bc

HIRAETH

book_age12+
546
FOLLOW
2.0K
READ
time-travel
fated
friends to lovers
independent
sweet
bxg
female lead
highschool
first love
friendship
like
intro-logo
Blurb

Ara diberikan kesempatan untuk bisa kembali ke masa lalu. Seperti kata Ray, dia harus menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Untuk itulah Ara bertekad jujur kepada Gara mengenai perasaannya. Perasaan yang ia pendam sejak lama. Namun, lagi-lagi Ara diberi kenyataan jika ada sosok Gladis yang menjadi wanita masa depan Gara.

Mampukah Ara menyatakan cintanya kepada Gara? Dan apakah di masa depan nanti semuanya akan berubah?

chap-preview
Free preview
Bagian 1
“Apa ini? Kenapa kamu mendadak jadi pintar begini?” seru Gara terlihat tak percaya tatkala Ara menjawab soal-soal yang diberikan guru dengan mudah. “Karena aku belajar, makanya aku bisa,” jawab Ara. Tidak mungkin ia menjelaskan jika dirinya sudah berumur 30 tahun dan soal-soal itu mudah untuk ia jawab sekarang. Ya maklum. Di masa sekolah Ara lebih banyak meminta bantuan kepada Gara mengenai tugas dan pelajaran di sekolah, jadi tentu saja hal itu akan aneh bagi pemuda ini. Gara kembali melanjutkan mengerjakan tugasnya, sedangkan Ara nampak menaruh minat melihat siswa lain di lapangan yang sedang mengikuti pelajaran olahraga. Mata Ara berhenti pada satu titik. Siswa yang memakai seragam olahraga sekolahnya berdiri di dekat pohon. Siswa itu seperti tidak berbaur dengan siswa lainnya. Ara mengingatnya, dia adalah pemuda yang dilihatnya terakhir kali di Kedai Mie Ayam itu. Pemuda yang memberikannya semangkuk mie. Tunggu sebentar, kenapa pemuda itu masih terlihat seperti remaja di tahun itu? Dan kenapa juga dia baru menyadari jika pemuda di kedai itu juga bersekolah di tempatnya? Aneh. Setelah pelajaran usai, Ara langsung mencari keberadaan siswa yang tadi dilihatnya. Ia tak bisa langsung menemui anak itu tadi karena sedang ada kelas. Kali ini Gara tidak mengikuti dirinya karena pemuda itu harus belajar untuk mempersiapkan olimpiade sains. Ya, Gara memang benar-benar pintar di bidang itu. “Hei,” panggil Ara yang tak tahu siapa nama siswa itu. Siswa tersebut menoleh dengan pandangan tak terkejutnya. “Aku tau kamu akan menemuiku,” ujarnya membuat Ara saat itu bingung. “Ikut aku dan biar aku jelaskan,” perintahnya yang langsung melangkah pergi. Tidak ingin tertinggal jauh, Ara pun langsung mengejar langkah kakinya. Ara mengernyit tatkala dirinya dibawa ke bagian belakang sekolah. Siswa yang belum ia ingat namanya itu pun memperhatikan sekitar seperti memastikan agar tidak seorang pun yang mendengarkan obrolan mereka. “Apakah kamu ingat siapa aku?” tanya pemuda dengan wajah santainya itu. Ara menggeleng. “Yang aku ingat adalah kita bertemu di kedai itu. Sebentar. Apakah kamu tau apa yang terjadi kepadaku?” tanya Ara kemudian. “Ray. Panggil saja aku Ray,” ungkap pemuda yang mengakui namanya sebagai Ray itu. “Dan mengenai pertanyaanmu barusan ... ya, aku tau apa yang terjadi kepada dirimu.” “Kalau begitu bisakah kamu jelaskan kepadaku? Ini aneh bagiku. Saat itu aku masih memakai celana bahan dan kemeja, serta high heel tentunya. Kemudian, setelah aku keluar dari kedai, semua nampak berbeda. Apakah aku sedang menjelah waktu?” tanya Ara lebih lanjut. “Bisa iya, bisa tidak. Sebelum itu, apakah kamu ingat dengan perkataanku di kedai itu?” tanya Ray memastikan. Ara terdiam, timbul kernyitan di dahi gadis itu. Nama Ray saja ia lupa, bagaimana bisa ia mengingat apa yang dikatakan pemuda ini? Sebelumnya ... Ini adalah tepat peringatan lima tahun kematian Gara. Pria yang Ara cintai, cinta pertama Ara, dan satu-satu pria yang akan menjadi pemilik hati wanita ini. Ara masih ingat sekali dulu mereka sering ke Kedai Mie Ayam yang terletak di pinggiran kota tersebut. Selain harganya murah, di sana juga menyediakan berbagai pilihan isian untuk mie ayamnya. Seperti jamur, somay, bakso, atau potongan daging. Tempatnya pun juga nyaman. Ara berhenti tepat di depan pintu kedai. Suasananya masih sama seperti dulu. Sudah sepuluh tahun lamanya dia tak pernah ke sini. Maklum, di umurnya yang menginjak 20 tahun Ara memutuskan pindah dan menetap di kota lain. Selain ingin melupakan kematian sang ibu, wanita 30 tahun ini juga ingin melupakan perasaannya kepada pria bernama Gara itu. Ara memasuki kedai tersebut, ia pikir akan ramai, ternyata keadaan sepi bahkan dialah pengunjung satu-satunya di sana. Dirinya coba berpikir positif, mungkin kedai baru buka. Ara pun berjalan menuju ke meja panjang yang mengarah langsung ke dapur. Kedai ini cukup unik di mana pengunjung bisa melihat langsung cara pembuatan mie di sana. “Selamat pagi dan selamat datang di kedai kami,” ucap seorang pemuda dengan ramah. Ara tersenyum melihat bagaimana luesnya sang koki itu. Kenapa dia mengatakan koki? Karena pemuda itu memakai topi khas koki beserta aprone juga. “Selamat pagi. Mie ayamnya satu isian jamur ya, Mas. Terus sayurnya sedikit banyakin,” kata Ara bersemangat. Koki pun mengangguk dan langsung membuatkan pesanan Ara. Cukup takjub dengan cekatannnya pemuda itu membuat mie ayam. Setelah semua hidangan siap, Ara langsung memberikan beberapa sambal pada mie nya. “Saya sepertinya baru melihat Anda di sini? Baru pindah atau ...” “Saya hanya berkunjung, Mas. Dulunya saya tinggal di sini, tetapi sepuluh tahun lalu pindah. Dan sekarang saya ke sini lagi untuk datang berkunjung ke makam teman saya,” jelas Ara sembari mengaduk-aduk mie nya. “Oh begitukah. Silakan dinikmati,” ucap sang koki meninggalkan Ara entah ke mana. Wanita ini pun memilih fokus kepada mie miliknya. Tidak ada yang berbeda, rasanya masih tetaplah sama. Yang membedakan hanyalah si pembuatnya saja, atau mungkin pemuda tadi adalah anak dari pemilik kedai ini?Mungkin saja. Cukup lama Ara berada di kedai itu sekitar satu jam, sayangnya ia hanya sendirian dan sepi pengunjung. Tepat setelah ia menyelesaikan makannya, pemuda tadi datang membawa sebuah minuman berwarna merah yang ia letakkan di depan Ara. “Apa ini?” tanyanya. “Ini hanya sirup. Maaf, saya tadi sempat membaca pikiran Anda. Apakah orang yang Anda temui makamnya hari ini sangat berarti bagi hidup Anda?” Ara tertegun. Bagaimana pemuda ini tahu. Oh iya, pemuda itu bilang jika membaca pikiran. “Ya kamu benar. Dia adalah sahabat sekaligus cinta pertama saya,” jelas Ara diiringi suara tawa kecilnya. Cukup malu membicarakan hal ini dengan seorang pemuda seperti di depannya. “Ah, saya tau. Cinta bertepuk sebelah tangan, kah?” tebak pemuda itu lagi yang semakin membuat wanita ini terkejut. “Ba-bagaimana kamu tau? Tapi ... itu memang benar. Cinta bertepuk sebelah tangan yang belum sempat aku katakan. Miris sekali. Bahkan hingga dia tiada pun dia tidak tahu aku menyukainya,” kata Ara tersenyum miris. “Cinta memang aneh sekalipun kepada orang yang telah memiliki pasangan. Baiklah, maafkan saya jika terlalu banyak bicara dan bertanya, padahal kita baru saja bertemu. Ini minuman untuk Anda, mungkin setelah meminumnya akan merasa lebih baik. Oh iya, saya ingin bertanya satu hal. Jika Anda diberi kesempatan untuk kembali ke masa lalu, apa yang akan Anda lakukan?” Ara terdiam mendengar pertanyaan random pemuda ini. “Jika aku memiliki kesempatan ... aku akan membahagiakan ibuku lebih dulu. Aku cukup merasa bersalah karena belum bisa membahagiakannya. Selain itu, aku ingin mengungkapkan perasaanku dengan jujur kepada cinta pertamaku. Ya, setidaknya meskipun dia nantinya menikah dengan wanita lain, aku tidak masalah. Yang jelas aku sudah mengatakan perasaanku kepadanya,” jawab Ara diakhiri dengan senyuman di wajahnya. “Hal yang bagus sekali untuk dilakukan. Semoga Anda bisa selalu bahagia,” ujar pemuda itu. “Terima kasih. Aku minum, ya.” “Silakan.” Ara menghabiskan minuman gratis itu. Sayang jika harus dibuang nantinya. “Terima kasih. Oh iya, sepertinya aku harus pergi sekarang. Keretaku akan berangkat satu jam lagi,” pamit Ara yang mulai mengemasi barang-barangnya. “Tunggu,” cegah pemuda itu membuat pergerakan Ara terhenti. “Saya hanya ingin mengatakan kalimat ini. Jika ada kesempatan lakukanlah yang terbaik, gunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Anda hanya memiliki satu kesempatan sekarang, jadi jangan sia-siakan itu.” Apa yang pemuda itu katakan membuat Ara terlihat bingung. Ara pun hanya mengangguk untuk responnya. "Oh iya, kita sudah bicara banyak, tetapi aku lupa menanyakan siapa namamu," sergah Ara. Bagaimana bisa mereka lupa untuk berkenalan. Si pemuda itu menglurukan tangannya, yang disambut hangat oleh Ara. "Ray. Panggil saya Ray." Ara mengangguk sembari tersenyum. "Ara. Panggil saja begitu. Baiklah Ray, aku harus pergi sekarang. Dah." Dia kemudian menuju ke pintu keluar di mana pemuda itu terus memperhatikannya dengan pandangan aneh. Ara yang mengingatnya pun langsung memberikan respon terkejutnya. Ray cukup terhibur melihat ekspresi Ara. Haruskah ia berkata formal seperti di kedai saat itu? Baiklah, informal tak masalah. “Jadi ... ini semua ulahmu?” tuduh Ara langsung. Dari sekian banyak ingatan yang ia coba ingat tadi, itulah kesimpulan yang didapatnya. “Bukan. Ini adalah wujud dari apa yang kamu inginkan saat itu. Bukankah aku memberikan pertanyaan mengenai apa yang kamu lakukan jika bisa kembali ke masa lalu? Itulah yang terjadi. Minuman itu bukanlah minuman biasa. Itu membantu setiap peminumnya untuk mewujudkan hal-hal yang belum terlaksana.” Kepala Ara rasanya pusing sekarang. Ini benar-benar di luar nalarnya. Hanya karena sebuah minuman dirinya bisa kembali ke masa lalu? Sudah cukup kekonyolan ini. Pasti ia sedang bermimpi sekarang. Ara menepuk-nepuk pipinya berharap ia segera bangun untuk kembali ke dunia nyata. “Sudahlah, itu tidak akan ada gunanya. Kamu bukan sedang bermimpi. Ini nyata, Ara,” ujar Ray santai yang memang tidak menggunakan sapaan formal lagi. “Aku benar-benar pusing dan tidak mengerti, Ray. Jika memang ini semua nyata, lantas bisakah kamu jelaskan kepadaku siapa dirimu sebenarnya? Tidak mungkin ini sebuah kebetulan, kan?” tanya Ara. Ray tertawa melihat kebingungan di wajah gadis ini. “Baiklah, biar aku jelaskan,” kata Ray. Pemuda itu kemudian mengambil sebuah buku di sakunya. Ara nampak memperhatikan gerak-gerik pemuda ini. Kemudian, Ray membuka salah satu halaman di buku itu. Dia membuka bukunya dan memperlihatkan sebuah foto di sana. Ara mengenali orang yang berada di foto itu. Itu adalah foto Gara. Cinta pertamanya. “Apa ini maksudnya?” tanya Ara lebih lanjut. “Seperti katamu Gara sudah tiada di dunia ini, lebih tepatnya ketika dia berumur 25 tahun. Jadi, sebelum dia meninggal, dirinya pernah berdoa kepada Tuhan. Dia meminta untuk bisa bertemu denganmu. Sayangnya dia belum bisa mewujudkan itu hingga akhirnya ia meninggal. Tuhan menugaskanku untuk mewujudkannya meskipun itu hanya di masa lalu. Karena kita tidak bisa mengubah takdir seseorang,” ujarnya. Ara semakin tak mengerti dengan perkataan pemuda ini. “Baiklah, aku sama sekali tidak paham. Tetapi, kamu ini makhluk apa? Malaikatkah?” “Bukan. Aku bukan malaikat. Aku hanya ditugaskan membantu orang-orang yang sudah meninggal yang memiliki keinginan kuat untuk mewujudkan hal-hal yang belum terlaksana,” jawab Ray yang lagi-lagi tak Ara pahami. Baiklah, inti dari semuanya adalah ini bukan mimpi. Ara benar-benar berada di masa lalu. Dan dia harus menyelesaikan tugasnya sekarang. Halo, semua. Ketemu lagi kita hehe. Btw, terima kasih untuk pembacaku, baik di innovel ataupun wattp*d. Oh iya, genre ceritanya teenfiction. Sudah lama sekali aku nggak pakai genre ini. Maybe hampir setahun. Dan finally di tahun ini bisa nulis genre ini lagi. Silakan menunggu ^^ So, silakan mampir ke ceritaku lainnya dan jangan lupa komen ya. Aku selalu menanti komen-komen dari kalian semua. H A P P Y   R E A D I N G ❤

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook