Bad Day

1425 Words
Suara langkah kaki dari arah ruang tamu mengalihkan perhatian kedua kakak-beradik itu. Mereka dengan cepat bangkit dan menghampiri arah sumber suara. "Sini ma aku bantu." Vano mengambil alih belanjaan yang dibawa oleh Rima. "Makasih ya sayang," Rima tersenyum melihat anak lelakinya begitu perhatian terhadapnya, kemudian tatapan matanya beralih pada Vio. "Ya ampun sweety, itu dahi kamu kenapa?" dengan sigap Rima menghampiri anak gadisnya dan membawanya supaya duduk di sofa. "Kejedot pintu ma, tapi aku gapapa kok ma," ia memang manja, tetapi dia paling tidak suka melihat mamanya khawatir. "Kok bisa kaya gini? Sini cerita sama mama," Rima mendekat ke arah Vio, kemudian mengusap kepalanya dengan sayang. "Itu mah, tadi ada cowo gila disana! Masa buka pintu kenceng amat! Ceroboh banget!" ucapnya sembari mengerucutkan bibir. "Cowo? Kamu gak cerita sama kakak lho! Katanya kejedot pintu?" sembur kakaknya yang datang dari arah dapur. "Ih kakak, aku emang kejedot pintu! tapi kejedotnya itu gara-gara ada cowo yang buka pintu kenceng banget!" "Terus kenapa gak bilang daritadi sih!? Biar kakak langsung samperin cowo itu!" Vano sedikit kecewa, kenapa adiknya tidak jujur sejak tadi, ia sangat khawatir pada adik kesayangannya itu. "Udah-udah! Kalian kok malah berantem, ini udah diobatin kan?" Rima menghentikan perdebatan antara kedua anaknya. "Udah ma, sama kak Vano. Maafin aku ya kak," Vio menunduk karena rasa bersalah kepada Vano. Harusnya sejak awal dia bicara. "Iya-iya, lain kali kalo ada apa-apa kamu cerita ya sweety? Jangan buat kakak khawatir," Vano memeluk Vio dengan sayang. Rima tersenyum bahagia melihat anak sulungnya begitu menyayangi adiknya. Kemudian ia pun memeluk erat mereka. "Ih kok jadi kaya teletubbies gini?" suara Vio membuat suasana menjadi rusak. "Yaelah... Dasar penghancur suasana!" Vano melepas pelukannya dan mengacak rambut Vio. Rima tertawa begitu renyah karena kelakuan anak-anaknya, kemudian dia bangkit dari duduknya. "Ada yang mau bantu mama bikin kue?" tanyanya. Matanya menatap Vano dan Vio bergantian. Saat ditatap, Vio langsung menggelengkan kepalanya. "Vano bantuin ya ma!" dengan cepat Vano menerima tawaran mamanya. "Katanya buat arisan ya ma? Kapan emang?" tanya Vio. "Arisannya gak jadi, Bu Ida nya ada keperluan mendadak." jawab Rima. "Lah terus mau bikin kue buat siapa?" Vano angkat bicara. "Kayanya buat tetangga baru deh, rumah di sebelah udah ada yang ngisi, tadi mama liat pas mereka lagi masuk-masukin barang." Vio dan Vano hanya ber-oh ria. "Yaudah, kamu ayo bantuin mama." Vano menarik lengan Vio untuk bangkit, tapi dia malah merengek. "Udah Van, biarin adekmu istirahat aja," Rima menarik tangan Vano ke arah dapur. "Byee kaaaak! Aku mau ke kamar, capee!" dengan senyum leganya ia bangkit dan berjalan ke arah kamarnya dengan gemulai. Ia membanting tubuh ke atas kasur queen size nya. Rasa nyaman seketika menjalar ke seluruh tubuhnya. Bahkan pantatnya yang sakit kini tidak terasa lagi. Matanya kembali terbuka sempurna saat mengingat sesuatu. "Astaga! Gue lupaa! Hp mana hp?" dengan tergesa-gesa ia berlari mencari tas sekolahnya. Akhirnya ia menemukan benda pipih yang ia cari. Saat menyalakan ponselnya, terdapat 30 lebih notif dari aplikasi w******p. Tanpa basa-basi ia menekan tombol call pada kontak yang ia beri nama Syaiton:* Pada deringan keempat, barulah seseorang di seberang sana mengangkat panggilan Vio. "VIOOOO! LO KEMANA AJA SIH? GUE NUNGGUIN DARITADI JUGA!" Vio menjauhkan ponselnya dari telinga. Begini jadinya jika Vio lupa akan janjinya, dia akan mendengar teriakan cempreng dari Hesya. "Woy, kalem dikit napa sih? Manusiawi lah orang gue lupa!" "Ah lo mah, sekarang cerita!" "Iya iyaa, sabar dikit elaaah! Bentar yaa gue mau ambil napas-tarik napas dulu." "Ah banyak drama lo! CEPEEEEET!" Akhirnya mengalirlah cerita dari bibir mungil Vio selama kurang lebih satu jam. Ia menceritakan kembali dengan penuh emosi, dirinya masih tidak terima dahinya jadi lebam seperti itu. Dan pantatnya yang mulus menjadi korban dari ubin yang keras. "Seriusan lo? Itu cowo gapapa? Cakep gak?" "Eh b**o! Kok lo malah mikirin cowo itu sih?" Dengan polosnya Hesya malah menanyakan cowo yang tidak lain adalah Iyan. "Ya maaf Vi, gue cuma pengen tau aja kali hahaha! Kan kalo cakep lumayan juga, biar bisa gue keceng." "Heleeeh! Udah ah gue mau bantu mama bikin kue!" "Eh? Demi apa lo mau bantuin mama lo? Biasanya juga lo paling anti sama yang namanya dapur HAHAHA!" Vio mengerucutkan bibirnya saat mendengar suara tawa yang sangat keras dari ponselnya. "Eh! Denger ya, meskipun gue anti sama yang namanya dapur gue harus tetep bisa masak lah! Kan nanti gue bakal jadi seorang istri, ya gak?" "Tumben lo bijak Vi, udah ganti nama jadi Viona Teguh yaa haha!" "Berisik lo! Udah ah gue tutup! Byee!" Vio menutup telpon secara sepihak. Ponsel yang ia pegang dilemparnya ke atas tempat tidur. Ia bangkit dan segera turun untuk menemui Rima dan Vano yang sedang membuat kue. Dari jauh sudah tercium aroma coklat yang menggelitik indera penciumannya. Ia segera berlari ke dapur dan mendapati Rima yang sedang mengeluarkan satu loyang kue coklat dari oven. "Waah, ternyata aku telat datangnya yaa, tadinya aku mau bantuin mama lho!" Dengan mata berbinar Vio mendekati kue itu. Seakan-akan aroma kue itu yang membawa tubuhnya mendekat. "E-eh! Tangan kamu mau ngapain itu?" Vano memergoki Vio yang akan mengambil kue itu. Dengan malu dia hanya menunjukkan barisan giginya yang putih. "Mama, aku mau kue itu!" dia menghampiri dan memeluk mamanya yang sedang mengiris buah strawberry. "Jangan yang itu sayang, itukan buat tetangga baru kita. Nanti malem kamu ikut ya ke rumah mereka?" Rima sejenak menghentikan aktivitasnya dan mengelus tangan anak gadisnya. "Terus yang mana? Aku mau ikut asalkan aku bisa makan kue buatan mama!" "Dasar manja!" tiba-tiba Vano menjitak kepala Vio, membuat Vio semakin merengek. Rima pun memberikan kue yang sengaja ia buat untuk anak-anaknya. Suasana sore itu begitu harmonis, ikatan antara anak dan ibu, adik dan kakak terlihat sangat jelas. Meskipun tanpa kehadiran seorang kepala keluarga diantara mereka. ••• Hari sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, tetapi Vio masih berkutat dengan cermin. Rencananya malam ini keluarga Vio akan mengunjungi tetangga barunya. Setelah lama mematut dirinya di depan cermin akhirnya ia turun dan bersiap untuk pergi. Jarak dari rumahnya ke rumah tetangga hanya berkisar beberapa meter. Jadi cukup dengan berjalan kaki. Saat akan pergi, terdengar suara bel pintu. Rima bergegas keluar untuk melihat siapa yang datang, sedangkan Vio dan Vano menunggu di dalam. Terdengar suara tawa dari luar rumah, tak lama Rima kembali bersama tiga orang asing. Vio masih terfokus pada ponselnya, hingga suara Rima menginterupsi. "Sayang, masa ada tamu maen hp terus." Vio langsung menyimpan ponselnya dan menatap mamanya, kemudian ia segera memperkenalkan diri pada tamu. "Kenalin om, tante, aku Vio," ucapnya sembari tersenyum. Namun, senyumnya menghilang saat tatapan matanya jatuh pada seorang pemuda. "ELO!!!" Vio berteriak dan menunjuk wajah pemuda di depannya. Tetapi pemuda itu hanya menatap Vio dengan datar, padahal ia pun sama kagetnya dengan Vio. Pemuda itu tidak lain adalah Iyan. "Eh? Kalian udah saling kenal?" suara Yuli membuat keduanya saling menatap jijik. "GAK!" ucap keduanya berbarengan. Bedanya Vio menjawab dengan penuh emosi, sedangkan Iyan dengan datar dan santai. Suasana malam itu terasa mencekam, apalagi saat Vio bercerita kenapa ia tahu kepada Iyan. Hampir saja Vano meninju wajah tampan Iyan jika tidak ditahan oleh Rima. Pertemuan antara dua keluarga itu terasa canggung. Iyan pun meminta maaf karena perintah ayah nya. Intinya mereka sudah saling meminta maaf. Setelah kepergian keluarga Iyan. Rima menasehati Vano untuk tidak melakukan hal seperti tadi. Tapi ia mengelak bahwa itu adalah bentuk kasih sayangnya kepada adiknya. Vio hanya mendengarkan tanpa mau berkomentar, tak lama ia pamit untuk istirahat ke kamar. To: Syaiton:* Hesyaaaaaaaaa! Tau gak? Gue ketemu lagi sama cwo nyebelin tadi malah kk gw mau nonjok dia sumpah gw gk nyangka kk gw segitu sayangnya sama gw Ia berjalan kearah balkon dan duduk di kursi yang ada disana. Dia menghirup udara malam yang terasa dingin menyentuh kulitnya. From: Syaiton:* Cwo mana seeh? _- ngomng yg jelas dong! "AAAH!" Vio berteriak kesal karena Hesya tak paham. Tapi seperti ada yang janggal, Vio melirik balkon di seberangnya. Tatapan mata mereka bertemu. Iya! Vio dan Iyan. Sedari tadi mereka tidak sadar akan kehadiran satu sama lain. Suara teriakan merekalah yang menyadarkan mereka. "Eh! Ngapain lo disana!? Sengaja nguntit gue lo!?" Vio sedikit berteriak. "Ini rumah gue, terserah gue dong mau ngapain juga." balas Iyan dengan sedikit berteriak, tapi masih dengan santai. Berbeda dengan Vio yang sudah tersulut emosi. Bingung akan bicara apa lagi akhirnya Vio masuk dan menutup pintu balkon dengan sangat keras. Ia membanting tubuh ke atas tempat tidurnya. Ia teringat belum membalas pesan dari Hesya. To: Syaiton:* Besok deh gue ceritain! Badmood gue! Mo tidur byee :* Besok jemput yaa.. Kita maen! From: Syaiton:* Gaje lu_- Iya liat besok aja deh... Vio mematikan ponsel dan membenarkan posisi tidurnya. Tak lama ia sudah memasuki alam bawah sadarnya. •••
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD