2. Dia Lagi

1288 Words
Sesungguhnya andai kepala seseorang kalian ditusuk dengan jarum yang terbuat dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. -HR. Ath-Thabrani- *** ALYA berjalan gontai menyusuri lorong sekolahnya yang sudah sepi. Bel pulang sudah berbunyi 20 menit yang lalu, tapi Alya masih ada di sekolah. Ia sengaja pulang lebih lama karena jika ia pulang bersamaan dengan be yang ada ia akan berdesakan dengan murid lain dan Alya tak mau itu terjadi. Alya merogoh saku roknya dan mengambil ponsel dari sana. Jarinya tampak lincah mengetikkan pesan untuk seseorang, setelah selesai ia langsung mengirimkan pesan tersebut. Alya : Assalamualaikum Bang. Alya udah pulang. Jemput, ya :) Itu kalimat yang di ketiknya, Tak lama handphone Alya bergetar menandakan ada pesan masuk. Abangnya Alya : Wa'alaikumsalam. Iya, adeknya abang. Tunggu ya jangan kemana-mana. Alya tersenyum membaca pesan tersebut. Sungguh, Alya sangat menyayangi abangnya. Alya adalah anak kedua dari dua bersaudara, jarak antara umurunya dan abangnya hanya terpaut tiga tahun. Alya dan abangnya sangat dekat, mereka saling menyayangi satu sama lain, menjaga agar salah satu dari mereka tak ada yang terluka. Ya, keluarga yang sempurna. Alya sangat bersyukur memiliki keluarga yang harmonis seperti itu, Ia selalu berdoa semoga keluarganya tetap bahagia sampai kapan pun, walaupun banyak rintangan yang nantinya akan terjadi. Alya menyimpan ponselnya ke dalam saku lalu kembali melanjutkan jalannya. Namun, suara seorang pria dari belakangnya menghentikan pergerakan kaki Alya. "Alya," panggil cowok tak di kenali itu. Sungguh Alya tak mengenal cowok itu, tapi dari mana cowok itu tahu namanya. Sontak Alya berhenti, ia berusaha untuk tenang. Alya tak mengenal cowok itu, tapi Alya tahu cowok itu adalah orang yang sama dengan orang yang tadi pagi tak sengaja Alya tabrak dan yang tadi berada di perpustakaan. Alya tahu hal itu dari suara cowok itu. Ya, Alya sangat yakin. Suara sepatu cowok itu terdengar mendekat ke tempat Alya. "Ini buku lo, kan?" tanya cowok itu sembari menyodorkan sebuah novel. Kini ia tengah berada di hadapan Alya. Alya yang mulai risih, seperti biasa hanya menundukkan pandangannya. Ia melirik sebuah benda yang ada di tangan cowok itu. Benar saja, buku itu adalah novel yang tadi ia cari.  Alya mengangguk sebagai bentuk jawaban. "Tadi gue jumpa di perpustakaan," ucap cowok itu lagi. Tuh kan, dugaan Alya benar. Cowok yang ada di depannya ini adalah cowok yang tadi di perpustakaan. Alya mengambil buku tersebut, "Makasih," ucapnya. Alya sama sekali tidak melihat cowok itu, ia masih saja menundukkan pandangannya. "Kalau lagi ngomong sama orang usahain tatap matanya," ucap cowok itu lagi. Alya menggeleng pelan, "Maaf tidak bisa," jawabnya. Alya mengambil ancang-ancang untuk pergi. Namun, tiba-tiba tangannya di tahan oleh cowok itu. Refleks Alya terkejut. Matanya tak sengaja menatap cowok itu. "Astaghfirullah," ucap Alya spontan. Ia menghentakkan tangannya dan menundukkan pandangannya. Ia berharap dapat terlepas dari tangan cowok itu. Dan, untungnya cowok itu tidak memegang tangannya terlalu kuat sehingga ia dapat melepaskannya dengan mudah. "Jangan sentuh saya," ucap Alya, terdengar nada bergetar di suaranya.  "Lah kenapa?" tanya cowok itu tak berdosa. "Sungguh apabila kepala salah seorang dari kalian di tusuk dengan paku dari besi itu lebih baik baginya daripada harus menyentuh wanita yang tidak halal baginya." ucap Alya menjelaskan salah satu hadist yang ia ketahui. Setelah mengucapkan kalimat itu, Alya langsung pergi meninggalkan cowok tersebut yang masih terdiam berusaha mencerna perkataan Alya tadi. "Dia ngomong apa, yak?" gumamnya sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. *** Alya turun dari mobil di susul abangnya dari belakang. "Dek, kamu kenapa?" tanya Ilham, abang Alya. Alya melirik Ilham sekilas, "Alya gak papa kok, Bang. Cuma capek aja," jawabnya. "Benar?" tanya Ilham lagi berusaha meyakinkan. Alya mengangguk sambil tersenyum. Walaupun mulutnya di tutup oleh masker, tapi senyum Alya tetap terlihat dari matanya yang sedikit menyipit. "Yaudah, nanti kamu istirahat, ya. Tapi jangan lupa makan dulu," ucap Ilham, lagi. Alya mengangguk lagi. "Yaudah, yuk masuk." ajak Ilham. Keduanya masuk ke rumah. Tak lupa mereka mengucapkan salam, dan di sambut Bundanya dengan senyuman. Alya menyalim tangan Bunda dan di balas bundanya dengan sebuah kecupan sayang di kening putri tunggalnya itu. "Gimana belajarnya, lancar?" tanya bunda. "Alhamdulillah, Bun. Lancar kok," jawab Alya. "Syukurlah. Kamu langsung ganti baju, ya. Biar kita makan bareng," "Iya, Bun. Alya ke kamar, ya," Dan di balas bundanya dengan anggukan. Alya menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Entah kenapa Alya memikirkan kejadian tadi, kejadian yang sama sekali tak di harapkannya. Sebuah pintu cokelat yang bertuliskan "Sebelum masuk ucap salam dulu" telah terlihat. Alya membuka knop pintu lalu segera masuk. Sebelum masuk tak lupa ia mengucapkan salam. Alya duduk di kasur yang bercorak bunga itu. Dia terdiam, entah kenapa ia mengingat kejadian saat di sekolah tadi. Selama dua tahun dia bersekolah di SMA CADIKA baru hari inilah ada seorang pria yang berani memegang tangannya. Bahkan hari ini, ia sudah dua kali bersentuhan dengan cowok itu walau itu tidaklah di sengaja. Alya mengerjap matanya, "Astaghfirullah, kenapa aku jadi keingat itu terus," gumam Alya. Ia berusaha melupakan kejadian tadi, dan ia berharap kejadian itu tak terulang lagi. Alya melihat jam yang ada di dinding kamarnya. Ia menepuk jidatnya seolah melupakan sesuatu. "Ya allah, aku belum sholat Dzuhur," ucapnya. Alya merogoh saku roknya, lalu mengambil handphone dari sana dan mengetikkan sebuah pesan untuk Ilham. Abangnya Alya : Bang, abang sama bunda makan dulu aja. Alya mau sholat Dzuhur. Setelah mengetikkan pesan itu Alya langsung ke kamar mandi untuk mengabil wudhu. Entahlah, bagaimana mungkin ia bisa melupakan kewajibannya itu. Sungguh hari ini adalah hari buruk untuk Alya. *** Sementara di tempat lain, dua orang cowok tampak saling bercengkrama di sebuah rumah besar nan mewah yang berada di pusat kota. Dengan segelas teh botol dan kuaci yang menjadi cemilan keduanya. Mereka tampak membicarakan hal yang tak penting sambil sesekali saling melemparkan kulit kuaci ke arah temannya. "Zik, lo masih sama Bella?" tanya temannya. "Kagak. Baru tadi gue putusi," ucap cowok yang bernama Zikri. "Dasar lo playboy cap gajah. Setiap hari ganti cewek, gak bosen apa?" "Justru itu, San. Karena gue bosenlah makanya gue gonta-ganti cewek," "Heleh alasan. Tobat lo, percaya sama gue, suatu saat nanti lo bakalan ketemu sama cewek yang berhasil buat lo kelepek-kelepek sama dia bahkan lo bisa sujud-sujud di depan dia," ucap Sandi. "Kayak lo gitu? Alah, udalah, San. Lo masih jatuh cinta sama cewek bercadar yang gak tau rimbanya di mana. Iyakan?" ledek Zikri. "Entah lah. Itu cewek beneran buat gue kelepek-kelepek sama dia. Padahal mah mukanya aja gue kagak tau gimana," jawab Sandi. "Nah, itu lo tahu. Udahlah, move on. Lagi pula kan, lo yang bilang cewek itu jalan berdua sama cowok. Bisa jadi itu pacar atau suaminya," ucap Zikri lagi, berusaha meracuni otak Sandi. "Gak mungkin itu pacarnya, dia itu wanita soleha jadi gak mungkin pacaran. Suaminya? Dih, lebih gak mungkin. Badanya aja masih kayak anak SMA," "Kalo soal badan mah, Emaknya si Lela noh kecil kayak kelingking," ucap Zikri sambil tertawa. Ia melempar kulit kuaci tepat di wajah Sandi. "Dasar bucin," ucapnya lagi. Sandi mengumpat kasar, "Entar lo bakalan ngerasai juga. Awas aja lo merengek-rengek minta tolong sama gue, gue buang lo ke air-air," kesal Sandi. Zikri tertawa semakin keras, kepalanya menggeleng-geleng seolah mengatakan tidak mungkin. Di sela-sela tawanya, ia tampak memikirkan sesuatu. Sesuatu yang sedari tadi memenuhi isi kepalanya.  Ntah untuk keberapa kalinya ia mendadak teringat dengan gadis yang tadi ia jumpai di sekolah. Gadis sangat aneh tetapi keanehannya itulah yang justru membuat Zikri penasaran dengannya. "Eh, San, gue tadi ketemu sama cewek aneh di sekolah asli sih aneh banget." "Aneh gimana? Lo kali yang aneh." "Gue serius Bambang, cewek itu pakai jilbab panjang banget trus selalu pakai masker buat nutupin mukanya." "g****k! Itu berarti dia ukhti syar'i di sekolah, gitu aja lo gak tau." "Ya mana gue tau, kan jarang banget ada cewek berjilbab sampai panjang banget gitu di sekolah kita." "Lo kebanyakan temenan sama cabe-cabean sih, jadi nggak tau ukhti Soleha di sekolah." Sandi tertawa keras, ia selalu berhasil membuat lelucon yang menyinggung Zikri. Tetapi bukanya kesal Zikri malah merasa bangga dengan sindiran itu. Ia tidak pernah tersinggung dengan omongan Sandi apalagi kalau omongan itu benar. Ya, selayaknya cowok pada umumnya yang tidak mudah tersinggung dengan omongan teman, sangat berbanding jauh  dengan sikap perempuan. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD