Lapsus (Terjatuh)

1344 Words
    Kutatap bara merah yang menyala dihadapanku malam itu, kualihkan pandangku pada lima orang pemuda yang menghintari api unggun ini dengan tanpa adanya maksud apapun. Lima orang itu di antaranya adalah aku, Julia dan Minor. Kesunyian yang hadir diantara kami semua saat ini menandakan bahwa kami terlarut dalam pikiran masing-masing. Pandanganku kini teralih menatap luasnya langit, dia menyajikan ribuan bintang yang berkelip-kelip dengan indahnya, menemani sang rembulan yang bersinar dengan terangnya. Menghela nafas dan kemudian tersenyum, setidaknya aku merasa beruntung dapat menikmati indahnya langit malam yang seperti ini. Pandanganku kini tertuju pada sebuah roti yang terpampang jelas dihadapanku dan kutengok Julia lah orang yang memberikannya padaku “makan!” titahnya selalu penuh dengan penekanan, kuanggukan kepalaku dan kuraih roti gandum itu sebelum akhirnya kusantap dengan perlahan.   “Albert mengatakan bahwa kita harus berburu, makanan kita menipis” kutatap Mark yang datang membawa beberapa potong kayu bakar, kedua pandangnya kini menatap Minor yang mengangguk di ujung sana.   …  Diskusi tiada ujung pun terjadi kala Minor bertanya kepada kami mengenai siapa yang bersedia untuk ikut berburu esok hari dan aku adalah orang pertama yang mengajukan diriku sendiri. Itulah permulaannya, karena Minor adalah satu-satunya orang yang tidak menyetujuiku untuk ikut berburu, meski aku bersikeras dan ngotot dengan keinginanku itu, dia sama sekali tidak mengindahkannya. Aku memberenggut sedemikian rupa, merasa kesal, tak adil dan lain sebagainya, itu hanya karena ia tidak memperidzinkanku untuk ikut, namun senyumanku terkembang ketika beberapa teman di sana mendukungku dengan mengatakan “berikan saja dia kesempatan, Minor. Lagipula tidak ada salahnya Adrea mencoba” kuanggukan kepalaku menyetujui ucapan Philip, lelaki bertubuh tambun, rambut merah ikal serta warna kemerahan di kedua pipinya itu kini menatap Minor. Cukup dengan sekali tatapan yang diberikan oleh Minor padanya yang terkesan tajam, membuat Philip kembali bungkam dan aku mendesahkan nafasku kesal. Baru ingin ku lontarkan argumen yang telah kupersiapkan yang nantinya bisa saja menjadi sangat panjang, namun kemudian terhenti ketika Minor akhirnya menghela nafasnya dengan cukup berat seraya berucap “baiklah! Tapi kau harus selalu bersama denganku saat berburu”, meski itu rasanya sedikit tidak adil, tapi aku langsung menyetujuinya sebelum ia menarik kata-katanya lagi “deal!” seruku sangat senang.   Diskusi panjang yang sempat terjadi kini membuahkan hasil yang disetujui oleh mereka semua, karena pemudalah yang selalu diandalkan. kami akhirnya menutup rapat dengan hasil bahwa lima orang lah yang akan berburu dan dua orang lainnya menjaga wilayah X bersama dengan orang dewasa. Kelima orang itu diantaranya adalah Aku, Minor, Julia, Philip dan Mark. …   Pagi itu, embun menyelimuti bumi hingga menutupi pandangan kami. Dengan senang aku menanti kedatangan Philip dan Julia bersama dengan Mark dan Minor yang berdiri di dekatku. Kutendang beberapa kerikil di sana seraya mengayun-ayunkan kedua tangan seolah menari di tengah kabut tebal semata-mata untuk membuang waktuku dan memikirkan kiranya buruan apa yang kudapatkan ketika kami pulang nanti. Kelinci? Rusa? Atau burung? Banyak hal yang kupertanyakan dalam pikiranku saat ini, tak sabar ingin melakukannya hingga tak kusadari ketika aku berputar dengan asyiknya dan tidak sengaja menyenggol tubuh Mark yang tengah berjongkok di sana hingga ia jatuh terkaget karenaku. Ku berikan senyuman manis yang memperlihatkan gigi rapihku pada Mark yang menatapku seolah aku telah melakukan tindakan konyol pagi ini.   Kedua mataku kini menoleh kearah dua orang yang tengah berlari menembus kabut yang mulai menipis, seorang lelaki tambun dan seorang wanita judes yang begitu ku kenali. Ya… Philip dan Julia, “kalian datang terlambat” kutatap Minor yang berucap seraya berbalik dan berjalan pergi mendahului kami, pandangku teralih pada Julia yang kini memberiku sebuah senapan dan mendengus kesal di sana seraya membela dirinya dengan berkata “setidaknya kami terlambat dan menemukan senjata yang lupa di bawa oleh si ceroboh Adera!” kulirik Julia yang melirikku dengan cukup tajam, hingga aku hanya mampu tetawa garing dan mengatakan “maaf”. Kami berjalan cukup jauh dari pemukiman dan kami memutuskan untuk berhenti demi melepaskan dahaga dengan meminum air jernih dari sungai yang kami temui. Kutatap air yang tengah mencerminkan diriku, rambut hitam panjang melebihi bahu, meliuk-liuk seperti ombak-ombak kecil indah nan unik melambai-lambai ketika angin menerpaku, merasa sedikit terganggu akan hal itu membuatku segera menggulungnya secara asal dan mengikatnya dengan robekan kain yang kujadikan pita. Kembali kutatap kulit putih seputih salju yang turun di kutub utara, kedua pipi yang sedikit merona dan bibir kecil yang tebal dengan warna merah chery tergambar jelas di sana. Tak terlewatkan dengan mata biru yang selalu membuatku terpukau atas mataku sendiri, tubuhku tidak terlalu besar, bisa dibilang tubuhku ini seperti model kelas kakap dan tidak sesempurna Julia. Setidaknya, dia memiliki tubuh yang lebih hebat di bandingkan denganku. Kadang kala aku selalu iri dengannya, dia begitu hebat dalam melakukan apapun, tidak sepertiku.   Memikirkan hal itu membuatku menghela nafas dengan cukup panjang, aktivitas ‘membandingkan bentuk tubuh’ pun teralihkan ketika Minor berkata “kita berpencar sekarang! Julia dan Mark kalian pergi ke arah barat, aku dan Adrea akan ke selatan kita akan mencari hasil buruan baik rusa, kelinci atau yang lainnya, sedangkan Philip akan pergi ke timur untuk mencari umbi dan ikan, setelahnya kita akan kembali berkumpul di sini” ia mengeluarkan sebuah tongkat dan menancapkannya di pinggir sungai sebagai tanda titik kita kembali bertemu, kuanggukan kepalaku mengerti dengan intruksinya, begitupun dengan yang lain. Setelah di tetapkan akan pergi ke mana, pada akhirnya kami berpencar. Mencari masing-masing buruan yang telah ditargetkan.   Aku berjalan di belakang Minor, seperti seekor anak bebek yang selalu membuntuti induknya, lebih tepatnya karena aku sama sekali belum bisa melakukan apapun. Hei! Ini adalah pengalaman pertamaku berburu, tentu aku belum bisa apa-apa, namun rasa khawatirku terkalahkan oleh rasa gembiraku dan hebohku. Kedua mataku kini bertemu dengan seekor kelinci abu yang begitu gemuk, membuatku menepuk bahu Minor dengan kencang hingga ia hampir saja berteriak kesal padaku, namun teriakannya tertahan saat aku segera membimbing pandangannya ke arah kelinci gemuk yang tengah menggigiti tanaman liar yang tumbuh di sana.   “apakah kita bisa memakannya?” tanyaku menatap Minor yang mengangguk seraya berjalan perlahan menuju kelinci gembul itu “Adrea, pergi ke samping sana… agar kita bisa menjebaknya!” perintahnya padaku.   Kulangkahkan kakiku dengan cepat namun ringan ke arah tempat yang di maksud. Langkah demi langkah Minor mendekati kelinci itu, hingga hampir ditangkap oleh kedua tangannya namun ia lolos ketika mendengar sebuah teriakan melengking jauh di sana. Kembali pandanganku menatap Minor yang ternyata juga terdiam menatapku, hingga akhirnya kami sama-sama tertegun untuk kembali memastikan suara apa itu.   “Minor!! HELP!” jeritan wanita yang benar-benar tak asing bagiku membuatku menatap Minor yang kini membelalakan kedua matanya mendengar suara itu “Julia?” tanyaku, Minor dan aku segera berlari ke arah jeritan itu dengan begitu cepat setelah meyakini bahwa itu adalah suara Julia, meski lariku tidak secepat Minor namun aku dan dia sama-sama menghiraukan dahan, akar bahkan semak berduri yang menghalangi jalan kami, sama-sama kami terobos itu semua, seperti kereta api yang tidak dapat dihentikan lajunya.   “Julia?!!” panggil Minor di depanku, aku terus berlari mengejarnya yang kemudian spontan berhenti dan merentangkan tangannya menghalangiku untuk melangkah lebih jauh hingga akhirnya aku ikut berhenti di sana.  Aku terkejut bukan main jika saja Minor tak melihatnya, Jika saja Minor tak menghentikanku, kami akan jatuh bersama-sama ke dalam jurang yang tak berujung.   Ya… tepat di depan kami ialah sebuah jurang yang cukup dalam hingga penglihatan ini tak dapat menjumpai dasarnya, lebih tepatnya jurang itu terlalu gelap, layaknya lubang hitam yang tak berkesudahan.   “Minor, Adrea!” sebuah suara kembali memusatkan kami pada Julia dan Mark yang kini menggantung dibibir jurang itu, bergelantungan pada akar-akar tebal yang timbul di sana. “kenapa kalian bisa seperti ini??” tanyaku seraya menghampiri Minor yang membantu Mark untuk naik ke atas, dan aku mengulurkan tanganku untuk Julia. Namun aku merasa ada yang aneh ketika kutatap Julia kini tak bergerak sama sekali dan terlihat raut wajahnya ketakutan hingga membuatku merasakan bahwa ada yang tak beres di sini “Julia??” tanyaku, nafasku seketika memburu, perasaan tidak enak ini semakin kentara terasa dan membuatku semakin panik ketika dia berbisik “dia di sini… Adrea, di belakangmu..”, tanganku praktis bergetar, udara yang kurasakan spontan menjadi dingin, indra pendengaranku menangkap sebuah suara ranting yang terinjak dengan sesuatu benda yang cukup berat.    Kedua ujung mataku menoleh menatap Minor yang kini juga terdiam seraya menggenggam erat kedua lengan Mark yang masih menggantung di jurang itu, dia juga menyadari bahwa mereka ada di sini. Dan tak mungkin Minor melepas genggamannya, hanya tanganku lah yang masih kosong dan Julia juga masih bisa bertahan di sana. Itulah yang ada dalam pikiranku hingga akhirnya kuberanikan untuk berbalik dan berhadapan langsung dengan Malea yang kini jaraknya hanya tiga langkahnya saja dari tubuhku.   “Adrea!!” Cklek! “RAAAAAKKKKK!!!!” DAR!!! DAR!!! DAR!!!   Kupejamkan kedua mataku saat kuketahui tubuhnya terhuyung dan condong kearahku, setelah kutembak dia tiga kali tepat dibagian kepala, wajah dan jantungnya secara beruntun, hanya membutuhkan satu detik untuk memejamkan mataku dan detik kemudian aku tersadar bahwa aku terdorong dan jatuh ke dalam jurang ini.   “ADREA!!!!!!”   Teriakan Minor terdengar dan seketika indra penglihatanku menjadi gelap dan aku tidak dapat merasakan apapun selain basah dan dingin, perasaan yang dulu pernah kurasakan sebelumnya.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD