bc

WINGMAN

book_age18+
184
FOLLOW
2.6K
READ
badboy
goodgirl
drama
sweet
bxg
highschool
school
stubborn
civilian
like
intro-logo
Blurb

Kontes Menulis Innovel II - All The Young

Ikramina Andini Gladri yang akrab disapa Andin adalah seorang anggota PASKIBRAKA, karena harus menjalani karantina saat mengikuti latihan pengibaran bendara untuk hari kemerdekaan, Andin yang mendapat dispensasi dari sekolah terpaksa bolos selama dua bulan. Alhasil, saat pembagian raport, nilainya jeblok.

Disibukan dengan mengejar guru-guru untuk perbaikan nilai, Andin bertemu Genta,murid baru yang disukai oleh sahabatnya, Mia. Karena Andin mengenal Genta, Mia memintanya untuk menjadi mak comblang yang menjodohkannya dengan Genta. Andin pun bersedia, sampai akhirnya…….. ia tahu kalau Genta ternyata malah menyukainya dan malah menghancurkan persahabatan serta hidupnya

chap-preview
Free preview
1. Murid Baru
Aku melongo melihat nilai raportku semester ini, semuanya merah. Well, ini bukan karena aku bodoh, tapi karena selama dua bulan aku bolos, aku masuk tim PASKIBRA Kota, jadi aku latihan dan latihan, membuatku banyak tidak mengikuti materi pelajaran yang berlangsung. “Pak, saya kan bukannya dapet dispensasi ya?” tanyaku pada Pak Rohim, wali kelasku. “Iya, tapi kan nilai akhir ya akumulasi, kamu gak ada alpha tapi kamu banyak kelewatan tugas-tugas, Din.” Aku menengok sekali lagi ke raportku, untunglah hari ini Mama gak bisa ambil raport, jadi aku ambil raportku sendiri. Untungnya lagi, ini masih tengah semester, bukan kenaikan kelas. Jadi masih bisa diwakilkan. Dan... aku gak bisa kasih Mama nilai yang merah semua. Bisa dikurung aku. Di raport, hanya mata pelajaran Bahasa Inggris nilai ku yang bagus, 98, dan itu gurunya ya pak Rohim, jadi beliau gak mungkin tega kan sama aku yang sudah mewakili sekolah ini? “Jadi saya harus gimana Pak?” “Kamu datengin gurunya satu-satu ya, dua minggu libur, kamu kejar mereka semua, minta tugas buat ganti nilai ini. Sebentar!” Pak Rohim membuka laci mejanya lalu memberikan aku selembar kertas. Di kertas tersebut, ada kolom nama guru, tanda tangan, mata pelajaran dan kolom untuk nilai. “Kalau semua sudah, kamu bawa ke sini nanti saya ganti raport kamu.” “Bapak kenapa gak nulis pakai pensil sih? Ini pulpen merah nanti ditip-ex dong? Jelek banget.” “Ya kan sudah aturannya begitu.” Aku cemberut, tapi gak bisa berbuat banyak juga. Mungkin ini konsekuensi aku yang mangkir selama dua bulan lebih dari kegiatan pelajaran. “Yaudah Pak, makasi yaa!” “Semangat, Andin! Aku keluar dari ruang guru, berjalan lemas tak ada semangat. Bukannya bisa liburan? Aku malah harus ngejar-ngejar guru. Begitu keluar, aku langsung melihat Pak Andi, guru olahraga, jadi langsung saja aku menghampirinya. “Siang, Pak Andi!” seruku, lalu langsung mengambil tangannya untuk salim. “Kenapa Din?” “Bapak tega banget kasih saya nilai akhir 68? Kan Bapak tahu saya paskib di balkot.” “Kamu gak ikut ujian renang, badminton sama volly, Din.” “Kan bukan mau saya, Pak.” “Yaudah, kita main badminton sekarang, setengah game aja. Kamu bisa dapet skor 11 duluan, nilai kamu saya ganti!” “Bener?” Tanyaku semangat. “Iya, sana ambil raket di ruang olahraga, bapak tunggu di lapangan!” “Siap Pak, saya juga ke loker dulu dong, ganti baju olahraga.” “Iya, cepet ya!” Aku mengangguk. Dengan senyum diwajah, aku langsung berlari menuju lorong tempat loker murid-murid berada, mengambil baju olahragaku yang entah sudah berapa lama di situ. Bau apek banget. Tapi yaudah lah ya. Membawa baju tersebut, aku langsung ke ruang olahraga. Menutup pintunya dari dalam, aku membuka seragamku, menggantinya dengan baju olahraga bau apek. Setelah selesai, aku mengambil dua buah raket dan satu tabung shuttlecock. Keluar dari ruang olahraga, aku berlari ke lapangan. Nah, untungnya sekolahku ini punya beberapa lapangan. Ada lapangan badminton, lapangan basket yang diperuntukan juga untuk futsal dan lapangan volly yang gabung buat bola. “Ayok Pak Andi!” seruku, ternyata lapangan badminton ramai, ada seleksi masuk anggota inti club basket. Aneh deh, bukannya sana di lapangan basket, malah di sini. “Pak, ini rame gini gimana?” tanyaku. “Mereka duluan pinjem lapangan, soalnya di sana dipake sama anak futsal, ini mereka bolehin kita pake, maen cepet ya Din?” Aku mengangguk. “Bapak mengalah aja ya? Biar nilai saya aman.” “Yeee, reputasi dong!” Aku cemberut. Dengan pelatih basket sebagai wasit, kami mulai main dan... Tuhan, Pak Andi beneran gak ngalah, susah banget dapet poin. 10 menit permainan, skornya 7-4 dong, aku yang 4, dan ini aku udah banjir keringet. Kebayang kan makin bau apa ini baju olahragaku? Kulihat Pak Andi juga sudah mulai capek. Coach Pandu, pelatih basket udah nyuruh Pak Andi nyerah, mereka greget pengin cepet main di lapangan. Memanfaatkan kesempatan, aku mengejar ketinggalanku, dan sekarang skor sudah menjadi 7-9. Ayok Andin, semangat! 2 poin lagi, huhuhuhu! Aku langsung menjatuhkan diri di lapangan ketika peluit dari Coach Pandu ditiup panjang, aku baru saja memasukan poin dan memenangkan pertandingan ini. Dah ah, hari ini nilai olahraga aja yang kekejar, besok lagi. Lelah aku mau matik! “Nih minum!” Coach Pandu ternyata menghampiriku, memberikan aku sebotol air mineral. “Makasih, Coach!” kataku, lalu bangkit, duduk di tengah lapangan. “Bagus kamu mainnya, ekskul apa kamu?” “Paskib, Coach!” “Pantes, gak gampang capek kamu. Kalah itu Pak Andi.” Aku nyengir. Lalu meminum air mineral yang diberikannya tadi. “Oh iya Coach, kok seleksinya di sini sih? Kenapa gak futsal yang di sini? Kan kalo basket kan butuh ringnya kan? Kalo futsal kan gampang gitu,” tanyaku. “Coach Budinya kekeuh mau di sana, katanya lapangan ini kekecilan. Yaudah lah, gak apa.” Aku mengangguk, lalu melirik ke anak-anak yang sedang duduk di pinggir lapangan. Anjir yaa, berarti dari tadi aku ditontonin sama mereka kan ya? Kaga nyadar lagi aku. “Yaudah, Coach! Saya pamit ya! Makasi airnya!” Aku bangkit, menghampiri Pak Andi yang ada di pinggir lapangan, sedang dipijat oleh salah satu siswa. “Pak, ayok tanda tangan!” seruku, memberi kertas penilaianku. “Sini!” Pak Andi meminjam punggung anak lain, menuliskan namanya, tanda tangan, dan nilai baru untukku. 90, aku tersenyum melihat itu. “Makasi Pak Boss!” seruku. “Iya, dah sana kamu!” Aku menggendong tasku, menuju kamar mandi cewek. Tuhan! Aku harus mandi ini sih, badanku lepek banget. Tapi... apa aku langsung balik aja ya? Tapi sekolah masih ramai, aku udah lama gak nongkrong di sekolah, kangen. Gak jadi mandi di tempat cewek, aku ke kamar mandi khusus guru, mumpung kosong kan yaa, hehehe! Selesai mandi, aku bergabung dengan beberapa anak kelas yang duduk di pinggir lapangan utama, mencari Mia, sahabatku sedari kecil. “Miaaa!” Aku menggeser Ari, agar bisa duduk di samping Mia. “Dari mana aja lu? Ambil rapot lama amat?” “Abis duel sama Pak Andi biar dapet nilai.” “Heh? Kok?” “Ancur nilai gue, gilak!” “Terus?” “Pak Rohim suruh minta tugas ke guru-guru, tadi baru minta Pak Andi.” “Bagus!” “Din, lu kenapa jadi buluk banget!” Ari, yang duduk di sampingku mulai nyamber. “Gak nanya!” seru Mia. “Tapi serius, item banget muka lu!” seru Ari. “Ya kan gue dua bulan dijemur, lo pikir aja sana sendiri!” “Emm, iya sih bener, tapi ancur yeee muka lu jadinya.” Aku bingung, mau sakit hati kok tapi ya dia bener? “Lo tau gak sih ada anak baru?” Mia menarik perhatianku lagi, biar aku gak ngobrol sama Ari. “Hah? Anak baru? IPA apa IPS?” tanyaku. “IPA! Katanya masuk kelas XI IPA 5,” “Tetanggaan dong!” Sambar Ari, ya kami bertiga ini XI IPA 4. “Gaul banget anjir, dandanannya keren, cakep!” seru Mia. “Namanya siapa?” “Genta!” seru Ari. “Ri, lo laki tapi update ya soal gosip!” “Yee kan gue tau gara-gara dia ngotot pengin dimasukin tim inti basket!” “Eh iya, lo basket, gak seleksi? Tadi di lapangan badminton pada lagi seleksi.” tanyaku. “Gak tertarik gue jadi tim inti.” ujar Ari acuh. “Ouuhh!” “Jadi dia mau masuk tim basket? Aduhh, makin keren dong tu cowok?” Mia mulai heboh sendiri. Aku sendiri diam, berarti tadi si anak baru ada dong ya di lapangan? Yang mana ya? Sial, gak perhatiin lagi aku. “Lo kalo liat dia pasti naksir deh Din, dia tipe cowok idaman banget tau!” “Yee, idaman lo kan gak setipe sama gue, Mi. Lagian, gue gak ngurus cowok dulu deh, anjir nilai gue jeblok semua, terus tadi kata si kampret ini, muka gue buluk.” Aku menyikut Ari sedikit. “Yaudah, comblangin gue dong?” “Hah?” “Ya katanya lo gak tertarik, yaudah, comblangin gue ya sama dia?” Aku melirik tak percaya ke Mia. Emang sih, dari SMP, tiap Mia suka sama orang selalu minta aku buat jadi makcomblangnya, tapi kali ini... entah kenapa aku merasa tidak percaya diri. Huu! ******* TBC

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook