BERTEMU PAK DOKTER!

1639 Words
Fasha kembali mengaduk-aduk gelas berisi jus mangganya dengan sedotan. Sudah sekitar satu jam empat puluh lima menit lebih lagi tiga detik. Dan orang yang ditunggu Fasha tidak datang-datang juga. Fasha masih duduk di salah satu kursi kafe dengan wajah kesal. Bahkan pantatnya saja sudah keram gara-gara kebanyakan duduk. Ini sih namanya dia sedang dikerjai manusia yang katanya akan menjadi jodohnya itu. Bisa-bisa ia terserang ambeien kalau begini terus. Sudah tadi ia harus duduk dan mendengarkan banyak celotehan dosen yang menjelaskan alur pembuktian teori himpunan yang tiba-tiba nyasar di mata kuliah logika matematika. Kalau dipikir-pikir, logika matematika tetap saja tidak bisa di logika walaupun dia berusaha melogikanya. Sudah pusing dengan kisah klasik antara x dan y yang selalu hilang, dan sekarang ada subset dan superset. Ini hanya masalah mana yang mengandung dan dikandung, mana yang menjadi induk dan anakannya. Belum lagi jika ia sudah dihadapkan pada kuis berbahasa inggris, rasanya ingin dimakannya soal itu langsung. Tidak peduli jika nilainya akan dapat E. Ini saja dia sudah terlalu terbiasa dengan alur pembuktian yang rasanya tidak masuk akal untuk ia lakukan. Ia hanya diberi soal yang jawabannya juga harus sama dengan soal. Itu namanya pembuktian. Belum lagi ia akan memutar-mutar otak untuk berpikir darimana ini bisa di dapat. Entah dari sifat adisi, modus ponen, modus tolen, simplifikasi, dan teman-temannya. Yang jelas mereka membuat sakit kepala. Apalagi dulu saat semester satu, ia benar-benar kaget dengan materi matematika yang diajarkan di bangku kuliah. Matematika kan identik dengan angka dan hitung-menghitung. Dan disaat kuliah, tiba-tiba angka-angka itu menghilang begitu saja. Digantikan dengan teori-teori membosankan yang memang harus di ketahui. Misalnya, mereka sebagai mahasiswa matematika harus tahu apa dalil dalam Teorema pytagoras, bahkan sampai teori dalam fisika dibawa-bawa. Hiks.. Belum lagi, jika dihadapkan pada trigonometri yang langsung berhubungan dengan sin, cos, tangen, secan, cosescan, dan cotangen. Yang langsung diaplikasikan dalam sebuah penjabaran yang akan membuat mahasiswanya tahu proses terjadinya rumus-rumus trigonometri yang banyaknya nggak ketulungan. Sudah begitu, dia harus membuat grafiknya dengan ketelitian super tinggi. Fasha kembali mendengus sebal. Manusia yang ditunggunya nampaknya memang tidak tahu diri. Sudah ditunggu selama satu jam lebih, tapi tidak nongol juga. Jika ia sampai pergi, bisa-bisa dia akan diceramahi panjang kali lebar sama dengan luas oleh ibunya. Bukan apa-apa, Fasha hanya malas mendengar celotehan ibunya yang pasti ujung-ujungnya membahas pernikahan. Ah, ada apa dengan menikah? Ternyata pak dokter yang ditunggu-tunggunya orangnya memang tidak disiplin. Sudah tahu janjiannya jam sepuluh, dan sekarang sudah hampir jam dua belas. Dan manusia itu belum juga datang. Sedari tadi Fasha melihat orang-orang yang masuk, tapi tidak ada tu laki-laki memakai snelli di dekat sini. Sudah begitu, ia sama sekali tidak tahu bagaimana rupa dan wujud sang dokter yang katanya gantengnya nggak ketulungan. Yang manisnya, manis banget. Nggak pakai sakarin, manis tapi akhirnya pahit. Fasha sudah menunggu selama ini, menggadaikan jam kuliahnya hanya karena kemauan ibunya yang ingin Fasha bertemu dengan pak dokter, anak dari teman ibunya itu. Mana mata kuliah hari ini pas susah lagi, membahas analisis real. Jika sampai ia tidak bisa saat kuis besok, bisa-bisa nilainya jadi E. Dan jika sampai itu terjadi, dia akan menyalahkan pak dokter itu yang sudah membuatnya menunggu selama ini. "Sumpah, Fasha udah kaya di php-in gebetan. Ini lagi si Pak dokter, jahat banget sama Fasha. Tau gitu mending Fasha pergi ke kampus aja," gerutu Fasha dengan kesal sambil sesekali menghentak-hentakkan kakinya ke ubin karena semakin kesal. Karena sudah jenuh dengan acara menunggu yang tak menemukan ujung, akhirnya mau tidak mau Fasha segera melangkah pergi. Ia beranjak keluar dari kafe dengan wajah kesal, tak luput banyak macam kekesalan beserta umpatan ia ucapkan dengan semangat. Seperti ia sedang menyemangati diri sendiri. Rasanya jika ia bertemu dengan dokter itu, ingin ia marah-marah padanya. Tidak disiplin, tidak konsisten, tidak bisa memanfaatkan waktu dengan baik, dan masih banyak deretan umpatannya. Bruk. Fasha sedikit terpental ke pinggir jalan karena tak sengaja sebuah sepeda motor berhasil menyerempetnya. Membuat perempuan dengan rambut panjang itu terkapar di sisi jalan. Untung tidak sampai terseret atau tertabrak kendaraan lain. Kejadian berlalu dengan begitu cepat. Baru dua langkah Fasha maju untuk menyeberang, masih dengan hujatan untuk pak dokter yang tidak datang, eh malah diserempet oknum tak bertanggung jawab yang sudah kabur bersama dengan motornya. Ternyata karma datang lebih cepat dari apa yang ia kira. Beberapa orang datang untuk melihat Fasha yang saat itu masih terkapar, walaupun ia tidak pingsan sama sekali. Matanya masih terbuka lebar karena masih shock. Beberapa orang lagi berusaha menghentikan motor yang sudah kabur karena tidak mau bertanggung jawab. "Nggak papa, Mbak?" Tanya beberapa orang yang berhasil mendekat kearah Fasha. Memastikan jika korban tabrak lari dalam keadaan sehat walafiat. Fasha masih berusaha untuk mengembalikan nyawanya yang masih bertebaran entah kemana. Nyawanya masih belum full kembali karena saking kagetnya. Beberapa orang-orang juga ikut panik karena tidak melihat respon yang signifikan dari korban tabrak lari ini. Posisi Fasha sekarang adalah sedikit miring. Dengan napas yang mulai beraturan. "Eh, saya nggak papa kok!" Jawab Fasha setelah ia mengembalikan nyawa yang berterbangan. Seraya menyunggingkan senyum manisnya. Mereka mengangguk lalu bersyukur dalam hati karena ternyata Fasha baik-baik saja. Namun, saat ia hendak berdiri, suaranya tiba-tiba saja melengking. Membuat orang sekitar menutup telinga. Takut gendang telinga mereka mengalami kerusakan secara mendadak. "Huwaaaaa, banyak darah. Tangannya kenapa. Aduh kenapa tulangnya jadi begini. Tulang ngapain keluar? Ibuuuuuu, Fasha takut. Tulangnya keluar," tangis Fasha pecah karena melihat tulang tangannya mencuat keluar menembus kulit sikunya. Jujur saja, saat kejadian Fasha tidak merasakan apapun. Dan sekarang ia merasa ketakutan karena melihat tulangnya jadi begitu. Mungkin karena efek jatuhnya yang salah. Atau memang tulangnya sendiri yang mau ikut melihat dunia. Orang-orang yang berada di sana malah bingung sendiri menghadapi Fasha yang benar-benar histeris karena melihat darah yang sudah mengucur deras keluar dari sela-sela kulitnya. "Huwaaaaa, Fasha takut mati. Fasha belum nikah, ya Allah. Tolong lindungi hambamu ini," celetuk Fasha yang semakin memperkeruh keadaan sekitar yang semakin panik saja. Sebuah ambulan datang untuk membawa Fasha ke rumah sakit. Saat brankar diturunkan dari ambulan tangis Fasha semakin kencang saja. Membuat beberapa petugas menjadi bingung sendiri. "Nggak mau, Fasha nggak mau ke rumah sakit. Nanti Fasha bisa pergi ke tukang urut kok Pak perawat," ucap Fasha bersikeras tidak mau diangkut ke ambulan. Tapi karena gemas sendiri mereka segera menaruh Fasha di brankar dan memasukkan Fasha ke dalam ambulan. Tak peduli dengan perempuan itu yang sudah teriak-teriak tak karuan. Dua orang perawat berusaha membersihkan ceceran darah yang sudah mengering di sekitar sikunya dengan hati-hati karena Fasha masih histeris dan membuat perawat itu jadi pusing sendiri. Belum lagi karena mereka dalam acara kebut-kebutan karena ambulan memang berfungsi dijadikan mobil balapan di jalan raya. "Eh ya ampun, kalian semua mau bunuh Fasha ya! Udah tau di jalan, malah pakai acara ngebut segala. Udah siku nyut-nyutan, malah pakai sok ngebut kaya Valentino Rossi aja sih. Woy, Pak sopir Fasha masih mau hidup," teriak Fasha yang bercampur dengan suara sirene yang sangat kencang. "Ya Allah Mbak, diam aja kenapa sih. Ini kami jadi pusing kalau Mbak-nya teriak-teriak mulu," ucap salah satu perawat karena tidak tahan dengan celotehan Fasha. Baru kali ini mereka menemukan pasien yang bentuknya begini. Biasanya kalau orang sakit itu akan menangis sambil menahan sakit. Lah ini, malah teriak-teriak tak jelas dan masih memikirkan supir ambulan yang ngebut. Ada-ada saja! Mobil ambulan itu masuk ke dalam halaman rumah sakit Panti Rapih. Pintu ambulan terbuka, brankar diturunkan dengan pelan. Lalu di dorong ke IGD untuk dapat segera di tangani dokter yang berjaga di sana. Beberapa perawat mengintruksi agar orang-orang yang berlalu-lalang dan menghalangi jalan bisa minggir. Pintu IGD terbuka lebar, Fasha di bawa masuk ke dalam. Sedangkan dirinya sudah meminta tolong untuk diturunkan. Hanya karena ia takut dengan dokter dan tidak suka bau-bau obat-obatan di rumah sakit. "Huwaaaaa, tolong turunin Fasha! Fasha nggak mau di mutilasi. Tolong turunin!" Teriak Fasha histeris dengan wajah yang sudah memelas. Tapi tentu saja tidak ada yang mendengarkannya karena ini sudah dalam keadaan darurat. Disisi lain, di sebuah ruangan putih seorang laki-laki dengan snelli yang masih menempel di tubuhnya sedang menatap berkas milik pasien. "Permisi dokter Arham, di IGD ada pasien patah tulang." Lapor seorang suster yang baru saja masuk ke ruangannya. Arham yang baru melihat berkas pasien langsung menutup berkas itu, "baik saya akan segera kesana!" Jawab Arham yang ditutup dengan senyuman manis. Arham menarik napasnya pelan. Hari ini benar-benar padat sekali. Sudah berapa banyak pasien yang sudah ia tangani. Membuat Arham belum sempat untuk istirahat hanya untuk sekedar makan siang. Kakinya melangkah menuju IGD yang sudah mirip dengan kebun binatang karena suara berisik yang ditimbulkan dari dalam sana. Arham tak percaya jika pasiennya kali ini benar-benar membuat kacau ruang IGD. "Udah Fasha bilang kan, kalau Fasha nggak mau di bawa ke rumah sakit. Fasha bisa benerin tulang Fasha ke tukang urut," ketus Fasha yang kedua tubuhnya terpaksa di diikat, kecuali tangan kanannya yang patah. "Eh, jangan banyak bergerak. Mau kalau tangan kamu patah beneran?" Ujar Arham yang keluar dari balik tirai, mencoba menenangkan pasien satu ini. Fasha diam sejenak, terpesona dengan wajah dokter yang baru saja muncul dari balik tirai itu. Senyuman terbit di wajahnya, dan tubuhnya sudah bisa dikondisikan karena tidak meronta lagi. Perlahan Arham melihat lengan milik Fasha yang sudah robek karena tulangnya mencuat. Arham mengangguk sejenak lalu tersenyum. "Kalau begini patahnya, kita harus melakukan tindakan Rontgen terlebih dahulu." Ucap Arham yang memegang lengan Fasha pelan sambil mengamati sejenak. Namun Fasha malah histeris sendiri, "nggak mau di Rontgen, sakit! Huwaaaaa, ibu takut.." kini pesona Arham tak ada gunanya lagi saat Fasha sudah ingat dengan sakitnya. "Tenang ya Dek, cuma di Rontgen kok. Nggak bakalan sakit, cuma dilihat patahnya kaya gimana." Jelas Arham dengan hati-hati. "Huwaaaaa, tangan Fasha beneran patah." Tangisnya sekarang benar-benar membuat Arham jadi sakit kepala saja. Kenapa hari ini banyak banget yang pada patah tulang. Apalagi pasien yang satu ini kayanya bakalan bikin pusing dan banyak ngabisin waktu di rumah sakit. Curhat Arham dalam hati sebelum melakukan Rontgen beberapa menit yang akan datang.   ---oOo---
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD