Bab 3 || Dirly

1121 Words
"Baiklah, anak–anak, sekarang hasil ulangan matematika kalian minggu lalu akan saya bacakan. Yang merasa nilainya dibawah KKM langsung maju kedepan. Setelah semua nama selesai saya bacakan, siswa yang maju ke depan nanti langsung mengikuti remidi, tidak perlu tunggu lama. Silakan nanti acungkan tangan terlebih dahulu saat saya memanggil nama kalian." Suara seorang pria yang berumur kepala tiga langsung saja memenuhi kelas XI - I IPA usai bel tanda masuk jam pertama dimulai. Siapa lagi kalau bukan suara Pak Hendri. Si guru matematika yang tampangnya saja terlihat kalem, tetapi cukup terkenal dengan kesadisannya jika sudah memberi soal. "Saya akan bacakan sesuai urutan presensi kelas kalian. Baiklah dimulai dari urutan pertama, Adhira Fernanda!" Dhira langsung mengangkat tangannya. "Selamat! Kamu mendapat nilai sempurna yaitu seratus!" ujar Pak Hendri. Seketika kelas langsung hening. "Ayo beri tepuk tangan pada temanmu ini! Dia hebat loh, hanya dia saja peraih nilai sempurna di kelas ini!" Mendengar ucapan Pak Hendri, semua pun langsung bertepuk tangan—tentu saja dengan terpaksa. "Baiklah, sekarang lanjut ya ...." Pak Hendri melanjutkan membacakan nama siswa kelas XI - I IPA satu persatu setelah nama Dhira. Namun, setiap anak yang dipanggil setelah Dhira selalu maju kedepan. "Frishka Andriani Putri!" Seketika kelas hening saat nama Rishka dipanggil. "FRISHKA ANDRIANI PUTRI!" ulangnya. "Ehm, maaf, Pak! Rishka sekarang berada di UKS. Dia tadi tiba–tiba pingsan tanpa diketahui penyebabnya," ujar Tya dengan perasaan takut. Tentu saja, karena saat Pak Hendri memanggil nama Rishka tadi, wajah guru matematika itu terlihat jelas seperti menahan marah. "Oh, begitu. Baiklah, berarti dia akan melaksanakan remidi susulan karena nilainya sangat parah." Semua murid di kelas itu hanya diam mendengarkan. Semua siswa kelas XI - I IPA tahu bahwa Pak Hendri dan Rishka bagai air dengan minyak. Rishka yang sebal dengan kesadisan Pak Hendri saat memberikan soal, sedangkan Pak Hendri yang tak suka dengan sifat bandel Rishka yang selalu molor mengumpulkan tugas yang ia berikan. Sehingga, tidak salah jika seluruh siswa XI - I IPA diam saja mendengar omelan Pak Hendri. "Baiklah selanjutnya ...." Pak Hendri meneruskan memanggil siswa di kelas itu dan banyak sekali yang maju setelah namanya dipanggil oleh guru matematika itu. Saat semua nama selesai dipanggil, seluruh siswa berdiri di depan kelas menyisakan Dhira yang duduk manis di bangkunya. "Lihat! Kalian lihat! Hanya Dhira saja yang tidak remidi. Mengapa kalian seperti ini lagi? Hal ini terus saja terjadi. Apa kalian tidak bertanya atau meminta Dhira untuk mengajarkan hal-hal yang tidak kalian ketahui?" Semua murid terdiam. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Pak Hendri. "Kenapa masih diam? Tidak bisa menjawab? Apa kalian gengsi dengan Dhira karena tampilannya yang cupu? Benar?" Semua siswa seketika terkejut dengan ucapan Pak Hendri tapi tidak untuk Dhira. Pak Hendri adalah mantan guru BK saat Dhira SMP dulu dan cukup akrab dengan Dhira. Saat Dhira kenaikan kelas IX barulah Pak Hendri pindah mengajar di SMA ini. Jadi, tidak salah kalau dia bisa mengamati masalah–masalah yang ada di dalam kelas siswanya termasuk yang menimpa Dhira saat ini. Karena dia dulu pernah menghadapi masalah pembullyan siswa seperti ini. "Kenapa kalian terkejut seperti itu? Kaget karena saya tahu hal ini? Kalau kalian bingung dan penasaran kalian bisa tanya saja pada Dhira. Tapi, itu sepertinya tidak mungkin, ya? Bukankah kalian gengsi walaupun hanya berbicara saja dengan Dhira?" Semua murid masih membungkam mulutnya masing-masing. Suasana kelas masih saja hening kecuali dengan suara tegas Pak Hendri. "Saya adalah mantan guru BK di SMP Dhira dulu, jadi saya bisa tahu apa yang terjadi di sini dari tingkah kalian. Kalian tidak mau berbicara dengan Dhira karena gengsi. Benar, kan? Itu termasuk pembullyan! Kalian bisa berurusan dengan BK kalau seperti ini. Untuk kali ini saja, saya beri kalian kesempatan. Tapi kalau kalian mengulangi lagi, saya tidak segan–segan untuk melaporkan hal ini pada BK!" Suara menggelegar Pak Hendri memenuhi ruang kelas lagi. "Baiklah, kalian semua kecuali Dhira, ikut saya ke Lab Komputer karena remidi akan menggunakan sistem IT sama seperti ulangan minggu lalu." Semua siswa kelas XI-I IPA –kecuali Dhira– langsung menuju Lab Komputer, meninggalkan Dhira sendirian di kelas. ✨✨✨ Dhira yang sedang asyik dengan novelnya tiba-tiba merasakan hal aneh lagi. Bulu kuduknya langsung membentuk sudut 90° dengan kulit. Bahkan bulir keringat dingin mulai keluar dari dahinya padahal penyejuk ruangan dinyalakan dengan suhu yang cukup rendah. Tengkuknya pun tiba-tiba terasa dingin. Gadis itu sampai mengelus tengkuknya sambil berusaha fokus membaca novel. Aneh, dahinya berkeringat tapi tengkuknya dingin? Karena terlalu fokus pada novelnya, Dhira tidak menyadari ada suara mendesis yang cukup tidak mengenakkan didengar oleh telinga. Perasaan aneh itu pun semakin menjadi. Akhirnya Dhira mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk fokus pada novel. Saat mengangkat kepalanya, gadis itu sangat terkejut melihat sesuatu yang ada di depannya. Seketika tubuhnya membeku, bahkan untuk berteriak lidahnya terasa kelu. Degup jantungnya mulai tidak normal. Ia menggenggam erat novel yang ia baca tadi. Ternyata di depannya ada sosok menyeramkan yang mengganggunya kemarin, tetapi bedanya penampilan sosok itu tidak terlalu mengerikan. Sosok itu nampak seperti manusia biasa, seperti kemarin saat Dhira berteriak ketakutan. Namun, tetap saja, gadis itu masih syok menyadari dia tidak sendirian di kelas. Sedangkan sosok di depannya terlihat santai saja seolah tidak peduli dengan raut ketakutan yang ditampilkan gadis itu. "Hei, tidak perlu takut lagi. Namaku Dirly, namamu siapa?" Langsung saja sosok yang bernama Dirly itu memperkenalkan dirinya tanpa memedulikan Dhira yang masih ketakutan. "Apa maksudmu? Kau membuatku ketakutan tapi kau mengajakku berkenalan," ujar gadis itu dengan cemberut walaupun di sudut hatinya ia masih merasa was-was. "Oh, tolong lupakan yang terjadi tadi ya? Aku minta maaf. Ayo dong, apa kamu tidak mau berkenalan denganku?" pinta Dirly lagi. "Baiklah aku akan berusaha melupakan kejadian tadi. Namaku Adhira Fernanda, boleh dipanggil Dhira," ucap Dhira memperkenalkan diri walau masih ada keraguan dalam hatinya. Dirly pun mengangguk-anggukan kepalanya, "Sudah kuduga itu namamu." "Apa? Kau memangnya tahu apa tentang diriku? Aku kenal kamu lebih dekat saja masih belum. Jangan mengada-ada, deh," ujar Dhira dengan perasaan terkejutnya yang masih belum hilang. "Tidak percaya? Oke, kalau begitu akan aku buktikan. Kamu itu suka warna apa saja asalkan itu warna yang soft, karena menurutmu itu sangat segar dipandang mata. Makanan favoritmu adalah mie. Setiap kali kamu diajak makan mie, kamu pasti langsung menyerbunya kan? Terus kamu paling takut kalau ada hal yang mengerikan, bahkan hal yang sedikit mengagetkan saja. Lalu-" "Stop, stop. Jangan diteruskan! Ujung-ujungnya nanti kamu akan menjelekkanku. Aku tidak suka!" Dhira pun cemberut lagi. "Tapi itu semua benar, kan?" "I-iya, sih. Bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Dhira. Kini dalam pikirannya penuh dengan kebingungan dan ketakutan luar biasa. Bagaimana bisa sosok aneh ini mengetahui semua tentangnya? "Aku tahu semuanya, hanya saja kamu yang tidak menyadarinya. Sudahlah, kamu percaya saja denganku. Apakah sekarang kita bisa berteman?" "Emm ... baiklah!" ujar Dhira walaupun masih ada keraguan di hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD