NISIR 02 || Love at the first Sight

1490 Words
                Di sebuah kampus ternama di Kota Bandung.                 "Gimana Bu Tiara persiapan seminarnya? Ada yang kurang ngga?" tanya Bu Maya selaku ketua penyelenggara.                  "Aman Bu, semua beres. Saya di bantu Pak Sugeng sudah cek berkali-kali persiapannya. 99% siap." jawab Tiara sambil mengacungkan kedua jempolnya.                  "Kok ngga 100% sih? 1% sisanya kemana?"                 "Ya belum datang lah Bu. Sisanya kan tinggal dosen tamu yang di undang kan. Kalau beliaunya datang berarti pas 100%." Bu Maya memukul lengan Tiara, "Ya ampun saya kira apaan. Bikin kaget aja." Tiara hanya cengar-cengir ngga jelas.                  "Ya sudah ayo kita bersiap menyambut dosen tamu kita." ajak bu Maya. Ia pun mengikuti langkah seniornya ke luar gedung pertemuan. Acara sebentar lagi akan dilaksanakan. Maya dan Tiara sudah bersiap di depan pintu masuk gedung untuk menyambut dan mengarahkan tamu spesial mereka untuk masuk ke venue.                 Tiara menoleh ke sebelahnya, Maya berdiri tak tenang. Sepatunya di ketuk-ketuk ke lantai hingga menimbulkan bunyi nyaring. "Lama-lama copot itu sepatu, Bu kalau di ketuk-ketuk kayak gitu."                 Bu Maya hanya menoleh sekilas lalu kembali mengedarkan pandangannya, "Duh kok belum kelihatan juga, sih. Mana mau mulai lagi acaranya."                 "Kena macet mungkin Bu. Sabar aja dulu. Lagian beliau kan cuma sebentar menyampaikan materinya, ngga perlu harus datang awal banget."                 Lagi-lagi Maya memukul lengan Tiara, ia pun mengaduh. "Duh nih anak ya. Saya ngga sabar buktiin rumor-rumor orang di luar sana. Katanya Pak Bima Anggoro itu cakep luar biasa. Dia kaya, Badan tegap, di wajahnya tumbuh jambang tipis dan yang pasti bakalan uugh deh." jelas Maya tersipu.                 Tiara mengerenyit, "Ugh gimana?"                 "Makanya nikah biar tahu rasanya." Tiara mencebik kesal. Pasalnya menjelang kepala tiga ia belum jua dipertemukan dengan jodohnya. Tak lama berselang, sebuah mobil sedan mewah berwarna hitam pekat masuk ke area kampus. Maya tampak kegirangan karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan Bima Anggoro.                 Tiara dan Maya segera mendekat, dan saat pintu mobil di buka Tiara membeku. Tatapannya terpaku pada sosok pria tampan yang bersiap turun dari mobil mewahnya. Dunianya terasa berhenti berputar. Pria yang bernama Bima Anggoro itu menyalami beberapa orang yang tengah menyambutnya. Maya menyenggol lengan Tiara yang masih terpaku melihat ketampanan Bima.                 Tiara menundukkan kepalanya karena ketahuan menatap Bima dengan lekat. Tiba giliran Bima berdiri di depan Tiara. "Nah ini dosen baru di fakultas kami. Usianya juga masih sangat muda tapi kepintarannya tak usah diragukan lagi." ucap Pak Mahmud Rektor kampus menjelaskan sosok Tiara kepada Bima, membuat Tiara merona dan salah tingkah.                    "Hebat sekali. Masih muda sudah menjadi dosen di kampus. Perkenalkan saya Bima Anggoro." ucap Bima sambil mengulurkan tangan ke arah Tiara. Dengan gugup dan salah tingkah Tiara pun menjabat tangan Bima yang dirasa kekar dan agak geli saat bersentuhan dengan bulu-bulu halus dikulit putihnya. Tiara nyaris pingsan berjabatan tangan dengan lengan kekar itu.                  “Tiara Pangestu, Pak.” Ucap Tiara dengan suara nyaris tenggelam saking groginya. Bima tersenyum ke arahnya. Rasanya ada yang hilang saat harus melepas tangan Bima. Suara tegasnya terus terngiang-ngiang di benaknya. Astaga Tiara tak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.                  Tiara yang cenderung cuek dengan yang namanya pria. Ia pernah trauma tiap kali menjalin kasih dengan seorang pria. Tapi entah mengapa ia merasakan gelenyar aneh saat bertemu dengan Bima. "Bu Tiara, ngapain berdiam diri disitu? Ibu ngga masuk ke dalam, acaranya udah mau dimulai loh." ucap Maya menyadarkan.  ***                 Tiara tampak kebingungan. Bima dan rombongan rektor sudah tidak ada disana. Bahkan mobil mewah yang tadi berhenti tepat di depannya sudah menghilang entah kemana. "Ayo buruan masuk." ucap Maya lagi.                  "I... Iya Bu." Tiara berlari menghampiri Maya. Duh bisa-bisanya aku gagal fokus kayak gini sih.                 "Gimana Mas Bima ganteng kan." tanya Maya sambil menyenggol lengan Tiara.                 "Eh..." Tiara memalingkan wajahnya yang sudah memerah.                  "Ku bilang juga apa, Mas Bima itu ganteng banget. Kamu aja yang anti cowok ampe membeku pas lihat dia keluar dari mobilnya." Tiara semakin memerah. Terus terang ia sangat malu mengakuinya.                  "Kamu rasain ngga pas tadi jabatan tangan.  Ya ampun itu tangan keras banget. Pengen deh di peluk erat sampe remuk ama itu tangan-tangan kekar." ucap Maya semakin membuat tingkat kehaluan Tiara meningkat.                  "Duh... andai aja suami aku sekekar Mas Bima aku rela deh naena tiap hari." ucap Maya membayangkan dirinya tengah naena dengan Bima yang kekar. Di kampus, Maya terkenal karena suka ceplas-ceplos berkata m***m tanpa ada rasa malu.                 "Hush! Nyebut Bu nyebut. Bu Maya ngga boleh gitu, membanding-bandingkan suami dengan pria lain. Dosa. Gimana pun juga Pak Yono suaminya ibu. Udah kasih anak tiga masih aja di ragukan keperkasaannya.” Gerutu Tiara.                 Maya terkekeh, "Ya elah dianggap serius. Becanda kali neng."                 "Lagian Bu Maya ngomongnya kayak gitu."                 "Itu kan sengaja biar bikin kamu h***y. Enak tahu Bu kalo lagi naena sama suami. Apalagi kalo bu Tiara dapetin suami kayak Mas Bima, beuh di jamin ngga akan kuat turun dari ranjang."                 "Ih... Bu Maya apaan sih. Pagi-pagi udah ngomongin yang begituan." Jujur Tiara merasa risih jika ada yang berbicara masalah seksual dengannya. Apalagi di kampus, selain dirinya tak ada lagi dosen yang masih single. Rata-rata mereka semua sudah berkeluarga.                 Jadi wajar jika obrolan di sekitar mereka pasti menyinggung kearah urusan ranjang. Maya tertawa, "Jangan-jangan Bu Tiara ngarep ya di naena sama Mas Bima. Tabahkan hati ya Bu. Semoga Bu Tiara dapetin jodoh mirip sama Mas Bima."                 "Maksudnya Bu?" Tiara tak paham.                 "Maksudnya Bu Tiara udah ngga bisa dapetin Mas Bima, wong orangnya udah menikah dan punya dua orang anak. Cari yang mirip-mirip aja deh Bu."                 "Apa?"                  “Ngga usah kaget gitu ah. Oiya kemarin saya iseng cari tahu tentang Mas Bima etdalah istrinya cuakep abis. Bussiness Woman gitu sama-sama punya perusahaan tapi beda bidang sama Mas Bima. Anaknya udah dua perempuan semua. Anak pertama lagi kuliah di London ambil managemen bisnis kalau yang bungsu masih SMA.”                 “Bu Maya tahu semua itu dari mana?” Tiara benar-benar tak percaya Bu Maya mendapat informasi sebanyak itu tentang Bima Anggoro. “Dari om gugel lah dari mana lagi. Lagian Bima Anggoro itu orang terkenal di bidang bisnis. Pasti gampang lah cari info di internet.”                 Tiara terdiam mendengarkan penjelasan Maya yang menyakitkan dan mematahkan hatinya. Hati Tiara yang tengah berada di atas awan tiba-tiba terhempas begitu saja ke tanah. Bima Anggoro ternyata bukan pria single. Ia sudah di miliki oleh orang lain. Rasanya sedih belum juga berjuang sudah kalah dalam berperang.                   Belum sempat Tiara bertanya banyak, Maya menyuruhnya diam karena acara akan di mulai. ***                 Acara seminar hari itu berlangsung lancar. Bima Anggoro yang datang sebagai tamu undangan mengikuti acara hingga selesai. Tiara curi-curi pandang kearah Bima disela-sela acara. Bima benar-benar berbeda dengan pria-pria yang ia kenal sebelumnya. Pria tenang dan ambisius terlihat saat ia menjelaskan materi yang ia bawakan.                   Ia juga pria yang sangat sayang terhadap keluarganya. Terlihat dari beberapa foto yang menampilkan firinya bersama kedua putrinya. Family Man puji Tiara. Dari sekian banyak foto kebersamaan Bima dengan kedua putrinya, tidak menampilkan foto Bima bersama sang istri tercinta.                 Saat ada yang bertanya, Bima menjawab “Hanya saya yang boleh melihat wajah istri saya. Orang lain tidak boleh.” Jawab Bima simple, membuat seluruh hadirin tertawa mendengar jawabannya.                 Tapi tidak bagi Tiara. Ia penasaran siapa wanita yang menjadi istrinya. Betapa beruntungnya wanita yang di nikahi oleh Bima. Mengingat hal itu Tiara menghembuskan nafas berat. Dadanya terasa sesak karena kesal dan itu tak luput dari perhatian Maya.                  "Suka ya?" bisik Maya membuat Tiara salah tingkah.                  "Bu Maya ngga usah gosip deh." Sanggah Tiara.                 "Ini bukan gosip tapi fakta. Emang kamu ngga tahu gitu kalau dari tadi aku perhatikan kamu curi-curi pandang." Tiara menundukkan wajahnya karena malu.                    "Suka juga percuma Bu, toh orangnya udah punya istri dan anak."                 "Iya juga sih, tapi kalau mau jadi istri kedua mau ngga?" goda Maya membuat Tiara melebarkan matanya.                 "Bu Maya nih ya. Kalau ngomong itu di jaga, jangan asal nyeplos aja." Tiara tampak kesal. Maya malah tertawa.                 "Yee... Siapa tahu kan dia jodoh mu, kita kan mana tahu. Lagi pula kamu beruntung dapet suami kayak Mas Bima. Udah ganteng, tajir terus yg penting bisa bikin kamu nggelepar di ranjang."                  Wajah Tiara sudah sangat merah. Ia memilih pergi meninggalkan Maya yang omongannya mengarah ke ranjang terus. Maya tertawa ngakak menjahili rekannya itu. "Seneng banget sih aku jahili dia."                  Tiara memilih ke kamar mandi untuk menenangkan diri. Ia membasuh wajahnya yang tampak semakin memerah. Di dalam bilik toilet ia pun mengomel kesal. "Dasar ya itu orang seks mulu yang dipikirin. Mentang-mentang udah nikah tahu rasanya naena, terus godain yg belum nikah gitu maksudnya." gerutu Tiara.                  Setelah agak tenang Tiara pun keluar dari toilet. Saat akan beranjak pulang, Tiara mendengar kalau Pak Mahmud mencarinya. Ia pun segera menghampiri Pak Mahmud di ruangannya. Saat masuk ke dalam ruangan, ia melihat Bima tengah duduk di sana sambil menyesap kopi.                  "Nah ini dia Bu Tiaranya Pak Bima." ucap Pak Mahmud kegirangan melihat Tiara masuk ke ruangannya. Bima Anggoro tersenyum melihat Tiara, membuat kaki Tiara bergetar. Ia berharap tidak pingsan disana.                 "Maaf Pak. Bapak mencari saya?" Tiara kembali menundukkan kepalanya karena tak kuat jika bertatap muka dengan Bima. Lebih baik ia menundukkan kepalanya dari pada pingsan di tempat.                 "Bu Tiara saya boleh minta tolong untuk menemani Pak Bima berkeliling kampus kita?"                 "Eeh..." Tiara terkejut mendengarnya. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD