bc

Sweet Enemy

book_age16+
613
FOLLOW
5.9K
READ
revenge
HE
arrogant
boss
tragedy
comedy
ambitious
high-tech world
asexual
like
intro-logo
Blurb

Sequel dari Mr Everything #Seri Brotherhood 3,4,5

Bagaikan mimpi buruk di siang bolong. Kehidupan Clarissa berubah drastis setelah bertemu dengan sosok pria yang menjadi musuhnya saat kuliah dulu.

Entah apa yang membuat pria itu mulai mengusik dan mengganggu hidupnya. Sampai rasanya hidup Clarissa benar-benar menjadi gila.

Kegilaan itu terus berlanjut sampai Clarissa sendiri pun tidak tau sejak kapan rasa risih, kesal dan bencinya berubah menjadi cinta.

Entah sejak kapan, kegilaan pria itu membuat dirinya menjadi begitu bahagia berada di dekatnya. Bahkan saat pria itu tidak ada rasanya hidupnya menjadi begitu sepi dan hampa.

Entah sejak kapan ia menjadi begitu menyukai pria gila itu dan dirinya pun menjadi gila karenanya…

chap-preview
Free preview
Episode 1 (Okta - Clarissa)
Sekilas Info. Dalam satu judul ini, akan ada tiga cerita dengan tokoh yang berbeda. Mereka masih termasuk anggota Brotherhood. Sebelum membaca ini sebaiknya baca dulu "Lovely CEO, My Everything, Psycopath Revenge, kemudian ke sini supaya lebih paham." Terima kasih....   ######   Di sebuah kamar nan luas, seseorang baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk putih yang di lilitkan di pinggangnya. Tubuh bagian atasnya ia biarkan terekspos begitu saja. Ia bersiul santai berjalan memasuki walk in closet. Di sana ia berjalan mendekati cermin dan mengambil sisir. Dengan santai ia menyisir rambutnya dengan tetap bersiul. Kemudian ia berjalan menuju beberapa lemari besar yang ada di sana. Ia pun mendorong pintu salah satu lemari dan memperlihatkan deretan jas, dan lipatan kemeja putih di sana. Masih dengan bersiul santai, ia mengenakan kemeja putih dan celananya yang begitu pas di tubuh kekarnya. Kemudian ia juga membuka laci kecil dimana isinya deretan dasi. Ia pun mengambil satu buah dan memakainya. Ia berjalan menuju laci kecil lainnya dan saat di tarik, di sana terdapat beberapa jam tangan mewah merk ternama. Ia mengenakannya masih dengan bersiul. Memakai parfum dan menggunakan penyegar wajah tak lupa ia gunakan. “Kau memang sangat tampan Oktavio,” gumamnya tersenyum simpul kala menatap pantulan dirinya di depan cermin. “Wanita mana yang berani menolakmu,” gumamnya. “Kecuali wanita itu matanya picek.” Setelah siap dengan jas hitamnya, ia pun beranjak keluar kamarnya dengan membawa tas kecil. Dia adalah Oktavio Adelio Mahya. Pria paling unyu di Brotherhood. “Good Morning Kekasih tua ku yang cantik,” seru Okta mengecup wanita tua yang sudah berada di meja makan itu. “Morning Baby.” Okta mengambil duduk di hadapan Oma nya dan mengambil sarapan untuk dirinya. “Oma, aku akan ke Jakarta lagi. Mungkin sekarang akan cukup lama. Oma di sini dulu dengan Mbak Yani, tidak masalah kan?” seru Okta. “Huh, semakin hari kamu semakin sibuk dan sering meninggalkan Oma sendirian,” keluh Oma. “Ayolah Oma. Oma tau sendiri kalau Okta sedang ingin mengalahkan perusahaan milik pria itu. Jadi sekarang Okta benar-benar sibuk,” serunya. “Kamu ini. Padahal perusahaanmu di sini saja sangat terkenal dan terbilang sukses,” seru Oma. “Tidak Oma, ini belum sukses. Aku belum mengalahkan dan menjatuhkan perusahaan milik orang itu. Orang yang sudah membuangku,” seru Okta penuh penekanan dan tekad yang kuat dalam dirinya. “Ya sudahlah terserah kamu saja.” Akhirnya Oma memilih mengalah. “Aku janji deh, saat ada waktu luang, aku akan kemari dan membawa Oma berjalan-jalan,” seru Okta. “Baiklah. Tetapi Oma ingin kamu juga membawa calonmu. Umurmu sudah cukup untuk menikah.” “Haduhh Oma ini malah bahas nikah. Aku kalau udah dapat yang cocok, jangankan di kenalin ke Oma. Aku akan langsung menyeretnya ke KUA biar langsung di sah-in.” “Kamu ini selalu saja bercanda. Sudahlah habiskan sarapanmu,” seru Oma. ◄►           Okta sudah sampai di kantornya yang ada di Jakarta. Gedung kantor ini baru saja selesai di renovasi dua bulan lalu dan satu bulan ini Okta dan beberapa asistennya sudah mulai bekerja di sini. Rencananya lusa nanti akan di adakan pengajian untuk opening kantor pusat yang baru.           Okta baru saja masuk ke dalam ruangannya yang luas dan begitu elegant. Ruangan ini mencerminkan dirinya dengan berdominasi warna putih abu. Dan ada sedikit sentuhan warna cream cerah dan warna hitam. Sangat mencerminkan dirinya, dari luar terlihat cerah padahal jauh di lubuk hatinya begitu kelam dan gelap. Tak ada yang tau bagaimana kelamnya di dalam lubuk hatinya. Tak ada yang tau seberapa besar kekuatan yang ia kerahkan untuk menekan luka menyakitkan dan trauma masa kecil di dalam hatinya.             Flashback                  “Nah Roger ini adalah ruangan kerja Dad. Bagaimana, kamu suka bukan?” seru Bagas kepada putra sulungnya Roger.           “Ini sangat luas, Dad. Nanti Roger ingin memiliki ruangan kerja seperti ini,” seru Roger.           “Ruangan ini akan menjadi milik kamu saat kamu dewasa nanti,” ucap Bagas tertawa kecil seraya merangkul pundak Roger. “Ayo kamu duduklah di kursi itu.”           Roger dengan bahagia menduduki kursi kebesaran di sana dan memutar-mutarnya dengan gembira.           “Wah ini sangat nyaman, Dad.”           “Dad, Okta juga ingin punya ruangan kerja seperti ini nanti,” seru Okta saat berusia 6 tahun.           Bagas menoleh ke arah anak yang sejak tadi di belakangnya dengan tatapan tajam penuh permusuhan.           “Siapa yang membiarkanmu masuk kemari?” bentaknya.           Okta memekik kaget. “Itu, aku mengikuti Daddy.”           “Aminah…. Bawa anak nakal ini keluar dari ruanganku!” teriak Bagas pada sekretarisnya.           Saat itu adalah syukuran opening kantor baru.           Flashback Off        Mengingat hal itu membuat Okta mengepalkan kedua tangannya sangat erat. Kebenciannya semakin bertambah besar seiring waktu berlalu.           Dering handphone menyadarkannya. Okta menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan.           “Lupakan hal itu, Oktavio. Kalau terus memikirkannya, bisa-bisa kadar keunyuan dan ketampananku  menurun. Ah itu tidak boleh sampai terjadi,” gumamnya memijit pangkal hidungnya.           “Kenapa Brewok?”           “….”           “Iya gue baru sampai di Jakarta. Gue akan ke AMI Hospital dulu untuk menemui si Dhika.”           “…..”           “Semuanya sih nggak ada masalah. Semuanya lancar jaya, nanti lu bisa datang kan saat syukuran kantor.”           “….”           “Iya, gue serahin ke lu aja deh mengenai surat perijinan dan tektek bengeknya. Males gue dengan keribetan yang begitu. Gue nggak mau muka unyu gue berubah jadi keras gara-gara mikirin yang begitu,” kekeh Okta.           “….”           “Ya sudah gue tutup yah. Gue mau nengok dulu si Dhika. Takutnya dia berniat bunuh diri,” tawa Okta.           “….”           “Ember lu ah main lapor-laporin aja. Lu tau gue suka jiper kalau berurusan sama tuh leader,” tawanya.           “….”           “Oke nanti gue sampain salam lu. Bye.”           Okta pun bersiap-siap untuk pergi ke AMI Hospital. ◄► Okta baru saja sampai di rumah sakit AMI. Dengan memakai kemeja biru yang sudah di lipat hingga siku dan tiga kancing bagian atasnya dibiarkan terbuka membuat d**a bidangnya terekspos sempurna. Okta memang mengganti pakaiannya dulu sebelum ke rumah sakit. Bagi Okta, penampilan adalah hal paling utama. "Gue kangen sama Leader dingin," gumam Okta seraya memakai kacamata hitamnya dan berjalan dengan gagahnya memasuki lobby rumah sakit. Beberapa orang yang berpapasan dengannya dibuat terkesima dan terpesona melihat sosok Oktavio yang tampan. “Hai manis,, hai cantik,” sapa Okta sang Aligator seperti biasanya. Okta memang sudah di kenal sebagai seorang playboy di kalangan masyarakat. Image itu sudah melekat dalam dirinya yang memang senang bergonta ganti pasangan. Okta berjalan di lorong rumah sakit. Langkahnya terhenti seketika saat melihat sosok wanita berjas Dokter tak jauh di hadapannya. Wanita itu terlihat tengah berbicara dengan bagian receptionist. Saking kaget dan syock, Okta sampai membuka kacamatanya, dan melebarkan pandangannya untuk melihat jelas sosok di depannya itu. "Dia....!!!!" Okta kembali mengucek kedua matanya tak percaya. "Dia beneran Thalita?" gumam Okta. "Jadi dia benar-benar masih hidup? Dan sekarang telah kembali. Lalu bagiamana dengan Dhika?" Okta bergegas beranjak pergi saat mengingat sahabatnya itu. Bugh Okta yang baru saja berbalik badan langsung bertabrakan dengan seseorang hingga mereka berdua terjatuh dan membentur lantai dingin. "Oh sial, p****t gue!" keluh Okta meringis seraya mengusap pantatnya yang sakit. "Kalau jalan tuh liat-liat dong," seru seseorang yang baru saja berdiri di hadapan Okta sambil mengelus pantatnya juga. "Lu yang nabrak gue juga," ujar Okta merengut seraya beranjak dari duduknya. "Lu...?" ujar seseorang itu saat menatap wajah Okta, membuat Okta menatap seseorang di hadapannya. "Lah, Nela...?" ujar Okta yang juga kaget melihat sosok di depannya. "Gue Clarissa. Dasar Crocodile!" jawab Clarissa dengan ketus karena kesal. "Ya maksud gue Clarissa atau Chachaa. Ah, banyak banget nama panggilan lu. Tapi menurut gue sih lebih cocok Nela," kekeh Okta. “Enak aja lu ganti ganti nama orang!" gerutu Chachaa. “Dasar Crocodile gila.” "Gue nggak nyangka loh bisa ketemu Nela titisan Penyihir Jahat di sini," ujar Okta tersenyum manis tanpa memperdulikan ekspresi ketus yang di tunjukkan Chacha kepadanya. "Nela Nela… gue bilang nama gue Clarissa. Lu budeg yah, Crocodile!" ucap Chachaa kesal. "Itu kebagusan," ujar Okta polos membuat Chachaa melotot sempurna karena kesal. Ah dari sejak dulu sampai sekarang berhadapan dengan pria satu ini selalu membuat emosinya memuncak. "Enak aja lu ganti-ganti nama orang sembarangan, Crocodile jelek !!!!" sewot Chachaa. "Dasar Nela, baru ketemu udah ngajak ribut aja. Bukannya say hello sama teman kuliah," goda Okta dengan wajah santainya. Ah entah kenapa melihat wajah penuh emosi Chacha membuat Okta gemas sendiri melihatnya. Chachaa dibuat semakin merah dan kesal. "Udah jangan marah-marah. Muka lu makin keliatan keras dan tua kalau marah,” goda Okta semakin membuat Chacha sangat marah. “Lu….!” “Gue sih sebenarnya pengen lama-lama di sini. Dan menikmati reuni ini sama lu. Tapi gue lagi buru-buru. Kapan-kapan kita keluar bersama yah. Sampai jumpa,” seru Okta dengan senyuman menyebalkannya seraya berjalan melewati Chacha. “Dalam mimpimu saja!” teriak Chacha. “Sialan!” gerutu Chacha melanjutkan perjalanannya dengan menghentakkan kakinya dengan keras. “Kenapa gue harus ketemu makhluk paling menyebalkan di dunia ini sih. Kenapa nggak dibuang ke perairan sss aja sih tuh buaya biar ngumpul sama spesiesnya,” gerutu Chacha membuat orang-orang yang berpapasan dengannya dibuat heran karena Chacha berbicara sendiri. -----

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook