Meyakinkan.

1401 Words
"Kau sudah gila, ya? Mana mungkin mama mencalonkan satu laki-laki untuk dua perempuan." "Lalu kenapa dia bisa ada di sini? Di waktu yang bersamaan, lagi. Tadi memang dia sempat bilang kalau pihak perusahan ini telah mengirim email kepadanya. Tapi kan aneh, masa jadwalnya harus sama denganku." "Kau tidak usah khawatir. Meskipun kalian saat ini sama-sama menghadiri wawancara dan memiliki nama belakang yang sama, tapi mama yakin kalau kaulah yang akan diperlakukan spesial di kantor itu. Lihat saja nanti, kau pasti akan mendapatkan posisi yang lebih tinggi daripada Kensky." "Mama yakin? Tapi pendidikanku kan tidak setinggi dia." "Memang, tapi status kalian berbeda." "Status? Maksud Mama?" tanya Soraya. "Dia kan hanya karyawan biasa, sedangkan kau adalah calon istri dari pimpinan perusahaan. Lagi pula tidak mungkin Dean akan memberikanmu jabatan rendah, sementara kau adalah calon istrinya." "Tapi kenapa hatiku mengatakan tidak ya, Ma? Aku ragu." Suara tawa dari balik telepon terdengar. "Kau tidak perlu susah-susah memikirkan hal itu, Soraya, mama sudah mengatur semuanya. Percayalah, sekarang tugasmu hanyalah bekerja di sana dan menuruti semua perintah Dean. Oke?" "Tapi kalau aku tidak diterima, bagaimana? Apalagi selama ini Dean belum pernah melihatku." "Kau ini bicara apa, sih? Kau pikir aku membuatmu menunggu lama di sana untuk alasan apa, hah? Dean sendiri yang menghubungi mama tadi dan menyuruhmu agar datang ke Kitten Group untuk diwawancara." "Iya, tapi buktinya Kensky lebih dulu daripada aku," keluh Soraya. "Memangnya sekarang jam berapa?" "Jam sembilan lebih sedikit." "Ya, sudah, kalau begitu tunggu saja sampai tiba giliranmu. Mama rasa Dean melakukan ini bukan kebetulan, pasti ada tujuan lain sehingga kalian dijadwalkan secara bersamaan." "Aku tidak mengerti soal itu, yang tahu itu hanya Mama dan Dean." "Ya, sudah. Kalau begitu sebaiknya kau turuti saja permainan Dean dan jangan membuatnya kecewa, paham?" "Iya, iya, aku paham." Diputuskannya panggilan telepon karena tak ingin mendengarkan omelan ibunya. Soraya menarik napas panjang lalu menatap pintu cokelat di mana terdapat papan ukir yang tergantung dan bertuliskan Ceo Room. "Semoga saja apa yang dikatakan mama benar, bahwa aku akan mendapatkan posisi di atas dari Kensky." Di sisi lain. "Silahkan duduk, Nona Kensky," perintah si sekertaris saat melihat sang atasan sedang berbicara di telepon, "Setelah menelepon, beliau pasti akan langsung mewawancarai Anda." Kensky mengangguk paham. "Terima kasih, tapi aku di sini saja." Ia berdiri sedikit jauh dari meja Ceo untuk menunggu sampai sosok berjas hitam yang kini berdiri membelakanginya itu selesai. "Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu. Semoga berhasil." Kensky tersenyum lembut. "Terima kasih. Sumpah, aku sangat gugup." "Tenanglah. Aku yakin Anda pasti akan diterima." Sekertaris itu meremas tangan Kensky yang dingin lalu menunduk pamit. Kensky pun ditinggal sendirian bersama sosok laki-laki yang masih berdiri di balik dinding kaca. Tubuh tegap lelaki yang tinggi dan kekar itu membuatnya terpana. "Ya, ampun, dari belakang saja dia terlihat tampan, apalagi di depan." "Baiklah, aku akan menghubungi Mami nanti setelah makan siang." Tut! Tut! Dean memutuskan panggilan teleponnya lalu memutar tubuh menghadap peserta wawancara yang pertama. Zet! Dean terkejut. "Kau?" Kensky sama terkejutnya. "Kau?" Lelaki bernama lengkap Dean Bernardus Stewart adalah Ceo sekaligus pewaris tunggal di Kitten Group. Lelaki yang sering disapa Dean itu kini tertawa sambil menatap Kensky. "Ternyata kita memang jodoh, ya? Tak kusangka kalau kita akan bertemu untuk kedua kalinya pagi ini," ia memborong semua tubuh Kensky yang sudah mengenakan pakaian bersih dan rapi. Tatapannya tajam dari atas hingga ke bawah dan berhenti tepat di dadanya, "Tapi sepertinya ada yang berubah di tubuhmu setelah kejadian tadi," katanya lalu berjalan mengintari meja. Dean berdiri tak jauh dari tubuh Kensky, "Apa kau sengaja menambahkan ukurannya agar aku lebih terpikat dan menerimamu di kantor ini?" Kensky melihat ke arah pandang Dean. Dan begitu tahu mata lelaki itu tertuju ke arah dadanya, dengan cepat Kensky menutupi d**a itu dan berkata, "Ini bukan ukuran aslinya. Aku hanya ...." Dean lebih mendekatkan dirinya kepada Kensky. Wanita itu terlihat gugup dan Dean menyeringai puas. "Kau tidak perlu menjelaskan, Sayang. Aku akan lebih menyukaimu meskipun bobot tubuhmu berisi." Mata Kensky terbelalak. "Ini bukan pelindungku! Ukuranku bukan sebesar ini. Aku ...." Saat itulah Kensky sadar akan kata-katanya yang tidak sopan. Ia menelan kembali sisa penjelasannya dan menatap Dean yang sedang menahan tawa. "Kalau bukan milikmu, lantas itu punya siapa?" Tawa Dean hampir meledak, tapi dengan cepat ia berbalik dan membelakangi Kensky untuk menatap ke luar dinding kaca. Kensky yang merasa harus jujur pun langsung berkata, "Karena Anda tidak mau bertanggung jawab atas insiden tadi pagi, mau tidak mau aku meminjam kemeja, rok, juga pakaian dalam temanku," Perkataan Kensky sengaja dibuat jelas agar Dean kasihan kepadanya dan mau mengganti rugi. Dengan cepat Dean berbalik menghadap Kensky. "Kau memakai pakaian dalam temanmu?" tanyanya dengan suara parau dan alis berkerut-kerut. Kensky menunduk sambil mengangguk sehingga tak sempat melihat senyum Dean yang begitu cepat. "Aku tidak punya waktu banyak untuk pulang ke rumah," katanya pelan. Seandainya ia tak membutuhkan pekerjaan ini, seandainya Dean bukan Ceo di perusahan ini, sudah pasti Kensky tidak akan sudi menjelaskan panjang lebar dan berkata jujur kepada lelaki itu. Ia pun harus memasang muka kasihan agar Dean mau menerimanya, "Jadi mau tidak mau aku terpaksa ke apartemen temanku untuk meminjam pakaiannya." Dean mendekatinya lagi dan posisi mereka kali ini sangat dekat. "Maafkan aku, Sayang, tapi aku tidak mau calon istriku meminjam atau memakai pakaian milik orang lain." Spontan Kensky marah dan mendorongnya. "Aku bukan calon istrimu!" Dean tersenyum. "Baiklah, mungkin ayahmu belum menceritakannya padamu. Tapi sebagai laki-laki yang profesional, aku akan tetap bersikap wajar sampai kau mau mengakui bahwa akulah calon suamimu yang sebenarnya. Oke?" "Kau gila!" Tatapan Dean berubah tajam. "Ya, aku gila karenamu, Sky." Hampir saja Kensky meledakan emosinya, tapi lagi-lagi ia kembali disadarkan oleh pekerjaan yang sangat ia butuhkan itu. "Terserah Anda saja kalau begitu, yang jelas ayahku tidak pernah mengatakan bahwa diriku sudah dijodohkan atau dicalonkan dengan lelaki manapun." "Mungkin ayahmu sengaja belum mengatakannya karena ingin memberimu kejutan," katanya pelan lalu berjalan mendekati meja, "Baiklah. Karena aku tidak ingin calon istriku berdiri lama, sekarang kita mulai saja." Mata Kensky mengikuti dan melihat Dean sedang membuka map berwarna biru yang ada di atas meja. Lelaki itu kini membalik-balikan lembaran kertas yang ada di dalam map itu untuk diperiksa. Kensky yakin kalau map itu adalah miliknya. "Kensky Revina Stewart," ledek Dean lalu mendongak menatap gadis yang kini sedang menatapnya dengan tatapan tajam. Ia bahkan tertawa melihat ekspresi Kensky, "Maaf, Sayang. Tapi sebentar lagi nama belakangmu akan berubah, dulunya Kensky Revina Oxley dan akan berubah menjadi Kensky Revina Stewart," Dean tesenyum samar, "Atau kau mau disapa Mrs. Stewart?" Kensky tak menggubris dan tak ingin membatah agar proses wawancaranya cepat selesai. "Bisa Anda mulai saja wawancaranya, Pak?" Dean tertawa. "Baiklah, Nona Stewart. Selamat, kamu diterima di Kitten Group, besok kau sudah bisa mulai bekerja di perusahaan ini." Mata Kensky terbelalak. "Diterima? Aku diterima? Tapi Anda belum mewawancarai saya, Pak?" Dean mendudukan diri lalu menyandarkan punggungnya di kursi. Ia menautkan kesepuluh jemarinya di atas perut sambil menatap Kensky. "Apa kata-kataku tadi kurang jelas, Sayang? Kalau begitu kemarilah, aku akan membisikannya langsung di telingamu agar semakin jelas." Mata Kensky melotot. Emosinya nyaris meledak atas ketidaksopanan Dean. Tapi demi pekerjaan penting itu lagi-lagi Kensky harus menahan emosinya. "Tidak perlu. Tapi jika itu benar, aku sangat berterima kasih kepada Anda." Dean tersenyum samar. "Besok kau bisa mulai bekerja di kantor ini. Kau ingin di posisi mana, menjadi asisten kepala keuangan atau menjadi sekertaris pribadiku?" Kensky dengan cepat menjawab, "Asisten saja. Aku ingin menjadi asisten di bagian keuangan." Jawaban terbata-bata Kensky membuat Dean menunduk untuk menahan tawa. "Kau yakin tidak ingin bersama calon suamimu?" Seandainya bukan Ceo, Kensky pasti sudah melabrak mulut lelaki itu. Ia pun tak ingin membantah soal apa yang dikatakan Dean tentang keterkaitan mereka. Yang terpenting baginya sekarang adalah ia diterima dan resmi bergabung di Kitten Group. "Lebih baik seperti itu, Pak. Saya ...," Kensky lupa nama lelaki itu. Dilihatnya papan nama dari marmer hitam bertuliskan Dean Bernardus Stewart, "Saya rasa lebih baik seperti itu, Pak Dean. Terpisah ruangan." Lelaki itu dengan cepat berdiri. Ia berjalan melewati meja dan mendekati Kensky. Ia berdiri tepat di hadapan gadis itu. Jarak yang sangat dekat membuat Kensky bisa menghirup parfum aroma woody dari tubuhnya. Lelaki itu kemudian meraup sebelah pipinya dan mengelus lembut. Lutut Kensky nyaris lemas. Ditatapnya mata Dean yang begitu indah. Bibirnya yang tipis dan merah begitu menggoda. Rahangnya yang tegas dan berbulu membuat Kensky ingin sekali menempelkan tangannya ke sana. Dalam hati Kensky berkata, "Apa benar ayah telah menjodohkanku dengannya? Ya, Tuhan ... jika itu benar, aku akan sangat senang sekali." Bersambung___
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD