bc

Bara Dalam Gelap

book_age18+
406
FOLLOW
3.8K
READ
billionaire
revenge
possessive
CEO
drama
bxg
icy
city
betrayal
tortured
like
intro-logo
Blurb

"Demi membalas dendam pada Mei, ibu tiri yang menyebabkan ibu dan ayahku meninggal, aku membalasnya dengan merebut cinta suami baru ibu tiriku hingga hamil. Akan tetapi anakku tidak bersalah, yang melakukan kesalahan adalah aku jadi jangan hakimi anakku ..." Jingga.

Jingga yang awalnya hanya berniat mencari bukti untuk membuat ibu tirinya dihukum karena membuat ayah dan ibunya meninggal, akan tetapi dia justru terjerat cinta dengan suami ayah tirinya. Dan begitu semua terungkap, Kevin tidak ragu untuk mencampakkannya. Jingga pun harus membesarkan bayinya ditengah pandangan hina masyarakat pada gadis hamil di luar nikah.

chap-preview
Free preview
Kematian Dan Pengkhianatan
Jantung Jingga berlomba - lomba memukul dadanya. Ia mempercepat ayunan langkah kaki hingga seperti berlari menuju mobil. Retak sudah sikap tenang yang biasa ia pertahankan di depan semua orang. Dia tidak lagi ingin menyembunyikan kesedihan dan kekhawatirannya di depan Mang Salim. Guratan campuran emosi, amarah, dan kebencian kini mulai membentuk wajah cantiknya yang khas. "Bagaimana kondisi ibu Mang?" Tanya Jingga. Mang Salim menggelengkan kepalanya. Dia pasrah akan sikap Melinda yang menolak dibawa ke rumah sakit dan memilih dirawat di rumah. "Kondisinya semakin melemah, Non. Dokter sudah angkat tangan. " Tangan Jingga mengepal di dadanya. Ibunya tidak memiliki semangat hidup karena rasa patah hati yang mendalam. "Lalu ayah? Apa ayah sudah tahu kondisi ibu?" Tanya Jingga lirih. "Dia... masih bersama wanita itu. Tadi pagi tuan bahkan mengirimkan surat cerai pada nyonya Melinda." Jingga memejamkan mata memendam rasa pedih di hatinya. Tidak heran jika kondisi ibunya bertambah buruk. Rupanya ayahnya mengirim surat cerai demi wanita itu. "Mengapa ayah melakukan itu. Padahal penyakit ibu sudah parah. " Hampir saja Jingga memukul mulutnya karena merasa bodoh. Tentu saja ayahnya akan melakukannya. Dia sudah tergila - gila dengan wanita bernama Mei Anjani. Ayahnya bahkan mengusir Melinda meski ibunya rela berbagi suami karena sangat mencintainya. Akan tetapi ayahnya, Karim lah yang menolak mentah - mentah karena tidak ingin menyakiti hati Mei. Melinda yang tidak tahan dengan kesedihan mendapatkan serangan jantung. . . . Tiba di rumah dimana Melinda tinggal, Jingga segera dihadapkan pada kondisi ibunya yang terbaring lemah. Matanya tertutup, tidak ada warna pada wajahnya yang cantik. Dia tak ubahnya seperti mayat hidup. Patah hati yang ia derita mengambil semua kecantikan Melinda. Jingga bertanya tanpa kata melalui tatapannya pada bi Lasmi yang menjaga Melinda. Namun bi Lasmi dan perawat yang menjaga Melinda menggelengkan kepala karena putus asa. Tubuh Jingga bergetar menahan isak tangis yang terancam pecah. Jari - jarinya mengambil tangan ibunya yang kurus. "Ibu..." panggil Jingga lembut. Mata Melinda terbuka. Dia menatap Jingga penuh harap, seulas senyum tercipta di wajahnya yang pucat. "Nak, di mana ayahmu? Ibu ingin melihatnya. " d**a Melinda naik turun usai mengatakan permintaannya. Dia berjuang untuk bernafas. Perawat segera memasang alat bantu pernafasan tapi ditepis oleh Melinda. "Aku tidak hah hah butuh ini. Aku butuh Karim... hah hah." Sorot mata Melinda yang penuh harap untuk melihat Karim menyesakkan hati Jingga. Dia tidak sanggup mengatakan jika Karim sedang bersama wanita terkutuk itu. "Hiks, Ibu... A-ayah sibuk bekerja. " Runtuh sudah wajah tenang Jingga. Tetesan bening dari matanya turun tanpa bisa di bendung lagi. Tangan Melinda menggapai - gapai Jingga. "Jingga uhuk uhuk. De - dengarkan ibu... Tolong suruh ayahmu menemuiku, Nak. Uhuk. Ibu mohon..." "Ibu...hiks ibu..." Tangan Melinda bergetar. Dia mengguncang pelan tangan Jingga, terus memohon pada putrinya agar membawa Karim datang menemuinya. "Iya, Jingga akan membawa ayah. Ibu yang kuat ya?" Jingga akhirnya mengiyakan permintaan Melinda. Dia berlari keluar dan memaanggil Salim. "Bawa aku ke rumah ayah, Mang Salim. " Jingga mengusap air matanya yang enggan berhenti. Hatinya semakin pedih saat mengingat penolakan ayahnya untuk menjenguk ibunya. Dalam hati dia tahu jika Karim hari ini pasti akan menolak bertemu dengan Melinda, tapi dia akan mencobanya. Jingga bertekad hari ini akan akan membawa ayahnya. Dia tidak akan menyerah sampai ayahnya mau datang melihat ibunya. "Baik nona. " Hanya butuh beberapa menit untuk tiba di kediaman ayahnya. Dia langsung menuju ruang kerja ayahnya karena dia tahu jika ayahnya lebih suka mengerjakan semua pekerjaan di rumah. "Non Jingga, lebih baik jangan ke atas," Bibi Inem mencoba mencegah Jingga ke ruangan ayahnya bekerja. "Tapi ini darurat, Bi." Jingga tidak menghiraukan larangan pelayan di rumah ayahnya. Dan tidak butuh waktu lama baginya untuk menyesali karena tidak menghiraukan larangan Inem. "A---" Ia terhenti, tidak sanggup memanggil ayahnya ketika mendengar suara dari dalam di ruang kerja Karim. Suara laknat teriakan dan penuh nikmat itu begitu menyiksanya. Dalam hati Jingga bertanya - tanya mengapa ayahnya sangat tega melakukan hal ini di saat ibunya sedang sekarat. Tidak adakah sisa kasihan pada ibunya yang menemaninya selama puluhan tahun. Jingga mundur ke belakang untuk menunggu mereka berdua selesai. Tubuhnya merosot ke lantai, mengutuk dalam diam perbuatan ayahnya dan wanita itu. Bibirnya membisu, tapi matanya penuh kebencian yang mendalam. 'Dasar tidak punya perasaan. ' Namun tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu. Meski amarah mendidih, dia tidak bisa melepaskannya sekarang. Jingga tidak ingin kehilangan pengendalian diri karena itu akan menguntungkan Mei. Tangannya terkepal erat. Bibirnya gemeletuk untuk menahan rasa jijik dan marah. 'Tidak, aku tidak boleh kehilangan kendali saat ini. " Jingga sadar jika kemarahan yang ia timbulkan tidak akan membawa hal baik baginya. Dia bangkit dan turun ke bawah. Ceklek. Begitu mendengar suara pintu ruang kerja dibuka, Jingga berlari ke atas. "Ayah... " panggil Jingga. Dia bersikap seolah baru tiba di ruang sini. Karim tersenyum melihat Jingga yang datang. Mata yang dihiasi keriput itu menyipit senang. Dia jelas sedang dalam suasana hati yang baik. Jingga mengigit pipi dalamnya untuk menahan kemarahan yang timbul. Betapa bencinya ia menyebut pria sekejam ini ayah. "Ada apa Jingga? Kau terlihat murung. " Satu hal yang membuat Jingga tidak bisa membenci ayahnya, itu karena ayahnya masih menyayanginya meski enggan menyisakan sedikit saja kasih sayang itu pada istri yang ia ceraikan. "Ibu sedang kritis. Bisakah ayah menemuinya, sekali ini saja? " Karim menghela nafas. "Sudah berapa kali aku bilang jika Melinda sudah tidak ada hubungan dengan ku, Jingga. " "Tapi ayah, ibu sedang kritis dan hanya ingin melihat ayah," rintih Jingga. "Sekali ini saja Ayah..." "Aku---" "Temui dia untuk terakhir kali, Karim. " Suara centil dan menggoda terdengar dari dalam. Mei muncul dengan tubuhnya yang hanya memakai kimono tidur. Mata coklatnya cemerlang di padu surai coklat yang tergerai acak - acakan hingga punggung, menambah pesonanya. Pemandangan itu membuat kebencian Jingga pada wanita ini begitu memuncak. Yang pada akhirnya hanya bisa ia tahan dalam hati. Jingga menatap dingin wanita ini, sangat bertolak belakang dari wajahnya yang terlihat menyedihkan dan mengiba. "Kasihan, bagaimanapun dia pernah jadi istrimu." Lama berpikir, Karim akhirnya mengiyakan permintaan Jingga. "Baiklah, " jawab Karim pada akhirnya. Jingga mendesah lega walau harus menerima kenyataan betapa menyedihkan ibunya. Suami yang ingin ibunya temui--- bersedia menemuinya karena satu ucapan dari wanita lain. Yang lebih ironis lagi, wanita lain itu adalah seseorang yang mengambil suaminya. Karim melangkah dengan enggan menuju ke kediaman Melinda. Mood- nya turun drastis. "Jalang itu benar - benar tidak tahu malu. Padahal sudah aku talak tapi tetap keras kepala. " Dia bahkan mengumpat berkali - kali saat akan membuka pintu. Dan ketika pintu kamar Melinda terbuka, matanya menatap nyalang pada wanita yang terbaring di ranjang. Karim siap mengamuk, tapi begitu dirinya disambut Melinda yang tersenyum dan menatapnya lembut--- amarahnya mereda. "Akhir... nya kau dat--tang. Karim. " Itu adalah kalimat terakhir yang Melinda ucapkan sebelum menghembuskan nafas terakhir. ''Ibu...!" Kala itu, suara teriakan Jingga terdengar memilukan. Menggiring Karim dalam diam tak bersuara. Ketika akhirnya seseorang yang ingin dia tendang pergi, benar - benar pergi dari hidupnya, Karim merasakan kehampaan yang mengerikan. Dia bahkan tidak bisa berpikir apapun dan hanya terdiam. *** Seminggu setelah pemakaman, kondisi Jingga tidak sepenuhnya membaik. Dia masih mengurung diri di kamar dan enggan makan. Karim yang melihatnya merasa bersalah pada Jingga. Dia pun mencoba menghibur Jingga. "Jingga, kau harus makan Nak..." "Bagaimana rasanya sekarang, Yah? Apa kau puas menjadi penyebab ibuku meninggal. Oh tentu saja kau tidak akan merasakan apapun Sebab Ayah orang tak punya hati..." guman Jingga. Karim terdiam melihat anaknya memaki dirinya. Yang menyedihkan, putrinya seolah tanpa sadar berkata seperti itu. Wajah dan tatapannya bahkan kosong ketika bicara. "Maafkan ayah Jingga. Tapi ayah memang tidak mencintai ibumu lagi. " Kali ini Jingga tidak menjawab. Dia kembali memandang kosong ke arah depan seolah tidak memiliki jiwa. Sarah yang melihat hal itu akhirnya meminta ijin Karim merawat Jingga. "Lebih baik Jingga ikut mbak ke Surabaya, Karim. Lihat kondisinya sudah seperti ini. Mbak takit Jingga bisa gila kalau ikut kamu. " "Tapi mbak, " bantah Karim. "Dia itu anakku satu - satunya. " "Ya, dia anak yang menganggap bapaknya membunuh ibunya," sinis Sarah. "Kamu itu sudah tua tapi menikah lagi sama wanita yang jauh lebih muda darimu. Lihat saja bajunya kayak wanita ngak bener. " Mei yang mendengar dari balik pintu omelan kakak iparnya cuma mendengus sinis. Dia tidak perduli apapun yang diucapkan siapapun. Yang terpenting harta keluarga Karim bisa ia dapatkan. Karim yang memiliki sedikit rasa bersalah memghadapi dilema. Akan tetapi melihat kekosongan di wajah putrinya yang biasanya tersenyum lembut, ia pun terpaksa menyetujui permintaan Sarah. "Baik Mbak. Tolong jaga Jingga ya?" "Sudahlah. Urusin istri mudamu saja. Takutnya dia selingkuh kalau kamu tidak bisa memuaskan di ranjang. Lagian kamu kok tidak sadar umur. " Karim hanya diam menerima omelan kakaknya. Satu - satunya yang ia takuti di dunia ini memang kakaknya. "Aku berangkat. Dan kau, Mei. Lebih baik kamu bisa menjaga nama baik keluarga Broto. " "Iya, Mbak. Tenang aja." Sarah membawa Jingga keluar dari kediaman Broto menuju ke mobil yang sudah terparkir di halaman. Tak lama kemudian bi Inem membawa koper yang berisi pakaian dan barang - barang Jingga dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Mereka pun pergi meninggalkan rumah besar keluarga Broto di Jakarta. *** Kepergian mereka jelas disambut dengan perasaan senang oleh Mei. Kini tidak ada yang bisa mengawasinya dan menghentikan rencananya untuk menguasai harta keluarga Broto. Dan pada malam itu juga, Mei memasukkan obat ke dalam minuman yang akan diminum oleh Karim. Obat itu memiliki fungsi untuk menghentikan pembekuan darah sehingga orangtua yang minumnya lama - kelamaan akan muntah darah. Meski demikian obat itu termasuk dalam kategori obat yang tidak berbahaya, akan tetapi jika diminum oleh orang tua dalam waktu terus - menerus maka efeknya tentu saja akan berbahaya. Orang itu seolah meninggal dengan serangan jantung. Jadi tidak ada yang akan mencurigainya. "Ahaha sebentar lagi kau juga akan menyusul mantan istrimu, Karim." Tbc.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook