chapter 2

1622 Words
*** Dua orang dewasa yang kini sedang berbincang di pekarangan rumah ,salah satu dari mereka terlihat sangat serius. Keduanya sama-sama mendekatkan diri seolah perbincangan mereka tidak boleh didengar oleh orang lain. Padahal di dekat mereka tidak ada siapa-siapa, para pasangan mereka sedang mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga. Rumah mewah itu kosong tidak ada satupun manusia,semua asisten rumah tangga ada di papiliun kecil di belakang rumah itu, para satpam dan supir juga adanya di depan. Jadi hanya ada berbagai macam peliharaan sang tuan rumah saja. Memang sensasi mengobrol yang sedang mereka lakukan tidak ada duanya. " Jadi kalau mereka nggak mau gimana? " ujar salah satu wanita awal 40-an itu dengan raut wajah khawatir. Wanita yang mukanya awet muda dengan mata sipit juga hidung mancung Itu tersenyum picik. " Ya pokoknya harus, aku nggak mau punya besan selain kamu tea. " ujar wanita itu. Wanita yang dipanggil tea pun juga mengganggu cepat dengan wajah lucunya. "Sama, aku juga nggak mau. Udah sreg banget. pokoknya cuman mau kamu aja yang jadi besan aku, nisa" balas tea. Yang dipanggil nisa lagi-lagi mengangguk antusias. " nanti kalau salah satu dari mereka nolak kita harus bertindak pokoknya. " ujar Nisa. "Kita ngapain tapi?" Tanya tea " gimana kalau kita pura-pura sakit aja, apa gimana kek lah pokoknya yang penting buat mereka mau nikah aja. "Balas Nisa dengan perasaan yang menggebu-gebu. " ya udah deh, nanti aku pura-pura mau mati aja biar Malik mau nurutin perjodohan ini, ya. " ujar tea sambil tersenyum. " Iya tea gak apa-apa gitu aja, tapi Kamu ngerasa nggak sih kalau kita egois? "Tanya Nisa sambil menatap th dengan wajah bersalah miliknya yang mana berhasil membuat tea juga mengubah ekspresi wajahnya juga menjadi sendu. " Iya, tapi nggak papa lah buat kebaikan kita bersama loh. " bales tea dengan senyuman manis yang terpatri di wajahnya. Nisa menatap teman solidnya itu dengan wajah yang terlihat cukup mengerikan. " Heh, Kalian ngapain?" Ujar seseorang menginstruksi obrolan dua wanita itu. Sontak keduanya terlonjak, nisa menatap sengit pria dengan tubuh tinggi yang berdiri tak jauh darinya. "apa sih sayang ? Ko kamu ngeliatin aku kayak gitu ." Ujar juan agak ngeri juga di liatin kayak gitu sama istrinya. " Siapa suruh kamu ngagetin kita " protes Nisa pada sang suami, ternyata seorang itu adalah Juan yang baru saja datang bersama dengan jefan, suaminya tea. " Lagian kalian kek mau ciuman gitu" rutuk Juan sambil menarik pergelangan tangan sang istri. " apaan sih Jun, yg bener aja dong. Kita tuh lagi bahas hal penting bukan mau lumat melumat. " dengus tea menatap sengit ke arah Juan. "Kan bisa jauhan dikit yang. "Sahut Jefan sambil mengusap rambut istrinya pelan mencoba menengahi perdebatan antara Sahabat istrinya itu. Juan pun mengangguk. " Lagian Bahasa apaan coba, sampai segitunya?" Ujar Juan. Nisa menggeleng, membuat wajah sedramatis mungkin . " kamu nggak tahu sensasinya berbincang jarak dekat kayak gitu mas. Kalau kita deketan kayak gitu tuh kita jadi fokus ngobrolnya. " ujar Nisa. Juan yang mendengar itu dengan perasaan gemas memiting leher sang istri pelan hingga sang empunya memprotes karena kesulitan bernapas, Juan itu badannya besar sedangkan nisa sendiri memiliki badan yang kecil, imut-imut begitu Jadi jelas aja dia Kelap sama juan yang bongsor. Dan beberapa saat kemudian juanpun melepaskan nisa setelah dia mendapatkan cubitan maut nisa di pinggangnya . " nanti malam acara makan malamnya kan?"tanya Juan pada ketiganya setelah dia melepaskan pitingannya pada sang istri .tea mengganggu. " Iya masa siang, namanya juga makan malam." Sewot tea. Juan menghela nafas pelan, menatap jefan yang malah memasang senyuman manisnya. "Bini lo ,jef. bener-bener ya. " rutuk Juan Tea menoleh, menatap jefan yang berada di sampingnya. " aku bener kan Jef?" Tanya tea Jefan hanya mengganggu saja, lalu dia menarik pergelangan tangan tea untuk masuk ke dalam rumahnya dengan alasan ikan koi peliharaannya akan mati kelaparan, maka dengan alasan tersebut tea dengan terburu-buru memasuki rumah mewah miliknya itu. *** "Au, aduh. " Audrey lalu dia menepuk-nepuk bokongnya serta pahanya yang kotor akibat terjatuh karena tabrakan dengan seseorang. Bola matanya memutar ketika melihat siapa orang yang baru saja membuatnya terjatuh itu. "makanya kalau jalan lihat-lihat!" Ketus Audrey dengan wajah yang terlihat begitu dongkol. " maaf saya sedang buru-buru "ujar seseorang itu pada audrey. " Lo kira lo doang yang buru-buru ? gue juga kali " balas Audrey, setelahnya dia berlalu meninggalkan orang tersebut dengan gelagat yang terlihat begitu kesal. Sedangkan yang ditinggalkan menatap punggung Audrey dengan tatapan datar. "mana sih bukunya" gumam Audrey sambil mencari buku referensi untuk ia mengerjakan tugas dari dosennya. Sudah dua puluh menit yang lalu Audrey mencari buku berwarna kuning tersebut, tetapi sampai sekarang buku tersebut tak kunjung dia temukan juga. " nyelip di mana coba itu buku " lagi menggerutu, kesel karena tak kunjung menemukan buku itu. Matanya masih fokus mencari sampai di rak ketiga paling pojok kiri ia melihat buku itu di sana akhirnya, hanya tinggal satu lagi. Audrey tersenyum senang karena berhasil menemukannya . tapi senyuman itu tak lama bertahan sebab buku tersebut lebih dulu berada dalam genggaman seseorang. "Sini bukunya"Ketus Audrey sambil menatap seseorang itu dengan wajah kesal miliknya. " Tapi ini di tangan saya duluan" balas seseorang tersebut sambil mengangkat alisnya sebelah. Audrey berdecak. "Gue udah nyari buku itu lama banget, terus enak jidatnya lo ngambil buku itu. siniin nggak ?" ujar Audrey yang sudah mulai emosi. " Kenapa jadi marah-marah? "Ujar orang tersebut sambil menatap Audrey heran. " Udah deh jangan banyak omong, siniin bukunya. " ujar Audrey. dia hendak merebut buku tersebut, tindakan yang sebenarnya tidak sopan sekali. mengingat juga kalau orang di depannya ini adalah seniornya. " Kamu kenapa sih kalau sama saya bawaannya emosi terus? " tanya seseorang itu. "Bukan urusan lo. Siniin bukunya, Malik ! " Bales audrey yang kini sudah menaikkan suaranya karena, kesal kini sedang menguasai dirinya tanpa ada alasan yang pasti. Melihat audrey yang sudah tidak terkontrol lagi, seseorang yang namanya malik itu memberikan bukunya tersebut pada akhirnya, enggan mencari masalah dengan orang seperti Audrey, terkadang ia juga sedikit heran kenapa audrey bisa seperti itu dengannya, padahal cewek itu adik tingkatnya,dan mereka sebelumnya juga tidak pernah dekat. Soal buku,malik bisa mengambilnya di bagian perpustakaan yang paling belakang saja, buku seperti itu berjajar rapih, alasannya sendiri mengambil buku yang ada di rak yang barusan dia ambil karena memang maliklah yang meletakkannya di sana . Tapi demi menjaga kedamaian di dalam perpus ia merelakan buku tersebut dibawa oleh Audrey yang sudah melenggang pergi tanpa permisi. Malik menoleh, menggelengkan kepalanya. "Semoga nggak dapet pasangan hidup kayak dia, bisa pusing tujuh keliling aku." Gumam malik sambil menggelengkan kepalanya pelan. Lalu ia berjalan ke arah belakang untuk mengambil buku yang sama dengan buku yang ia berikan kepada audrey tadi. ********************** " Gue nggak suka ya drey muka lo dilipat kayak gitu. "Ujar feli yang sudah mulai geram karena audrey memasang wajah masamnya sedari tadi. Runa pun mengangguk, membenarkan ucapan Feli. "Kenapa lagi sih lo?" Tanya Runa. "Iya ,yg kayak banyak banget beban hidup lo drey. " Timpal kahiyang yang suka dipanggil Ayang, juga ikut menimpali. " Emang banyak"Ketus audrey ,lalu dia menelungkupkan wajahnya di atas lipatan tangan. "kenapa sih ,babe ? cerita sini sama kita-kita" ujar runa yang sudah menghadapkan tubuhnya ke arah audrey menunjukkan bahwa ia siap mendengarkan keluh kesah dari sahabat karibnya itu. " sumpah gue tuh kesel banget sama si cowok culun itu. " ujar Audrey . Tersirat sekali rasa kesal di dalam nada bicara audrey yang mana membuat teman-temannya mengernyit alias bingung. " kenapa sama dia? "Tanya Ayang. " Nggak tahu gue lihat-lihat muka dia tuh bawaannya kesel banget tau nggak " balas audrey. Runa pun tertawa. "Awas nanti suka loh sama dia" ledek Runa. " Idih ogah bet, tapi gue udah mau dijodohin sama dia lagi, nyebelin banget kan hidup gue" bales Audrey mengusap wajahnya kasar. Matanya melirik dengan tajam saat cowok yang lagi dibicarain tiba-tiba melintasi hadapan mereka. " Malik ! " Audrey berteriak dengan lantang. Sontak cowok yang dipanggil Malik yang belum terlalu jauh pun lantas menoleh, menatap ke arah Audrey yang berada di belakangnya dengan tatapan bertanya. dan mahasiswa dan mahasiswi yg berada di sanapun juga ngeliatin audrey sebentar namun kembali lagi ke kesibukan masing masing ,soalnya mereka tuh udah hafal banget sama kelakuan barbar audrey. " sini lo" perintah Audrey. Dengan santai Malik pun menuruti perkataan audrey, cowok itu berjalan mendekatinya dengan tetapan polos yang mana bisa berhasil membuat Audrey menaikkan sebelah bibirnya. " bisa nggak sehari aja lo nggak usah lewat depan gue, apa sehari aja lo ngilang kek gitu, enek banget gue lihat muka lo tiap hari. "Ujar Audrey sarkas. Entah dengan alasan apa Audrey mengatakan hal tersebut. Ketiga sahabatnya Audrey yang lain bahkan sudah syok dibuat oleh Audrey sendiri. Bagaimana bisa Audrey mengatakan hal seperti itu pada orang selugu Malik dan yang paling penting Malik adalah senior mereka. " Drey ! "Tegur runa pada audrey yang masih terlihat ingin menghakimi balik. " Memangnya kenapa ? kampus Ini bukan punya kamu kan? Lagian saya nggak nyuruh kamu buat ngelihat muka saya. "Jawab Malik dengan polosnya pada Audrey yang mana ternyata jawaban tersebut malah membuat emosi Audrey semakin tersulut. " Lo ! " Sewot Audrey namun dia namun dia belum melanjutkan perkataannya karena sudah dipotong cepat oleh Feli. " Drey udah ayo ah. " ujar Feli dia lebih dulu menarik tangan Audrey yang untuk menjauh sebelum keributan terjadi. Kahiyang membungkuk, gestur minta maaf kepada Malik atas ketidaksopanan temannya yang dibalas hanya anggukan oleh Malik sendiri. "Hn.aneh." Gumam Malik lalu dia berbalik untuk menuju Parkiran di mana sepeda kesayangannya terparkir. Senyuman tipis ia keluarkan ketika bayangan Audrey yang memarahinya terlintas. "kalau dia jodohnya apa boleh buat kita lihat aja nanti, Audrey. " gumam Malik lagi dengan pelan, lalu dia menaiki sepeda miliknya untuk menuju ke cafetaria yg berjarak 100 m dari sana. Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD