bc

a stupid marriage to an Arab Prince

book_age18+
1.4K
FOLLOW
32.3K
READ
arranged marriage
prince
student
twisted
bxg
campus
highschool
polygamy
gorgeous
like
intro-logo
Blurb

Aira Tak ingin bernasib seperti kakaknya, terpaksa mengadu nasib ke negeri teluk dan menjadi b***k disana, ia bertekad menjadi dokter, tapi nasib membawanya ke pernikahan diam-diam yang diatur keluarganya dengan seorang pria asing dari negara Arab Saudi; tetapi karena ia belum ingin menikah maka mereka berdua bersepakat tetap merahasiakan pernikahan itu. Ketika sahabatnya mengakui punya hubungan spesial dengan Ziyad yang sahabatnya itu tak pernah tahu bahwa itu suaminya, ia baru menyadari bahwa selama ini ia telah mengabaikan cinta dan kasih sayang suaminya, Aira tambah terpuruk mendapati dirinya sekarang hamil

-Stupid Marriage between Ziyad & Aira

chap-preview
Free preview
Chapter 1: Kedatanganku ke Saudi
Hai readers, cerita ini lanjutan dari cerita "A Slave to an Arabian Prince." Nggak mau baca yang itu juga nggak apa-apa, langsung baca cerita yang ini. Tapi cerita sebelumnya itu seruuu banget loh. Jadi aku saranin, setelah membaca yang ini, tetap baca cerita sebelumnya. Terima kasih, enjoy reading yaaa Prolog : “Saat ini kita memerlukan dana suntikan untuk proyek di Oman. Dan Sultan Oman sudah menyetujuinya dengan satu syarat.” Kata Ayah Ziyad, Thalal bin Walid. Kedua putranya memandangi pria paruh baya itu. “Syarat?” tanya Ziyad dan Zayn hampir bersamaan. “Ya syarat, dan sebenarnya syarat itu tidaklah berat. Aku yakin putra-putraku ini sanggup memenuhinya, tapi aku hanya perlu satu dari putraku. “Abi, Tidak usah membuat kami penasaran, apa syaratnya?” tanya Zayn. “Sultan Oman meminta salah satu dari kalian menikahi putrinya yang bernama Yasmin. Hal ini sebagai pengikat tali persaudaraan.” Kedua putranya itu terdiam. Masing-masing berkelana dalam pikirannya. Dua pria muda keluarga kerajaan itu saling menatap, seakan berkata, “kamu saja.”. Zayn berpikir, bahwa tidak mungkin ia mengkhianati Astri, istrinya. Perempuan Indonesia yang telah ia nikahi dengan segala perjuangan karena pertentangan kedua orang tuanya. Ia memandang pada adiknya. Adiknya ini belum sekalipun menikah, sedang dia sudah menikah dua kali sebelum pernikahannya dengan Astri. Pernikahannya yang pertama karena perjodohan, meskipun begitu ia mencintai istri pertamanya itu. Tapi sayangnya Latifa meninggal saat melahirkan buah cinta mereka. Pernikahan kedua Zayn juga dengan perjodohan, tapi perempuan Arab itu diceraikannya karena ia merasa tertipu. Saat ini Zayn menikahi perempuan Indonesia yang tidak pernah direstui oleh kedua orang tuanya, meskipun putri mereka menjadi favorit kedua orang tuanya. Ziyad masih diam. Ia tahu, kali ini orang tuanya akan memberikan tugas ini padanya. Karena ia belum pernah sekalipun menikah. Tetapi ia tidak begitu berhasrat dengan perempuan Arab. Ziyad tidak menyukai postur tubuh perempuan-perempuan Arab yang pada umumnya big size. Hasratnya adalah menikahi gadis dari Asia Tenggara. DIa amat menyukai gadis-gadis Asia Tenggara. semua pacar-pacarnya saat ia kuliah dulu adalah perempuan perempuan Asia. Di matanya perempuan asia itu se-xy, ho-t and tight. Tapi ia tahu, keluarganya menginginkan ia menikah dengan perempuan Arab, dan buat kedua orang tuanya, pernikahan anak-anaknya harus menguntungkan bisnis keluarga. Sedangkan menikahi gadis Indonesia, bukanlah suatu pilihan bagi kedua orang tuanya. Ziyad berpikir keras, ia tak mungkin lepas dari kedua orang tuanya ini dan benar saja ketika ayahnya berkata, “Ziyad kali ini giliranmu, kamu belum sekalipun menikah.” “Baik, tapi ada syarat yang aku minta.” “Ya, tapi kamu tidak boleh menganggap ini pernikahan pura-pura, kamu harus mendapatkan anak dari gadis ini.” “Anak adalah urusan Allah.” jawab Ziyad dengan tegas.. “Dan kamu tidak boleh menceraikannya jika itu bukan alasan yang syar’i” tambah ayahnya lagi “Baik, tapi syaratku pun harus abi terima.” “Baik, sebutkan.” Ziyad menyebutkan semua syarat yang ia minta di depan ayahnya dan kakak laki-lakinya itu. “Baik, abi terima semua syarat itu.” *** Aira’s POV Semenjak mbak Astri dinikahi secara resmi oleh majikannya yang berasal dari negeri teluk itu, kehidupan kami jadi berubah. Meski sebelumnya mbakku itu memang secara rutin mengirimi kami uang, tapi jumlahnya tidaklah sebanyak sekarang ini. Kakakku itu cukup beruntung mendapatkan majikan yang memperlakukannya dengan baik bahkan kemudian menikahinya. Mbak Astri dulu bekerja di rumah majikannya itu mengurus bayi laki-laki majikannya itu yang ditinggal mati ibunya, tapi tidak hanya itu, mbak Astri mengurus segalanya di rumah itu dan ia bertanggung jawab atas segala urusan di rumah majikannya itu. Mbak Astri dan suaminya sungguh sungguh menopang hidup kami, sejak saat itu kami tidak pernah kekurangan. Mereka bahkan memperbaiki rumah kami di Yogyakarta. Kamar tidur kami menjadi empat yang sebelumnya hanya ada tiga kamar dan di setiap kamar tidur itu pasti ada kamar mandinya. Kamar tidur ditambahkan supaya jika mbak Astri dan anak-anaknya berkunjung, mereka bisa menginap di rumah dengan nyaman. Rasanya seperti tak percaya, kami bisa umroh bersama-sama, dan kalau bukan karena mbak Astri dan suaminya belum tentu kami bisa pergi bersama-sama karena perjalanan umroh ini atas biaya dari mereka. Ini adalah putaran terakhir tawaf kami. Dan ini adalah hari terakhir kami di Mekkah sebelum menuju Madinah. Ibuku, ingin mengunjungi kota Nabi Muhammad dan sholat di Masjid Nabawi. Kami umroh bersama-sama, Zayn, mbak Astri, kedua anaknya Thariq dan Aisya, aku dan Tari, ibuku. Setelah menyelesaikan tawaf di pagi itu, Kami berjalan kembali ke hotel yang jaraknya dekat sekali dari masjidil haram, mungkin hanya di pelatarannya saja. Aku berjalan di samping ibuku, sedang di depanku ada mbak Astri yang menggandeng anak laki-lakinya, Thariq yang berwajah 100% arab. Thariq adalah buah pernikahan Zayn dengan almarhumah istri pertamanya. Sedangkan Zayn, suami mbak Astri berjalan di samping kanan Thariq sambil menggendong Aisya, buah pernikahannya dengan mbak Astri. Gadis kecil yang berwajah cantik blasteran Arab-Jawa masih tertidur dengan nyaman di gendongan ayahnya. Kami berencana melanjutkan perjalan ke kota madinah sebelum akhirnya ke rumah mbak Astri yang entah dimana, aku pun belum tahu. Aku memakai baju putih panjang, demikian juga dengan ibuku. Sebagai perempuan Indonesia, biasanya kami umroh dengan memakai baju putih dan kerudung putih. Berbeda dengan wanita-wanita Arab yang memakai baju abaya hitam dan bercadar hitam bahkan ketika mereka mengerjakan tawaf. Mbak Astri mengenakan abaya hitam dan bercadar, tapi Aisya karena masih kecil, ia hanya mengenakan Abaya dan kerudung tanpa cadar. Meskipun begitu ketika kemarin berangkat dari Indonesia, mbak Astri tidak memakai cadar, dia hanya berkerudung saja. Suaminya memperbolehkan ia melepas cadarnya di Indonesia, tapi tidak di Saudi, dimana ia wajib mengenakan cadar. Sedangkan aku, sejak hari kedua aku menjejakkan diri di kota Mekkah ini, mbak Astri menyuruhku memakai cadar. Kata mbak Astri, suaminya yang menyuruh. “Lah apa hak dia mbak, nyuruh-nyuruh aku?” kotaku protes ketika itu. Astri menambahkan, ““Nggak dek, ini hanya penjagaan saja supaya aman.” jawab mbak Astri membela suaminya. “Oyaa? memangnya aku bakal diapain? banyak ko perempuan-perempuan Indonesia lain yang tidak pakai cadar di sini, dan aman-aman saja.” tanyaku heran. “Nggak gitu dek, kamu tuh kan mirip aku, wajah kita mirip, jadi Zayn tidak mau istrinya dilihat orang. ya begitulah pria Saudi. Lagian kamu akan melihat, pria-pria di jalan itu akan menggodamu.” Mbak Astri menegaskanku. “Tapi aku bukan istrinya mbak.” kataku ngeyel. “Tapi kita kayak orang kembar dek., sudahlah dek, nurut aja.” Tapi aku tetap tidak nurut. Keesokan harinya, hari ke 3 kami di Mekkah, ketika kami pulang dari sholat subuh, beberapa pria di jalan menjulurkan lidahnya kepadaku. Awalnya aku tak ambil pusing. Tapi kenapa semakin banyak yang memandangiku. Terkadang ada yang menjulurkan lidahnya. kenapa ya mereka? pikirku. Sesampainya kami di apartemen, tiba tiba Zayn berkata padaku dalam bahasa Inggris, “Aira, sebaiknya kamu pakai cadar. itu lebih baik.” Haaa…? aku benar-benar tak percaya, suaminya mbak Astri itu langsung berbicara padaku menyuruhku untuk menutup mukaku dengan cadar. Kulihat mbak Astri mengangguk. kemudian ibuku juga menimpali, “Iya Aira, sebaiknya kamu pakai cadar.” “Dek, kamu pratiin ga tadi pria-pria di jalan menjulurkan lidahnya ke kamu.” “Hee.. iya mbak, mereka ngapain sih?” “Kasarnya tuh, mereka mau ngejilatin kamu, karena kamu manis..” “Ihhhh.. ngeriii banget.. menjijikkan banget.. ya sudah mbak, aku pinjam cadarmu.” Sejak hari itu aku memakai cadar jika keluar. tapi ibuku tetap tidak bercadar, katanya engap. Sejujurnya aku juga merasa engap sekali. Setelah hari ketiga itu, ketika berziarah ke Masjid Jin, Jabal Nur, jabal Tsur dan Jabal rahmah aku terus memakai cadar. Aku memang terlindung karenanya dari gangguan jilatan jilatan para pria itu. Pada hari terakhir kami di kota Mekkah, aku melihat ke arah ibuku, “gimana bu? senang ndak?” “Bukan saja senang ndok, tapi bahagia.” kata ibuku. Ibuku selalu memanggilku dengan panggilan sayangnya, ‘ndok’. ibu melanjutkan, “Ibu juga senang melihat Mbakmu akhirnya menemukan pasangannya meskipun mereka berdua harus jauh dari ibu. tapi yang penting buat ibu, mereka bahagia.” Aku manggut-manggut, setuju dengan pernyataan ibuku. “Dan ibu juga berharap, kamu pun nantinya akan menemukan pasanganmu dan berbahagia seperti Astri.” “Masih jauh bu..sekarang aja aku masih 18 tahun, baru tamat SMA, buatku yang penting aku lulus masuk universitas, fakultas kedokteran dan menjadi dokter. Nikah tuh nanti lah bu.” “Ya ibu paham dengan cita-citamu, tapi kamu pun harus tahu, jika sudah datang seorang laki-laki baik melamarmu, pantang kamu menolaknya, karena itu akan jadi malapetaka buatmu.” “Baik bu, insya Allah, tapi saat ini pacar pun belum ada bu, aku fokus sama sekolahku. Aku ingin bisa mengobati orang. aku sedih kalau mengingat almarhum bapak yang terlantar saat sakit dan tak satupun dokter yang bisa menanganinya dengan baik.” “Sudahlah ndok, ndak usah diingat lagi itu, ibu jadi sedih.” “Baiklah bu, aku tak akan mengingatnya, tapi itu menjadi semangat bagiku untuk belajar giat supaya bisa jadi dokter. “Iya. iya, tapi ndok, ingat pesan ibu tadi ya, kalau nanti ada yang melamarmu, dan dia adalah pria baik-baik, terimalah.” Aku sampai menoleh melihat ibuku, terpana. “Ibu serius? sampai diulang dua kali gitu ngomongnya. Emang dalam waktu dekat ini bakal ada yang mau melamar aku?” “Ah nggak, ibu hanya mengingatkan saja ndok.” Aku benar-benar curiga, kenapa ibu bicara begitu, jika laki-laki itu belum hadir di kehidupan kami. “Oya Astri, rumahmu sebenarnya dimana sih? di kota ini bukan sih? kok ibu belum dibawa ke sana?” Ibuku mencoba mengalihkan pembicaraan. firasatku berkata buruk. “Mbak, “ aku berteriak memanggil kakakku. mencoba membantu ibuku, karena kurasa mbak Astri tidak mendengar kata-kata ibu, ia terlihat asyik berbicara dengan suaminya. Astri menoleh ke belakang ke arahku. “Ada apa dek?” “Mbak, ibu tanya tuh, mbak tinggal di kota?” “Riyadh, bu.” jawab mbak Astri menerangkan. “Berapa jam nanti dari Madinah mbak?” karena setelah dari kota Madinah barulah kami menuju rumah kakakku itu. “Sebentar ya mbak tanya Zayn dulu, mbak juga belum tahu.” Astri kemudian bertanya kepada suaminya dalam bahasa Arab. dan suaminya itu menjawab. “satu jam kalau naik pesawat. 4 ½ jam kalau naik mobil. Nah, kamu mau naik apa dek?” “Terserah mbak lah, yang penting gratis. hahaha..” “Tenang dek, gratis. ini ada ongkos dari tuan pangeran, katanya sambil melirik ke suaminya.” Zayn memandang istrinya dengan wajah kebingungan karena tentu saja dia tak mengerti, karena aku dan kakakku berbicara dalam bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa Jawa. Zayn, pria Arab yang menikahi mbak Astri, sangat mencintai istrinya itu. Mbak Astri sungguh beruntung. Aku bisa melihat bagaimana pria itu menatap kakakku. Pokoknya bikin ngiri perempuan-perempuan sedunia. Pandangan penuh cinta. Aku juga melihat kebahagiaan terpancar dari seluruh anggota keluarga kecil itu, ada sebersit rasa iri melihat kebahagiaan mereka. Aku ingin suatu hari nanti mempunyai kebahagiaan seperti yang mereka rasakan. Astri kakakku, menikahi majikannya yang seorang duda beranak satu karena ditinggal mati istrinya. Sebelumnya mbak Astri adalah pengasuh bayi majikannya itu, yang kemudian dinikahi. Tapi aku tak ingin punya cerita seperti kakakku, menikahi pria Arab karena salah langkah main-main ke negeri Arab. Selain itu aku tak ingin menikahi pria Arab. Seleraku lebih dalam negeri. Iihh.. kok aku jadi kepikiran menikah, padahalkan aku ingin sekolah, wuss pergi sana, pikiran pergi.. kataku dalam hati. Aku berusaha mengenyahkan pikiran tentang pernikahan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

T E A R S

read
312.9K
bc

The Unwanted Bride

read
111.1K
bc

Pengganti

read
301.9K
bc

Secret Marriage

read
943.2K
bc

Chandani's Last Love

read
1.4M
bc

Call Girl Contract

read
323.1K
bc

The Seed of Love : Cherry

read
112.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook