bc

The Hidden Heiress (Pewaris Cantik Yang Tersembunyi)

book_age12+
38
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
HE
arrogant
kickass heroine
boss
single mother
drama
bxg
rejected
like
intro-logo
Blurb

Penghianatan. Penindasan. Penghinaan. Keputusasaan.

Alexandra Letizia Scott telah menerima semua penderitaan itu selama bertahun-tahun tinggal di keluarga Carter dan bahkan menjalani pernikahan tanpa cinta dari suaminya, Joshua Drew Carter. Lelah dengan kehidupan yang memuakkan itu, Alexandra memutuskan untuk bercerai dan keluar dari rumah tersebut bersama putrinya.

Namun, siapa sangka bahwa sebenarnya Alexandra adalah seorang pewaris dari keluarga kaya raya yang selama ini menutup diri dari media hingga keberadaannya sendiri hampir tidak banyak yang mengetahui.

Sekarang, Alexandra hanya ingin hidup tenang dan bahagia bersama putrinya. Tapi, bagaimana jadinya jika masa lalu Alexandra terus mengusik dan mengikuti setiap langkahnya? Mampukah Alexandra melepaskan diri dari mantan suami yang menginginkannya kembali? Atau justru Alexandra harus kembali terbelenggu dalam keluarga yang memuakkan itu?

chap-preview
Free preview
1. Penindasan Ibu Mertua Dan Adik Ipar
Alexandra spontan menjatuhkan kantong plastik yang memenuhi kedua tangannya hingga isi kantong plastik tersebut berceceran di lantai. Namun, ia tak peduli lagi dengan semua itu. Dengan sigap, Alexandra segera berlari memeluk putrinya yang baru saja ditampar oleh Mathilde, adik suaminya. “Apa yang kau lakukan pada anak kecil?!” bentak Alexandra dengan tatapan menyalak seraya melindungi putrinya yang baru saja terkena tamparan wanita itu. Mathilde yang tak terima ditatap seperti itu lantas menyentil kening Alexandra dengan jari telunjuknya beberapa kali. “Dasar tidak tahu diri! Beraninya kau melihatku seperti itu! Kenapa?! Kau juga ingin kutampar?!” “Jangan tampar Mama!” teriak Nora di balik dekapan Alexandra. “Eh, dasar anak tidak tahu sopan santun! Beraninya kau menyela pembicaraan orang dewasa! Kau ingin kutampar lagi?!” bentak Mathilde seraya mengangkat tangan kanannya. Melihat itu, dengan sigap Alexandra memeluk Nora dan menjadikan punggungnya sebagai tempat mendarat tamparan Mathilde. “Dasar! Ibu dan anak sama saja! Sama-sama menyebalkan!” sungut Mathilde kemudian segera pergi dari sana dengan wajah merah padam. Sepeninggal wanita itu, Alexandra berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Nora. Menatap gadis kecilnya dengan tatapan nanar. Ia membelai pipi putrinya yang memerah karena terkena tamparan. “Apa yang terjadi?” Alexandra bertanya dengan suara lembut. “Tadi aku tidak sengaja menabrak Bibi saat akan ke kamar. Aku sudah minta maaf, tapi Bibi langsung mengomel dan menamparku,” jelas Nora menunduk. Seketika Alexandra mengulum bibirnya. Hatinya terasa begitu sakit setelah mengetahui alasannya. Padahal itu hanya masalah kecil dan tidak ada masalah lain yang terjadi, terlebih Nora adalah keponakannya. Tapi, kenapa? Kenapa dia tega menampar keponakannya sendiri? “Aku tidak apa-apa, Mama,” ucap Nora bijaksana. Berusaha menenangkan sang ibu. Ia bahkan tidak menangis setelah menerima tamparan keras. Itu membuat hati Alexandra seolah diremas dengan kuat. Ia pun langsung memeluk putrinya sambil meneteskan air mata. “Jangan menangis, Mama. Aku sungguh tidak apa-apa.” Nora menepuk-nepuk punggung ibunya. Itu membuat hati Alexandra semakin keras terkoyak. Setelah aksi menangis itu, Alexandra membawa Nora untuk tidur siang. Kemudian dengan hati-hati, ia mengompres es batu di pipi Nora yang sedikit bengkak. Itu bukan penindasan yang pertama, tapi Alexandra tidak bisa berbuat apa-apa selama dirinya tidak berada di samping Nora. Melihat bengkak di pipi Nora sedikit mereda, Alexandra berhenti mengompres. Ia beranjak menuju dapur untuk memasak makan malam. Keluarga Carter bukan keluar kecil hingga tidak memiliki pelayan untuk memasak. Tapi, secara khusus Beth memerintahkan dirinya untuk memasak secara langsung bersama para pelayan. Sesampainya di dapur, Alexandra segera memakai celemek dan dengan cepat berbaur dengan para pelayan untuk mulai memasak. Karena mereka sudah bekerja sama di dapur selama empat tahun, mereka pun menjadi lebih akrab. Meski terkadang beberapa pelayan memperlihatkan keprihatinan mereka pada Alexandra yang selalu ditindas oleh Beth dan Mathilde. Tak lama, Beth menginjakkan kakinya di dapur. Tatapannya yang dingin menyapu seluruh ruangan dan jatuh pada Alexandra yang tengah memotong daging. “Alexandra.” Panggilan itu seketika membuat Alexandra mendongak dan terkejut melihat kehadiran Beth. Ia lantas segera meletakkan pisaunya dan dengan patuh menghampiri wanita itu. “Ibu.” “Ugh! Baunya! Apa-apaan kau?! Kenapa kau tidak mencuci tangan dulu sebelum menghampiriku?!” bentak Beth sambil menutup hidung merasa mual. Alexandra yang baru sadar pun bergegas mencuci tangannya di wastafel kemudian kembali menghampiri Beth yang masih mengomel. “Apa Ibu membutuhkan sesuatu?” Dengan tatapan sinisnya, Beth menatap Alexandra. “Malam ini putriku akan pergi ke pesta ulang tahun temannya. Pergilah ke butik dan ambil gaun yang sudah kupesan untuknya.” Ia menyerahkan secarik kertas berisi alamat butik padanya. “Baik, Ibu.” Alexandra mengangguk kemudian segera beranjak. “Mau ke mana kau?” Pertanyaan tegas Beth seketika menghentikan langkah Alexandra yang hendak melepas celemek. “Bukankah Ibu memintaku untuk mengambilkan gaun Mathilde?” tanya Alexandra memperjelas. “Aku memang menyuruhmu melakukannya, tapi setelah kau selesai memasak,” “Ah.” Alexandra bergumam seraya menunduk. “Baik, Ibu. Aku mengerti.” Ia kembali mengikat celemeknya. Beth mendecak atas kebodohan menantunya. “Ck, ck, ck. Walau tidak ada yang dapat diandalkan darimu, tapi berusahalah untuk jadi wanita yang berguna.” “Maafkan aku, Ibu.” Alexandra bergumam dengan kepala menunduk. Beth menggelengkan kepala, jengah dengan semua permintaan maaf menantunya. “Ingat untuk segera mengambil gaun putriku begitu kau selesai memasak. Gaun itu harus ada sebelum jam enam sore. Jika tidak, kau akan tahu akibatnya!” Semua pelayan segera menghela napas lega begitu Beth meninggalkan dapur. Suasana yang tegang pun seketika terasa lebih lega. “Nyonya Muda, Anda baik-baik saja?” tanya Elisha. “Ya. Aku baik-baik saja.” Alexandra mengangguk seraya tersenyum. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya memotong daging. “Tapi, Nyonya Besar sangat keterlaluan! Bagaimana bisa dia menyuruh Anda mengerjakan dua pekerjaan berbeda dalam satu waktu? Gaun itu harus ada sebelum jam enam sore, tapi kita saja baru selesai memasak di jam itu. Menyebalkan!” gerutu Elisha sebal. “Benar. Bukankah Nyonya Besar hanya ingin menyusahkan Anda?” sambung Sana. “Tidak peduli alasannya. Sudah empat tahun Anda menjadi menantu di keluarga ini, tapi sikapnya masih tidak berubah.” Melda menambahkan. Alexandra kembali mengulas senyum lembut. “Mengabaikan itu benar atau tidak, maukah kalian membantuku untuk menyelesaikan masakan ini lebih awal agar aku bisa segera mengambil gaun itu?” “Tentu saja!” Elisha dan Sana menyahut bersamaan. *** Alexandra berlari dengan napas terengah-engah masuk ke dalam rumah sembari menenteng sebuah kantong kertas. Begitu menyelesaikan pekerjaannya di dapur satu jam lebih awal, ia bergegas pergi ke butik untuk mengambil gaun Mathilde tanpa mengganti pakaian lebih dulu. Membuat para pegawai butik sampai menatapnya dengan jijik dan merendahkan. Tepat ketika kaki Alexandra menginjak ruang tamu, Mathilde dengan wajah kesal segera menghampirinya. “Dari mana saja kau?! Kenapa lama sekali?! Kau telat lima menit!” Wanita itu membentak dengan tatapan menyalak. “Aku minta maaf.” Setelah dibentak, hanya itu yang bisa keluar dari mulut Alexandra dengan napasnya yang masih tersenggal-senggal. Ia tak ingin memperbesar masalah ini dengan memberi alasan yang tidak dibutuhkan. “Maaf! Maaf! Hanya itu yang kau tahu!” gertak Mathilde dongkol. “Mana gaunku?!” “Ini.” Alexandra memberikan kantong kertas yang ia bawa pada wanita itu. Mathilde mengambilnya dengan kasar. “Awas saja kalau gaunku jadi kusut karena keterlambatanmu! Kau akan menggantinya dua kali lipat!” Alexandra menghela napas pelan begitu Mathilde meninggalkannya. Tak berdiam diri, ia beranjak menuju kamar Nora. Putrinya itu pasti sudah menunggu dirinya untuk makan malam. Nora yang tengah bermain boneka di kamarnya segera menoleh ketika pintu kamarnya dibuka. Tanpa aba-aba, gadis kecil itu melompat turun dari tempat tidur memeluk sang ibu. “Mama~” “Kau pasti sudah menunggu lama. Ayo, turun dan makan malam,” ajak Alexandra dengan suara lembutnya yang khas. Dengan antusias, Nora mengangguk dan mengikuti Alexandra menuju ruang makan. Begitu tiba di sana, Alexandra menemukan Joshua Drew Carter, suaminya, telah pulang dan sedang makan malam bersama Beth. “Kau sudah pulang, Joshua,” sapanya lembut menatap pria itu dengan penuh kasih sayang. Walau pada akhirnya tidak ada tanggapan atas sapaannya. Melihat kehadiran Joshua, spontan Nora bersembunyi di belakang sang ibu. Namun Alexandra dengan lembut mengelus tangan putrinya, memberikan ketenangan. Dengan penuh keyakinan, Alexandra membawa Nora untuk duduk di kursi makan. Ia mengambil makanan di meja untuk Nora dan dirinya sendiri. Akan tetapi, saat Alexandra akan menyuap makanannya, Joshua langsung menyudahi makannya lalu beranjak dari ruang makan tanpa sepatah kata pun. Itu adalah hal yang sudah biasa terjadi. Joshua tidak pernah mau makan di meja yang sama dengannya. Di awal pernikahan, Alexandra akan menunggu Joshua selesai makan baru ia akan makan setelahnya. Tapi sekarang Alexandra bersama Nora, ia tak ingin menyakiti perasaan putrinya dengan makan setelah semua orang selesai makan. Meski kini ia tidak yakin bahwa tindakan Joshua yang mengabaikan Nora seperti ini justru akan membuat perasaan putrinya akan terasa lebih sakit. Alexandra tersenyum sendu pada Nora kemudian memberinya isyarat untuk makan. Namun lagi-lagi, sebelum mereka sempat menyendok makanan, kali ini Beth beranjak dari ruang makan dengan ekspresi jijik. “Membuat selera makanku hilang saja!” Hingga kini hanya menyisakan Alexandra dan Nora di ruang makan yang luas itu. “Mama,” celetuk Nora menatap ibunya dengan tatapan sayu. Alexandra kembali mengulas senyum seraya membelai rambut putrinya. “Tidak apa-apa, Nora. Makanlah sebelum makananmu dingin.” Seusai makan malam, Alexandra menyiapkan pakaian yang akan Joshua kenakan besok pagi untuk pergi kerja. Biasanya ia akan langsung pergi ke kamar Nora begitu tugasnya selesai. Namun kali ini, ia memutuskan untuk menunggu hingga pria itu selesai mandi. Tak lama pintu kamar mandi terbuka dan Joshua yang bertelanjang dadaa keluar. Seketika aroma khas pria itu menguar di dalam kamar hingga membuat jantung Alexandra berdebar kencang. “Kenapa kau masih di sini?” Suara Joshua yang dingin dan tegas memecah lamunan Alexandra. Segera Alexandra menyadarkan dirinya lalu bertanya, “Joshua, bisakah kau pulang lebih awal besok?” “Aku sibuk.” Selalu dengan alasan yang sama ketika ia bertanya. Alexandra menunduk. Mencoba memaklumi. Saat ini Lintshire Grup memang sedang berada dalam kondisi penting. “Aku mengerti. Tapi, bisakah kau meluangkan waktu untuk pulang lebih awal besok? Ada yang ingin kukatakan padamu.” “Berapa yang kau inginkan?” tanya Joshua tak acuh. Sadar akan apa maksud pertanyaan pria itu, Alexandra menggeleng dan berkata, “Tidak. Bukan itu. Tapi, aku hanya ing-” “Keluar.” Nada Joshua terdengar dingin dan tak terbantahkan seolah pria itu sudah tidak tahan dengan kehadirannya. Alexandra menunduk kecewa, mengangguk kemudian pamit keluar. Membiarkan pria itu beristirahat. Sekarang ia masuk ke dalam kamar putrinya. Menemani Nora bermain sebentar sebelum menidurkan gadis kecilnya tepat waktu. Karena Joshua yang selalu enggan bersama dengannya, jadi Alexandra lebih banyak menghabiskan waktu di kamar Nora. Ia akan kembali ke kamar setelah memastikan bahwa Joshua sudah tidur dan terbangun keesokan paginya tanpa pria itu di sisinya. Alexandra membelai lembut rambut Nora dengan tatapan sendu. “Besok adalah hari jadi pernikahan kami. Apa dia akan mengingatnya tahun ini?” Ia bergumam lirih. *** To be continued.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
472.0K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
516.3K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
611.3K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
471.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook