P1-Pertemuan

2340 Words
Tiara menatap ke arah lapangan, dimana seseorang yang tengah menjadi incarannya sedang bermain futsal. Sudah menjadi kebiasaan cowok itu setiap pulang sekolah pasti menyempatkan diri untuk bermain futsal barang 30 menit lamanya, itung-itung mencari keringat. Incaran, pasti kalian berpikir kalau Tiara menyukai cowok dengan rahang tegas dan tajam serta hidung yang mancung. Visualnya memang sudah tak perlu diragukan lagi, banyak yang mengira cowok itu seperti anime hidup. Mulai dari yang muda hingga yang tua, semuanya mengagumi visual cowok itu. Tapi dibalik visualnya yang menawan, tersimpan sifat setan yang ada di dalam dirinya. Back to topic, Tiara mendengus. Kenapa harus dia? tanya cewek itu dalam hati sembari terus menggerutu tak jelas, dan kenapa harus dirinya yang ditugaskan untuk merayu si cowok titisan setan itu? Dari beberapa murid berprestasi yang ada di Bina, hanya cowok itulah yang dipilih oleh Pak Pandu bahkan tanpa mengikuti seleksi. Biasanya, sebelum ada Olimpiade pasti akan diadakan seleksi terlebih dahulu, tapi kali ini entah kenapa Pak Pandu sangat yakin kalau cowok itu mampu mewakili SMA Bina. Dan sial, sial, sial nya Tiara yang menjabat sebagai Wakil ketua osis itulah yang harus membujuk si cowok Anime. Karena tahun ini adalah tahun terakhir cowok itu ada di SMA Bina, Pak Pandu menaruh harapan besar pada Tiara, jadi guru berusia 48 tahun itu terlihat sedikit memaksa Tiara untuk merayu cowok titisan setan yang saat ini tengah bermain futsal di lapangan agar mau ikut Olimpiade. Menghentakkan kaki, melampiaskan rasa kesal yang sedari tadi menyelimuti moodnya. Padahal,..ah sudahlah! Tidak ada gunanya terus menggerutu seperti ini. Lamunan Tiara ter buyar saat suara seseorang memasuki indera pendengarannya. Cewek itu sedikit terlonjak kaget. "Astaga, Bim. Ngagetin gue aja." celetuknya, menurunkan lipatan tangan. Bima, yang seharusnya punya tugas untuk membujuk cowok Anime karena dia adalah Ketua Osisnya, bukan malah Tiara! Ish! Mengingat cowok anime itu malah membuat tensi darah Tiara jadi terus-terusan naik. Dan kalau sampai ini berkelanjutan, maka bukan hal yang tidak mungkin dia kena darah tinggi di usianya yang masih remaja. Bima tersenyum singkat, "Jangan cuma dilihat doang, Ti. Waktu kita nggak banyak, samperin kek." "Lagian, kenapa nggak lo aja sih yang bujuk dia? Kenapa harus gue coba." balas Tiara lebih jutek, Bima hanya tersenyum tipis. Tangan cowok itu tergerak untuk mengusap kepala Tiara dengan sedikit bar-bar, membuat mood Tiara yang awalnya sudah buruk kini tambah memburuk. Kalau seandainya dia tidak ingat bahwa Bima adalah teman dekatnya, maka sudah dipastikan cowok itu akan Tiara kirim ke pengalengan sarden. Ya ampun, sedari tadi Tiara ternyata banyak mengoceh dalam hati ya. "Pak Pandu minta ke elo, bukan ke gue. Lagian, dia bakal lebih mudah dibujuk sama cewek, ya lo tau sendiri lah kenapa bisa gitu." "Karena dia playboy. Cap belut! Arrgghh, sialan!" Bima tertawa saat melihat wajah frustasi Tiara, mereka berdua berteman semenjak MOS. Jadi wajar saja kalau terlihat begitu dekat, dulu, saat ada pendaftaran Osis dengan semangat Tiara menyuruh Bima untuk ikut serta. Dia bilang, Bima pantas menjadi ketua Osis SMA Bina karena cowok itu selalu bersikap bijaksana dan punya kharisma. Kalau yang minta adalah Tiara, Bima tak bisa menolak. Akhirnya, dia menyetujui untuk ikut pencalonan, dengan Tiara sebagai wakilnya. Awalnya keputusan itu ditolak oleh Tiara, tapi tak lama cewek itu akhirnya menyetujuinya. Dan entah mendapatkan keberuntungan dari mana, keduanya terpilih. "Coba dulu kali, kalo nggak sanggup baru deh gue turun tangan." Bima menimpali dengan santai. "Serah lo deh, Bim." "Yaudah deh, gue duluan. Good luck ya, Tiara wakil ketua osisku tersayang.." kata Bima sembari mencubit kedua pipi Tiara, cewek itu sudah ancang-ancang ingin melempar sepatu ke arah Bima yang langsung lari terbirit-b***t. "MAMPUS AJA LO, BIM!" Teriak cewek berwajah jutek itu bersungut-sungut. Menarik nafas, membuangnya. Tiara melakukan itu sebanyak 3x hingga emosinya mendingin. Netra almond berwarna coklat itu melirik ke arah lapangan, seketika Tiara menahan nafasnya. Si cowok Anime tengah berdecak pinggang sembari mengusap keringatnya menggunakan bahu, kenapa dengan gerakan sederhana seperti itu si cowok anime sudah terlihat mempesona?? Tiara menelan salivanya, dia bahkan sampai tidak bisa bernafas. Mengesampingkan tingkah setan si cowok anime yang sering gonta ganti cewek seenak jidatnya. Tatapan penuh pujian Tiara akhirnya berhenti saat otaknya kembali bekerja, dia menggeleng-geleng kepala, apa yang barusan dia lakukan? Mengagumi visual cowok anime? Huh! Tiara gila! Dan dia akan semakin gila jika tak segera pergi dari tempat itu. Urusan membujuk si cowok anime bisa dilanjutkan besok saja. Baru beberapa langkah, sebuah suara yang terdengar menyebalkan memasuki inderanya. "TIMAH!!" Teriakan keras itu membuat Tiara menggeram dalam hati, cuma satu orang yang berani memanggilnya seperti itu. Untung saja sekolah sudah lumayan sepi, kalau tidak Tiara bisa malu karena ulah setan tampan satu itu. Dia berbalik badan, dari kejauhan si cowok anime berlari-lari kecil ke arahnya sembari tersenyum sangat.. sial, tampan. Tak lama, cowok itu menghentikan langkah kakinya, tangan yang penuh otot itu digunakan untuk menyugar rambut. Ya gusti, selamatkan Tiara dari setan tampan satu ini! "Dari ratusan siswi yang menjadi pengagum gue, gue nggak nyangka ternyata yang tulus cuma lo." Tiara mengerutkan kening, tidak paham dengan apa yang baru saja dikatakan oleh cowok yang ada di depannya. "Maksud lo apaan?" tanya Tiara dengan suara tak santai, wajahnya galak seperti biasa. Tangan cowok anime hendak mengacak rambut Tiara karena gemas, tapi segera ditepis oleh sang empu. Cih! "Nggak usah sok akrab sama gue." kata dia, masih dengan suara yang sensi. Cowok anime tertawa, sebelah tangannya digunakan untuk mengipasi wajahnya yang basah karena keringat. Tiara menelan ludah, dari kejauhan saja efeknya sudah membahayakan, apalagi jika dilihat dari dekat seperti ini. Sial, jantung Tiara kenapa jadi deg-degan seperti ini? "Dih, sok-sokan galak. Padahal dalam hati lo sebenernya care sama gue sampe bela-belain nungguin gue futsal segala." Allahuakbar! Demi tuhan yang maha kuasa! Ada apa sih dengan cowok itu?? "Jadi gini, Daniel. Gue nggak nungguin lo, jadi sorry sorry aja nih. Dan kenapa gue masih disini karena gue tadi mau ketemuan sama Bima." "Bima? Si ketua osis itu?" Gadis cantik tapi jutek itu mengangguk polos. Melipat kedua tangan didepan d**a, sudah menjadi kebiasaan Tiara melakukan gerakan itu, jadi maklumi saja. Cocok kok dengan sikap nya yang galak plus jutek. "Lo deket sama dia?" "Mau gue deket atau enggak, nggak ada urusannya sama lo. Dahlah, gue mau pulang." Dengan semangat Daniel menawarkan untuk mengantar pulang Tiara, yang tentu saja langsung ditolak oleh sang empu. "Timah, jangan jutek-jutek kenapa sih, gue kan cuma mau baik sama lo yang udah rela nungguin gue futsal." Risih, itulah yang dirasakan oleh Tiara dan tidak disadari, atau lebih tepatnya Daniel pura-pura tak sadar, dia terus saja mensejajari langkah Tiara yang semakin lama semakin cepat. “Timah, jawab kek” Cukup! Tiara menghentikan langkah kakinya lagi, dia menatap si cowok Anime dengan tatapan super tajam. “Daniel Dirgantara yang terhormat, sudah berapa kali gue bilang kalo gue nggak nungguin lo futsal! Jadi jangan kepedean ya." kata dia, karena kesal Tiara menyentakkan tangannya ke bawah. Apa yang barusan dilakukan oleh cewek itu malah semakin membuat Daniel gemas, dia ingin terus menggoda Tiara. Bukannya marah atau berhenti menggoda, Daniel justru semakin bersemangat. Emosi Tiara adalah kebahagiaannya. Kalau ada perkumpulan anti rayuan Daniel mungkin Tiara sudah menjadi ketua nya berikut dia sendiri juga yang akan jadi anggotanya. 9.999999% ciwi SMA Bina kalau didekati oleh Daniel maka langsung histeris dan kegirangan, beda lagi dengan Tiara. Cewek yang sampai sekarang belum pernah pacaran itu sangat risih bila ada Daniel didekatnya. Kalau bukan karena perintah Pak Pandu, Tiara pasti sudah ngacir jauh-jauh dari manusia setan macam Daniel. "Oh, satu lagi yang perlu gue tekanin ke elo ya, Niel. Panggil gue Tiara, bukan Timah! lo kira gue apaan--” "Manusia setengah bidadari" sela Daniel cepat, mereka berdua kembali melanjutkan langkahnya. Tiara harus bergegas kalau tidak ingin tertinggal bus. Jangan sampai ada kejadian dimana dia dan Daniel harus duduk berboncengan. Sampai terompet sangkakala ditiup sekalipun, Tiara tidak akan pernah mau dibonceng apalagi diantar pulang oleh Daniel. Tidak akan! "Kata-kata lo barusan bikin gue jijik tau nggak. Pergi-pergi, ngapain sih ngikutin gue mulu??" "Ngapain ya?" tanya Daniel pada diri sendiri, "Mungkin karena gue nggak mau bidadari cantik ini sampai kesandung kerikil terus terjerembab ke tanah dan besok-besok mukanya jadi nggak cantik lagi." Adu mulut terus terjadi diantara dua manusia itu hingga sampai di halte bus, Tiara menghela nafas menatap Daniel dari bawah sampai ke atas. "Gue heran, Niel." celetuknya, "Cowok jorok, keringetan, dekil, lusuh, kayak lo bisa-bisanya jadi playboy." Ehem! Jangan percaya sama omongannya Tiara barusan karena Daniel jauh dari kata jorok dan dekil. Bahkan saat tengah berkeringat dia akan semakin terlihat keren, Tiara berbicara seperti itu karena dia memang sudah terlanjur membenci sosok Daniel. Ah, bukan membenci juga sih, lebih tepatnya risih. "Lo tau nggak, Ti. Fitnah lebih kejam dari pada perselingkuhan." Untung saja bus berwarna merah tanpa tingkat datang saat itu juga, jadi Tiara tidak perlu membalas ucapan Daniel yang ngalor ngidul tadi. Tapi saat Tiara hendak naik Daniel spontan menarik lengan cewek itu sehingga membuat Tiara terjengkang kebelakang, untung saja Daniel sigap menahan agar tubuh Tiara tak sampai jatuh ke bawah. Tiara menjerit kaget, “Astagfirullah, Daniel!” Daniel menggaruk tengkuk yang tidak gatal, meringis ke arah Tiara dengan tatapan sedikit bersalah. “Pulang bareng gue aja, gratis” "Nggak usah! Dan terima kasih atas tawarannya." "Ti, asal lo tau aja. Semakin lo galak, semakin gue semangat buat godain lo." Tiara tak menghiraukan ucapan Daniel, dia buru-buru melangkah. Lagi, Daniel menarik lengan Tiara saat cewek itu hendak naik ke dalam bus membuat Tiara kehabisan kesabarannya. Dia menjambak rambut Daniel dengan tak berperikemanusiaan. “Lo tarik gue sekali lagi, gue botakin pala lo!” setelah mengancam, Tiara buru-buru masuk ke dalam bus, “Jalan, Pak!” "Iya, neng. Sabar dong." balas supir bus yang kaget karena sentakan Tiara. Cowok dengan paras bak Anime hidup itu menggeram dalam hati, sialan! jambakan Tiara tidak main-main membuat kepalanya jadi sakit. Dengan sekali sugar, rambut Daniel sudah rapi kembali. Tak mau membuang waktu lebih lama berdiri di halte Daniel segera melangkah kembali masuk ke dalam sekolahan untuk mengambil motornya dan bergegas pulang. Kekehan kecil meluncur begitu saja dari bibir tipis Daniel saat mengingat wajah menyebalkan Tiara. “Lo bener-bener cewek idaman gue, Ti” Ya, dia adalah Daniel Dirgantara. Penyandang gelar playboy selama 3 tahun, belum ada yang bisa menggulir julukan itu darinya. Tapi Daniel punya satu peraturan dalam kehidupan playboy nya. ‘Lebih baik putus daripada selingkuh.’ maksudnya, Daniel akan memutuskan si cewek kalau dia sudah bosan dan baru akan mencari yang baru. Dia tidak akan pernah selingkuh, sampai kapanpun. (^_^)(^_^) Bunda Intan hanya bisa mengelus dadanya saat anak semata wayangnya pulang-pulang dengan wajah butek, sesekali menggerutu dan menjambaki rambutnya sendiri. Dengan cekatan Bunda Intan berselancar di internet, mencari tanda-tanda gangguan psikis yang dialami oleh seseorang. Siapa tau, Tiara mengalami sesuatu hal yang harus segera ditangani. Perkenalkan, dia adalah Intan Maharani, Bunda nya Tiara yang sering sekali dibuat jantungan oleh anak perempuan kalem satu-satunya. “Bundaaaaa..!!” "Allahuakbar!" Bunda Intan hampir saja menjatuhkan ponselnya saat suara Tiara tiba-tiba berteriak nyaring sekali. Wanita itu menepuk bahu anaknya dengan gemas. “Ada apaan sih, Tiii..! jangan teriak-teriak dong, mau bikin usia Bunda jadi pendek kamu?" “Hiks, Bunda..” kali ini lebih kalem, Tiara memeluk sang Bunda yang tengah sibuk menyiapkan makan untuk dirinya. “Tiara mau pindah sekolah, Buuunn” lanjut Tiara, tapi tak lama.. “Aww! Bunda! kok malah mukul Tiara sih” “Ya habis nya kamu ngelantur banget. Tahun depan kamu udah naik kelas 3, Ti. Jangan ngadi-ngadi deh” Jawab Bunda, wanita berusia 43 tahun itu menjauhkan tubuh Tiara yang menempel bagaikan lintah dari tubuhnya. “Mending kamu mandi, kasihan dapur Bunda tercemar sama bau badan kamu” Tiara terdiam, mulutnya menganga lebar menatap sang Bunda yang justru mengkhawatirkan dapurnya dari pada kondisi anaknya sendiri. Mana pakai ngatain bau badan Tiara lagi, dengan sebal Tiara menghentak-hentakan kakinya berjalan menuju kamar, Bunda nya pun sangat menyebalkan. Bunda Intan hanya bisa melihat Tiara sebari menggeleng-gelengkan kepalanya, besok dia akan membawa putrinya ke psikiater, siapa tau Tiara memang punya gangguan. Jemari yang sudah tak tersemat sebuah cincin itu kembali sibuk dengan alat-alat makan. “Lihat, Mas. Tiara jadi sama menyebalkan nya denganmu, mana moody an banget bikin Bunda capek” gumam Bunda Intan, bermonolog. “Bunda, kemaren Mama nya temen ku ngomong sendiri. Paginya menghilang, kasihan deh” suara Tiara yang tiba-tiba menyela membuat Bunda lagi-lagi harus mengelus dadanya, anak itu lama-lama bikin Bunda Intan sakit jantung. Cita-cita ingin hidup seribu tahun pun sepertinya harus disingkirkan jauh-jauh dari daftar keinginan Bunda Intan. Dengan tatapan mengancam Bunda Intan menatap Tiara yang langsung nyengir kuda, handuk bertengger manis di pundak cewek dengan hidung mancung dan alis sedikit tebal itu “Ngomong gitu lagi jatah bulanan mu bakal Bunda potong lho, Ti.” “Amppuunnn, Bunda Ratu” “Mandi sana!” “Capcuuusss” Secepat flash Tiara menghilang kembali masuk ke dalam kamar nya, cewek itu memang sering menggoda sang Bunda, tapi kalau Bunda nya sudah mengancam Tiara tak berani berkutik lagi lantaran semua ancaman sang Bunda itu beresiko jadi kenyataan. 15 menit kemudian Tiara selesai mandi, dengan piyama bergambar minion, handuk yang membungkus kepalanya, cewek itu turun dan menghampiri sang Bunda yang tengah sibuk di meja makan. Tiara menarik kursi dan menduduki nya, mencomot bakwan goreng yang terlihat menggoda, tak lupa tangan kirinya ikut mencomot sebiji cabai. “Bunda, lagi ngapain sih. Senyum-senyum sendiri lagi” komentar Tiara yang berubah jadi cerewet bila sudah ada di rumah bersama Bunda Intan, mulut cewek itu sibuk mengunyah bakwan. “Kok kepo sih, terserah Bunda dong” “Jangan-jangan, Bunda lagi chattingan sama Duda keren nih, Waah gawat!” ucap Tiara mengada-ngada membuat Bunda Tiara spontan menarik hidung mancung itu membuat anaknya ngap-ngapan. “Bundaaa, ih! Tiara nggak bisa napas nih” Bunda melepaskan cubitannya, lantas dengan gesit menyiapkan piring dan nasi serta lauk untuk Tiara. Melihat masakan Bunda nya yang begitu menggiurkan Tiara langsung meneteskan ilernya, eh, enggak ding. Tiara cewek cantik enggak se jorok itu. Belum makan nasi, Tiara sudah menandaskan 2 biji gorengan. Di tengah asiknya menyantap makanan Bunda mendekatkan wajahnya di depan Tiara, wanita itu berbisik. “Ti, kalau Bunda, nikah lagi gimana?” Uhuk.Uhuk! “Ayaaaahhh! jangan biarkan Bunda tidur nyenyak malam ini!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD