Ambisi dan Hukuman

1063 Words
“Ayo Gaelan, dia tidak akan menjawabmu.” Maddalene angkat bicara ketika keheningan melanda mereka untuk waktu yang lama. Ia berdiri dari posisi jatuhnya, Gaelan yang memang berada di sampingnya segera membantu wanita itu. Maddalene berjalan untuk pergi meninggalkan tempat lembab penuh kabut tersebut, sedangkan Gaelan menatapnya dengan ragu, apakah ia harus mengikuti kata-kata wanita tersebut untuk? Dan ia kembali menatap punggung Adhair. “Setidaknya kau harus meminta maaf atas perbuatanmu pada Bona!” Seru Gaelan, ia berjalan lebih cepat dari Maddalene dan meninggalkan keduanya, karena dirinya merasa jika dirinya berada di sana lebih lama lagi, ia akan memukul wajah Adhair dengan kencang. Maddalene menatap kepergian Gaelan yang baru saja menyalip langkahnya,  dan kembali meninggalkan tempat tersebut, karena Maddalene merasa sudah tidak ada hal yang harus ia dan Adhair bicarakan lagi.   “Aku akan mendapatkannya Maddalene.” Kalimat yang terdengar di telinga Maddalene tersebut mampu membuat Maddalene menghentikan langkahnya. Ia berbalik untuk menatap lelaki yang saat ini mengepalkan tangannya seraya menatap langit yang tertutup oleh kabut tebal. Maddalene mengerenyitkan dahinya, ia tidak mengerti mengapa Adhair begitu ambisius untuk mendapatkan wanita itu, wanita yang telah berhasil membuat mereka seperti ini, atau lebih tepatnya membuat dia seperti ini. Maddalene yang merasa geram akhirnya menarik tangan Adhair untuk ikut bersamanya kembali menuju desa. Dan kehadiran mereka di desa tidak di sambut begitu baik, terlihat dari pandangan orang-orang terhadap mereka atau lebih tepatnya terhadap Adhair. Kendati demikian, keduanya tetap berjalan menuju mes, tempat di mana mereka semua beristirahat di dalam kamar yang telah di tentukan. Namun sebelum mereka berhasil menuju tempat beristirahat, seseorang menghadang mereka dan meminta keduanya untuk menemui Szabolcs. Szabolcs adalah pemimpin tertinggi di desa mereka, atau sebutlah dia sebagai kepala desa. Petuah yang memiliki wewenang lebih dari pada orang-orang desa lainnya. Dan biasanya Szabolcs hanya akan memanggil orang untuk menghadap padanya ketika orang tersebut melakukan dua hal. Hal yang pertama adalah orang tersebut telah melakukan kesalahan, atau hal yang kedua adalah sebaliknya, ia melakukan hal yang patut di beri penghargaan besar. Maddalene terkejut, ia menatap punggung Adhair dan orang yang sebelumnya menghadang mereka. Karena saat orang tersebut menghadang, Adhair dengan cepat menghalangi tubuh Maddalene, seolah-olah ia melindungi wanita itu dari lelaki besar yang menghadang keduanya. Tidak ada getaran sama sekali di punggung tersebut saat mendengar perintah menakutkan tersebut. Dan selama ini, Maddalene tidak mengerti mengapa Adhair bisa begitu tenang dan kuatnya menghadapi Szabolcs yang berulang kali telah memanggilnya, yang pasti karena ulah yang ia perbuat sendiri. Sepeti tidak ada kata jera dalam hidup lelaki yang satu itu. Keduanya telah sampai di depan pintu ruang Szabolcs, tentu saja di kawal oleh lelaki besar tadi. “Masuk!” Lelaki itu mempersilahkan Maddalene dan Adhair masuk kedalam ruangan Szabolcs, dengan tegasnya. Pintu ruangan tersebut terbuat dari kulit banteng yang sangat hitam, menjadikannya terlihat menjadi sangat menyeramkan bahkan sebelum siapapun masuk ke dalam ruangan itu. Hawa mencekam Maddalene rasakan ketika kaki kanannya baru saja menginjak ruang beraroma gardenia itu, meski aroma bunga gardenia memang menenangkan hati, namun tidak dapat dipungkiri bahwa siapapun yang telah berbuat kesalahan akan merasa risau ketika menginjakkan kaki disana. Ini adalah pertama kalinya Maddalene dipanggil oleh Szabolcs, sehingga ia dapat merasakan suasana yang begitu mengerikan meskipun sebenarnya ia tidak berbuat kesalahan apapun. “Adhair!” Tiba-tiba suara besar mengintrupsi keheningan di antara keduanya, dan teriakan itu membuat Maddalene terlonjak kaget. Matanya mengedar untuk mencari asal suara tersebut, namun ia tidak mendapatkan apapun hingga akhirnya ia memutuskan untuk menunduk. Berbeda dengan Maddalene yang ketakutan, Adhair tidak terlihat terkejut sama sekali. Ia justru dengan berani menghela nafasnya karena lelah dan melipat kedua tangannya ke depan. “Aku lelah karena terus memanggilmu untuk menghadapku!” Suara Szabolcs kembali terdengar, dan benar… Tidak ada wujud disana! Hanya ada suara besar yang terdengar ditelinga mereka berdua. Maddalene yang menunduk masih dapat memperhatikan Adhair, ia melihat lelaki itu tengah menghadap kearah sebuah ruangan yang di tutupi oleh kain kelambu putih, dan mungkin di sanalah Szabolcs berada. Sehingga ia pun mengikuti Adhair untuk menghadap kearah ruangan tersebut tanpa bisa memastikan apakah ini adalah hal yang benar untuk ia lakukan atau tidak. “Hhh… Kalau begitu biarkan aku melakukan hal yang kusukai dan kau tidak perlu memanggilku kemari, Tuan Szabolcs yang terhormat!” Maddalene terkejut mendengar perkataan tersebut, ia merasa ucapan Adhair sudah keterlaluan saat ini. “ADHAIR!” Dan lihatlah akibat perbuatannya itu, mereka kembali mendengar suara Szabolcs yang berteriak sangat kencang sehingga membuat keduanya dengan refleks menutup rapat telinga mereka. Ditengah ketegangan yang terjadi itu, Maddalene melirik pada Adhair dan mendapati adanya sebuah seringaian tipis di wajah lelaki itu. Maddalene yakin, bahwa saat ini Adhair sengaja membuat Szabolcs murka, tetapi yang tidak ia ketahui adalah alasan apa yang membuat lelaki itu berani melakukan hal tersebut? Apakah dia ingin bunuh diri? “Dengarkan hukuman yang kuberikan untukmu! Adhair!” Maddalene mulai takut jika hukuman yang akan Szabolcs berikan pada Adhair adalah hukuman yang berat. Perlahan, keduanya secara bersamaan melepaskan tangan mereka dari telinga dan mulai bersiap untuk mendengarkan hukuman apa yang akan dikatakan oleh Szabolcs pada Adhair. “Aku akan menugaskan mu untuk mengantarkan Crveni biser (Berasal dari bahasa Bosnian yang memiliki Mutiara merah)” Begitu mendengar apa hukuman yang diberikan untuknya, wajah Adhair berubah drastis. Matanya melotot dengan nafas yang tertahan, Maddalene yang berada disampingnya tidak jauh berbeda dengan reaksi yang di berikan oleh Adhair. Maddalene pun dengan cepat menoleh ke samping untuk menatap lelaki itu dengan khawatir, ia merasa takut sama takutnya seperti jika Adhair mendapatkan hukuman mati. “T-tapi…”, “Jangan mendebatku, Adhair! Kau akan tetap melakukan hukumanmu tanpa terkecuali!” Adhair bungkam saat Szabolcs mengatakan keputusannya dengan final tanpa ingin mendengar protesan yang akan ia berikan. Maddalene hanya bisa menunduk ketika perkataan Szabolcs telah terucap seperti itu, karena tidak akan ada yang bisa dan tidak ada yang boleh menentangnya. “Kau akan ku izinkan pergi tiga hari setelah hari ini! Dan Maddalene adalah orang yang kuutus untuk mendampingimu.” Mendengar namanya terpanggil, dan bahkan di berikan tugas yang sama bersama Adhair, Maddalene mendongakkan kepala mencari sosok sang kepala desa untuk protes. Adhair pun kembali terkejut, menurutnya Maddalene tidak pantas untuk melakukan tugas ini. Bukan karena ia menganggap bahwa Maddalene adalah orang yang lemah, hanya saja Maddalene tidak berbuat satu kesalahanpun, dan sedangkan tugas ini adalah tugas terberat untuk orang-orang yang telah melakukan kesalahan seperti dirinya. Sehingga menurut Adhair tugas ini tidak pantas untuk Maddalene yang tidak bersalah.   To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD