali mendekat kearah ranjang untuk membangunkan seseorang yang masih terlelap. Mengguncang pelan tubuh suaminya beberapa kali dan saat kedua mata itu terbuka dengan malas, Alanis akan tersenyum sebelum meninggalkan suaminya membuat sarapan di dapur. ------------------------------------------------------ David Matthew sampai di Black Ocean Group, setelah harus berada lebih lama di jalan raya. Beruntunglah ia karena pertemuan penting dengan mitra bisnisnya belum dimulai. Pagi ini ia dan Alanis terlambat bangun karena semalaman sibuk dengan kegiatan mereka. Tidak ada yang spesial dari pernikahan seorang David Matthew dan Alanis Austin. Pernikahan yang sudah berjalan hampir enam bulan lamanya itu tidak banyak merubah hidup David selain menyelamatkannya dari rengekan sang ibu yang selalu memaksanya mencari istri. Padahal, ia dan Tuhan tahu pasti bahwa hatinya telah terpaut dengan seorang wanita yang kini telah bahagia dengan lelaki pilihannya. Wanita dengan lesung pipi yang cantik. Cinta pertama David sejak masuk sebuah Universitas di Nottingham. David menghela nafas duduk bersandar pada kursi kebesarannya. Sekilas memikirkan pernikahannya yang mulai terasa hambar. Sejak cinta pertamanya memutuskan hubungan mereka, David mendedikasikan penuh hidupnya untuk pekerjaan. Terbukti, kini perusahaan yang awalnya ia rintis dengan bantuan sang ayah maju pesat. Perusahaan yang masuk dalam jajaran pemilik armada kapal tanker yang cukup besar di Inggris. Menghantarkannya menjadi pebisnis muda sukses yang namanya selalu dielu-elukan. Kesibukan David pada dunia kerja membuat ia tidak sempat memikirkan pendamping hidup sampai akhirnya, sang ayah memperkenalkan seorang gadis sederhana yang ia tau telah mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkan sang ayah. Meskipun pada awal ia terkejut mengetahui gadis itu seorang tunawicara namun jika ia pikir-pikir dengan kekurangan yang dimiliki gadis itu akan menguntungkan untuk dirinya yang memang malas berinteraksi berlebihan dengan orang lain. Tidak ada cinta yang melandasi pernikahan David dan ia pikir Alanis pun begitu. ------------------------------------------------------ Pertemuan dengan mitra kerjanya hari ini cukup mengesankan, selain mendapat kesepakatan yang memuaskan David pun dapat berkenalan dengan anak pemilik perusahaan yang menjalin mitra dengan perusahaannya. Kebetulan sekali sang pemilik tidak dapat hadir sehingga digantikan oleh putrinya yang sangat piawai dalam urusan bisnis. David sendiri sampai dibuat takjub dengan cara penyampaian perempuan yang memperkenalkan diri sebagai Cecilie Stuart. Tidak hanya pintar berdiskusi, parempuan tersebut juga memiliki kesopanan yang tinggi di mata David. Sebuah suara yang David kenal membuat pikirannya kembali terpusat pada tempatnya saat ini. Suara siapa lagi kalau bukan suara istrinya yang sampai sekarang tidak terlalu menyenangkan untuk di dengar. Sebagai tunawicara, Alanis tetap bisa mengeluarkan suara meski yang terdengar hanya seperti "A" atau "U" bahkan saat ia bergumul di atas ranjang dengan Alanis perempuan itu dapat mengeluarkan desahan seperti orang normal. Entahlah apa namanya kondisi itu. Gagu atau yang lainnya? David sepertinya tak perduli. Kembali pada Alanis yang selalu menyambut kepulangan David dengan senyuman. Meskipun tak mendapat balasan Alanis hanya dapat memaklumi bahwa suaminya sudah sangat lelah untuk sekedar membalas senyumannya. Tak apa, asal lelaki yang mengucapkan janji dihadapan Tuhan bersamanya dapat pulang selamat bagi Alanis itu sudah cukup. Alanis buru-buru menulis pada sebuah buku kecil yang selalu berada di saku bajunya. "Mau mandi, atau makan dulu?" Karena David tidak bisa bahasa isyarat dan tidak mau repot-repot belajar, maka Alanis menuliskan semua yang ingin ia katakan kepada David dengan buku kecil itu. Terlahir sebagai tunawicara, membuat Alanis memahami betapa sulitnya orang lain mengerti akan apa yang ia ucapkan. Jadi, salah satu cara yang membantunya lebih mudah berinteraksi pada orang disekitar yang tidak dapat menggunakan bahasa isyarat hanyalah dengan menuliskannya pada kertas. David yang sudah hafal pertanyaan dari Alanis hanya menjawab singkat bahwa ia akan mandi terlebih dahulu. Alanis mengangguk paham lalu pergi menyiapkan pakaian utuk suaminya yang telah masuk kedalam kamar mandi. Saat makan malam Alanis dapat mendengar bahwa David menghela nafas beberapa kali seolah ada beban berat yang dipikirkan. Alanis ingin bertanya, namun urung mengingat David pernah melarang dirinya untuk bertanya lewat tulisan saat mereka sedang makan. David bilang ia tidak mau tersedak karena harus makan sambil membaca tulisan Alanis. Sifat David makin dingin terhadap Alanis. Dan itu semua membuat Alanis kebingungan, saat ia bertanya David akan bertanya balik padanya dan bilang bahwa hanya Alanis yang berpikiran kalau sifat David berubah. Jam pulang kantor pun menjadi lebih lama dari biasanya, jika biasanya jam tujuh malam David sampai di apartemen mereka, kini laki-laki itu akan sampai pukul Sembilan malam. Menyisakan Alanis yang selalu menunggu dengan khawatir di ruang tamu. David seolah menganggap Alanis tidak ada, meskipun sejak awal menikah David memang bukanlah suami yang romantis, namun akhir-akhir ini Alanis makin merasa sikap David berubah ketus padanya. Sampai suatu malam, tidur Alanis terusik Karena dering ponsel suaminya. Entah pada dering yang keberapa Alanis mendengar David mengangkat panggilan itu dengan suara sangat pelan. Tak lama terasa pergerakan kasur menandakan David turun dan menjauh diikuti bunyi pintu kaca yang mengarah ke balkon terbuka dan ditutup kembali. Alanis membuka mata yang ia pejamkan pura-pura. Ia penasaran, siapa yang menghubungi David saat jam di atas nakas telah menunjukkan pukul satu dini hari. Alanis lalu melilitkan selimut untuk menutubi tubuh polosnya. Ya, meskipun saat siang hari David berubah lebih dingin padanya namun saat malam tiba David akan membuat malam yang mereka lewati tetap panas. "Hmm... tentu, wanita sesempurnamu sayang untuk dilewatkan." "..." "Aku mengatakan fakta." "..." Alanis tidak mau menduga-duga, tapi nada bicara David pada seorang yang ia sebut wanita sempurna itu sangat terdengar berbeda. Tidak ketus, ditambah lagi dengan selingan tawa yang mempertegas bahwa orang yang menghubungi David pada dini hari ini bukanlah sekedar teman biasa atau mitra kerja. "Tidak, tidak. Aku tidak akan menemuimu dalam mimpiku, aku akan menemuimu dengan nyata besok siang di kafe Favoritmu." Perlahan tapi pasti, Alanis mundur dan kembali dari tempatnya menguping tadi. Apa yang sebenarnya terjadi? Inikah jawaban dari segala sikap David akhir-akhir ini padanya? Mungkin terlalu dini untuk menyimpulkan, namun Alanis tidak bisa berbohong bahwa hatinya sakit mengetahui suaminya menerima panggilan dari seseorang yang tidak ia ketahui, padahal selama menikah dengan David, Alanis hafal suaminya bukan tipe orang yang mau waktu istirhatnya diganggu. David akan selalu mematikan ponselnya sebelum tidur. Alanis kembali ke atas ranjang dan mengatur posisi persis sebelum ponsel David berdering. Biarlah ia berperan sebagai orang bodoh, karena nyatanya Alanis tidak tahu harus bersikap apa pada suaminya setelah ini. ------------------------------------------------------ "Nanti malam jangan menungguku, kau bisa tidur lebih dulu jika mengantuk dan tidak membuatku harus menggendongmu ke kamar." Itu adalah kalimat terpanjang sejak David mulai berubah pada Alanis. Sudah lewat dua bulan sejak Alanis mencuri dengar David berbicara dengan seseorang lewat telepon. Makin kesini, perubahan David makin terlihat, seperti berusaha menghindar dari Alanis. Pulang dari kantor pun lebih larut malam. Dan semalam puncaknya, Alanis yang bekerja sebagai penerjemah untuk salah satu aplikasi milik perusahaan Norwegia -negara mendiang ibunya berasal- tertidur di sofa ruang tamu. Dan keesokan paginya David menegur Alanis. Bukan karena khawatir, namun karena mau tak mau David harus menggendong Alanis ke kamar mereka. Alanis mengambil buku kecilnya lalu menuliskan, "maaf." "Aku sudah bilang bahwa aku tidak suka membaca tulisan saat sedang makan." Alanis menunduk. Lalu menganggukkan kepalanya mengerti akan apa yang David ucapkan. Hening menyelimuti acara makan pagi Alanis dan David. Tuhan... ada apakah dengan penikahannya? Lirih Alanis dalam hati. ------------------------------------------------------ Tbc

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Istri Muda

read
392.2K
bc

HELP ME - BAHASA INDONESIA (COMPLETE)

read
10.0M
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.2K
bc

Broken

read
6.4K
bc

Mrs. Fashionable vs Mr. Farmer

read
422.4K
bc

Bukan Istri Pilihan

read
1.5M
bc

Loving The Pain

read
3.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook