Tidak Ingin Bercerai

1093 Words
Layla tertegun untuk sesaat, dia menjatuhkan brosur di tangannya dan menyembunyikannya diantara kedua kakinya. Khawatir ibu mertua dan adik ipar melihatnya. "Lusi, Tuhan mungkin masih belum memberikan aku kepercayaan, tetapi aku akan berusaha lebih keras lagi." Annette meradang mendengarnya. "Berusaha lebih keras bagaimana? Sebenarnya apa yang wanita sepertimu bisa lakukan? Kamu tidak memiliki pekerjaan yang layak, kamu miskin dan tidak bisa hamil. Kami menginginkan anak dari garis keturunan yang hebat tetapi kamu tidak bisa memberikannya. Jika seperti ini, untuk apa kamu menikah dengan putraku? Untuk apa kamu menjadi menantu keluarga kami dan untuk pernikahan kalian masih berlanjut? Layla, ini sudah tiga tahun, aku juga ingin seorang cucu, menurutmu berapa lama lagi keluarga kami harus menunggu?" Layla menunduk dalam-dalam, dia menahan gejolak emosi di hatinya. Matanya memanas dia menahan air matanya agar tidak keluar. "Bu, aku yakin tahun ini aku akan hamil!" "Darimana keyakinanmu itu berasal? Apakah kamu bisa melihat masa depan? Kamu bisa menjamin kamu bisa hamil? Lihat saja sekarang, putraku sudah jarang pulang, sudah jelas bahwa dia tidak menyentuhmu, jika kamu hamil akulah yang akan mempertanyakan apakah itu benar-benar anak dari putraku?" Lusi mengangguk, dia mendukung ucapan ibunya kemudian berbicara dengan bersemangat. "Benar, aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali kakak pulang. Sekarang kamu menunggunya seperti orang bodoh, kamu membuat kue semacam ini, bahkan memasak seperti ini. Kamu pikir kakakku mau memakannya? Kakakku bisa membeli kue enak diluar sana dan sekarang dia pasti sedang bersenang-senang dengan wanita lain. Jika aku jadi pria aku juga enggan pulang ke rumah. Diluar sana wanita lain begitu cantik dan menawan, mereka memiliki karir yang hebat dan berasal dari keluarga kaya, sedangkan kamu... Ck, Ck..." Lusi menyapu tubuh Layla dari atas hingga bawah, rasa jijik muncul di matanya yang tajam. "Wajahmu terlihat tua dari usiamu dan baju yang kamu kenakan lebih mirip seperti kain pel. Jika kamu duduk di jalanan, kamu akan terlihat seperti gembel. Tidak ada yang layak untuk lihat, kamu hanya merusak mata orang yang memandang, jangankan kakakku, sebagai wanita aku pun muak melihatmu!" Semakin dia melihat Layla semakin kesal dirinya, memiliki ipar seperti Layla sama seperti mimpi buruk baginya. Mendengar keluhan Lusi, Layla menunduk menatap lekat-lekat tubuhnya, dia mengenakan baju tidur yang sudah tiga tahun dia pakai, warnanya sudah memudar dan beberapa jahitannya sudah terlepas, Di bagian sisi terdapat lubang kecil, beberapa kali dia menjahitnya kembali karena berpikir masih layak dipakai. Dia tidak memiliki uang untuk membeli sekedar baju baru, tidak memiliki uang untuk perawatan. Biaya makan dia tanggung sendiri. Ibu mertuanya tidak mau memberinya makan, mengatakan itu hanya pemborosan untuk memberi makan satu orang lain yang tidak relevan. Layla menggigit bibir bawahnya, dia mengerti ucapan Lusi benar, karenanya dia bahkan tidak bisa menyangkal. Wanita diluar memang cantik, dia sering melihat mereka di jalan saat dia pergi berbelanja ke pasar. Wanita-wanita itu mengenakan setelan jas dan rok, tas mahal di pundak mereka dan mereka pergi ke kantor menuju gedung bertingkat, mereka terlihat elegan dengan sepatu hak tinggi, dibanding dirinya yang mengenakan pakaian lusuh dan sandal jepit setiap hari, dia sungguh tidak dapat dibandingkan. Layla mengangkat kepalanya. Dia menatap Lusi lekat-lekat kemudian menjawab. "Jika aku sedikit berdandan dan mengenakan pakaian bagus, aku mungkin akan....." "Mungkin apa?" Lusi segera memotong ucapan Layla, dia tidak tahan dengan percakapan ini, berpikir bahwa percakapan ini sia-sia. "Kamu pikir dengan kamu berdandan dan mengenakan pakaian bagus kamu akan terlihat bermartabat, begitu? Kamu tetap saja miskin dan jelek, pakaian itu hanya cangkang, di dalamnya kamu tetap saja wanita rendahan. Tidak peduli baju apa yang kamu pakai dan riasan apa yang kamu kenakan, kamu tetap tidak layak. Memberikan pakaian bagus untukmu hanya sia-sia, sama seperti babi mengenakan pakaian, tidak cocok!" Layla selalu patuh dan diam saat di hina, karenanya Lusi semakin senang dan bersemangat menghinanya. "Sekarang sudah tiga tahun pernikahan, kakakku juga jarang pulang, menurutku tidak ada lagi yang perlu dipertahankan, mengapa kamu tidak bercerai saja? Lepaskan kakakku, keluarga kami sudah ingin memiliki seorang penerus, ibuku ingin memiliki menantu yang layak dan aku ingin segera memiliki keponakan! Kamu tidak bisa memberikan semuanya jadi apa gunanya kamu menjadi istri kakakku dan bertahan dengan pernikahan tidak masuk akal ini?" Tubuh Layla menegang mendengar kata perceraian, sudah tiga tahun dia dihina, ibu mertua dan adik iparnya tidak pernah menyebut mengenai perceraian tetapi sekarang... "Aku tidak ingin bercerai." Layla mengangkat kepalanya dengan hati-hati dia kembali berbicara. "Aku benar-benar tidak bisa bercerai." Segera, Lusi melotot padanya dan Annette yang mendengar ucapan Layla merasa kepalanya sakit dan berdenyut-denyut. Dia melirik Layla dengan kesal, sangat sulit menyingkirkan menantu tidak berguna ini, dia tidak tau lagi bagaimana caranya agar Layla bercerai dengan putranya. "Hah, kamu tidak ingin bercerai? Kamu tidak bisa hamil tetapi masih berani tidak ingin bercerai? Sampai kapan kamu akan menyiksa putraku? Kamu ingin Lucas dan keluarga kami terus-menerus tidak memiliki keturunan, begitu? Kamu sangat egois. Kamu sangat tidak tau malu, tidak heran Tuhan tidak memberikan anak kepada orang sepertimu!" Layla meremas kuat ujung bajunya.."Bu, beri aku waktu, aku yakin tahun ini aku bisa hamil." Lusi mencibir sambil melipat tangannya di depan d**a. Matanya yang tajam memancarkan segala kebencian dan kelicikan. "Daripada menunggumu hamil bukankah akan lebih mudah jika kakakku bercerai denganmu dan menikah lagi? Menunggumu memiliki anak sama seperti menunggu keajaiban datang dari Tuhan, kamu mandul begini bagaimana bisa hamil? Kamu pikir kamu wanita suci?" Layla menggelengkan kepala sekali lagi. "Aku akan berusaha, aku yakin tahun ini aku bisa hamil, aku yakin Tuhan akan segera memberikan kepercayaannya padaku, aku akan melakukan apa pun tetapi aku benar-benar tidak bisa bercerai." Annette yang tidak tahan dengan ucapan Layla menjawab. "Layla, di sini keinginanmu itu tidak penting. Kami sudah tidak bisa menunggu. Semua orang bertanya padaku kapan aku memiliki cucu? Beberapa orang dengan sengaja mengejekku mengatakan aku memiliki menantu yang mandul. Aku sudah tidak tahan. Lagipula, kamu bukan pengantin yang diinginkan. Jika bukan karena terpaksa, keluarga kami tidak akan menerima orang sepertimu. Jadi bercerai saja!" Layla terkejut. "Bu, tolong jangan berbicara seperti itu..." Annette melipat kedua tangannya dan menatap Layla dengan sombong. "Jika kamu berlutut dan memohon, aku mungkin akan mempertimbangkan." Layla tersentak, dia bangkit kemudian berlutut di tanah dan menggosok kedua tangannya, memohon kepada ibu mertuanya. Melihat Layla yang dengan patuh berlutut, sebuah senyuman tipis tersungging di bibir Annette. "Layla, bahkan orang paling bodoh masih akan mengerti posisinya. Ini bukan permintaan melainkan perintah. Jika kamu tidak bisa bercerai sekarang, aku akan memberimu waktu. Kamu bilang tahun ini kamu bisa hamil, bukan? Jika kamu benar-benar hamil aku tidak akan lagi memintamu untuk bercerai, tetapi jika kamu masih tidak juga hamil, kamu harus siap dengan perceraian, aku akan memilihkan wanita lain yang sehat untuk putraku dan Lucas juga pasti akan setuju."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD