chapter 2

1087 Words
Adara menaiki transportasi umum dan duduk di pojok bis. Mata Adara melihat ke jendela, tapi pikirannya berjalan entah kemana. Dia memikirkan kejadian yang ia alami sebulan lalu. Daniela sahabatnya sejak SMP sedang merayakan ulang tahunnya yang kedua puluh tahun di rumahnya. Dan tidak tanggung-tanggung, ia mengeluarkan beberapa bir, wine dan juga Vodka. Sahabatnya itu mengundang teman-temannya dan berpesta semalaman sampai kesadaran mereka hilang. Adara ingat ada seorang lelaki yang mendekatinya saat malam itu. Mereka menari bersama, hingga secara perlahan lelaki itu memeluknya dan mencium bibir Adara. Bahkan Adara masih mengingat ciuman lelaki itu. Sangat dalam dan lebih memabukkan dari satu botol alkohol. Hingga perlahan ciuman itu semakin memancing mereka untuk melakukan lebih jauh.   Mereka masuk ke dalam kamar tamu yang tidak di kunci. Dan semua itu pun terjadi begitu saja. Hingga akhirnya saat Adara bangun di pagi harinya, dia hanya sendiri dengan tubuh yang tanpa sehelai benang pun. Sementara cowok itu sudah hilang dan entah kemana. Dan saat itulah Adara sangat panik dan bingung, karena itu adalah pengalaman pertamanya. Dia hanya bisa berdoa agar tidak terjadi apa pun, tapi sepertinya Tuhan tidak pernah mendengarkan doanya. Yang Adara ingat, cowok itu memiliki tubuh tingga dan panjang rambut sampai dileher. Mungkin ini terdengar bodoh, tapi bibir lelaki itu sangat sexy dan sedikit tebal. Dia juga memiliki mata yang tajam dan terkesan menyebalkan.   Tanpa terasa bis yang Adara tumpangi sampai di depan kampusnya. Dia pun turun dari bis dan berjalan menuju gerbang kampus. Dia berjalan ke dalam gedung, melewati koridor dan memasuki kelas. Beberapa teman Adara sudah berada di sana termasuk Daniela. Mereka berbicara untuk liburan semester. Adara sedang tidak berminat dengan liburan saat ini. padahal biasanya dialah yang paling bersemangat. Bahkan dia akan mencari tahu tempat yang akan mereka kunjungi, agar tidak salah tempat untuk berlibur. Tapi kali ini dia tidak bisa memikirkanya. Karena dia sibuk memikirkan janin yang sekarang tumbuh di dalam perutnya.   Kepalanya sudah memikirkan untuk bertanya pada Daniela, tapi dia takut apa yang akan Daniela katakan. Daniela adalah sahabatnya sejak SMP. Mereka melakukan banyak kegilaan. Dari sekedar keluar malam bersama, hingga pergi ke bali tanpa diketahui orang tua Adara. Tapi saat ini dia tidak bisa mempercayai siapa pun. Dia terlalu takut dengan penilaian orang-orang jika mengetahui kehamilannya. Dan semua ini membuat kepalanya bekerja dengan keras, dia benar-benar merasa sakit kepala.             “Dar, lo ikutkan?” tanya Tasya.             “Gak deh kayaknya, soalnya bokap udah bikin rencana keluarga,” balas Adara.             “Sejak kapan lo mau ikut acara keluarga?” balas Daniela.             “Gue juga sebenarnya gak mau ikut, tapi papa udah ngeluarin uang buat beli tiket untuk kita berempat. Sayang kalau gue gak ikut,” elak Adara. Beruntung dia mendengarkan pembicaraan mama dan papa tadi malam. Saat dia izin sama mama untuk pergi ke supermarket. “Ah beneran gak asik nih,” kata Tasya. Aku hanya tersenyum dengan protesan mereka. Sebenarnya aku ingin ikut, tapi bagaimana dengan kandunganku? Aku juga belum memikirkan apa yang aku harus lakukan dengannya. Melahirkannya atau menggugurkannya. Keduanya membuatku takut. Melahirkan pasti harus membutuhkan perjuangan dan akal sehat untuk membesarkan bayi ini. Bagaimana Adara bisa melahirkan dan membesarkannya, disaat ia sendiri merasa mentalnya belum siap untuk seorang anak. Dan ditambah ia tidak tahu siapa ayah dari anak dalam kandungannya. Dan itu membuat akal sehat Adara tidak berjalan dengan normal. Namun, menggugurkan pun tidak mudah, ia melihat video tentang aborsi dan itu sangat mengerikan. Bukankah itu sama saja membunuh? Dan itu juga beresiko untuknya. Adara benar-benar tidak bisa berpikir saat ini.             “Woy! Bengong aja lo!” ucap Tasya.             “Malam ini, Rana bikin party di tempat biasa. Pergi yuk! Bete banget gue kalau sendirian,” lanjut Tasya. Adara ingin sekali ikut, sepertinya mengikuti party akan membuat kepalanya menjadi lebih santai. Tapi dia tidak bisa minum. Ada janin di dalam perutnya.             “Gak deh, Sya. Kalian aja, gue lagi males banget,” jawab Adara. Daniela memperhatikan Adara yang terlihat sangat tidak biasa. Dia tidak akan pernah menolak party. Walau tidak bertengkar dengan kedua orangtuanya pun, Adara akan tetap pergi keluar rumah. Tapi ini terlihat sangat aneh. Dia menolak liburan dan juga party. Dua hal yang bisa dibilang adalah kehidupan mereka.   Adara masih terbuai dalam lamunannya, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Apa ia  harus minta petanggung jawaban? Tapi dengan siapa? Dia sendiri tidak mengenal orang itu. Dan kalau pun Adara mencarinya, belum tentu orang itu mau bertanggung jawab. Cowok yang tiba-tiba menghilang setelah berhubungan, sudah bisa dipastikan dia adalah cowok b******k yang hanya mempermainkan wanita. Memikirkan semua ini membuat kepalanya terasa berputar. Dan tidak tahu harus meminta pertolongan siapa. Adara menarik napasnya dengan keras dan menghelanya.               “Dar, Aron ngeliatin lo terus tuh. Kayaknya mau kenalan sama lo,” kata Tasya. Jika tidak dalam keadaan seperti ini, Adara akan langsung bergerak cepat untuk mendapatkan Aron. Cowok paling populer, ganteng dan sangat ramah di angkatannya. Hampir semua orang kenal dengan Aron. Dari kakak senior, angkatan mereka sampai ke junior mereka, semua mengagumi keramahan dan kebaikkan Aron. Tapi sayangnya keadaannya sekarang membuatnya tidak berani untuk mendekati Aron.             “Bukan ngeliatin gue kali. Jangan bikin gue ngarep,” balas Adara.             “Hey! Adara Rania Putri, sejak kapan lo jadi gak pede kayak gini? Biasanya juga biar itu cowok gak demen sama lo, bakal lo sikat sampai dia bertekuk lutut sama lo,” ucap Cila. Adara hanya tersenyum singkat. Kelas sedang kosong dan hanya ada beberapa orang. Dan saat Adara sedang mengedarkan pandangan, ia pun melihat Aron yang benar-benar sedang menatapnya.             “Cepet bangun! Trus lo samperin si Aron itu! buruan!” seru Daniela. Adara pun menarik napas dan mendekati cowok itu. Dia tersenyum ramah pada Adara dan mereka pun bersalaman. Ini bukan pertemuan pertama kali. Tapi mereka terlihat masih canggung satu sama lain.             “Sorry ya, gue dipaksa buat samperin lo. Kalau gue kepedean maaf ya,” ucap Adara. Aron pun tersenyum simpul dan menggelengkan kepala.             “Gak apa-apa kok. Gue emang merhatiin lo dari tadi,” jawab Aron. Mau tidak mau perkataan cowok itu membuat Adara merasa sangat terbang. Dia seperti menjadi bunga yang mekar. Mereka pun mengobrol bersama sambil menunggu dosen yang belum juga datang. Dan waktu pun berjalan dengan sangat cepat, tapi cukup membuat mereka saling mengenal satu sama lain.             “Entar mau pulang bareng sama gue?” tanya Aron.             “Next time aja ya,” jawab Adara. Aron pun menganggukkan kepalanya dan tersenyum simpul. Adara sangat suka senyum lelaki ini. Sangat manis dan menenangkan. Tapi sepertinya dia tidak akan bisa memilikinya. Aron akan mundur perlahan jika tahu tentang kehamilannya. Adara kembali ke bangkunya dan pikirannya kembali tertuju pada bayinya.   ****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD