LOST IN MACAU.02

1596 Words
LIM.02 - BUTUH TUBUH WANITA YANG INDAH SEPERTIMU         Setiap harinya, enam hari dalam seminggu, aku bekerja di pabrik dari pagi hingga sore hari. Aku bekerja di bagian pengemasan makanan di sebuah pabrik makanan terbesar yang ada di kota Guangzhou. Dimana makanan yang baru saja selesai di produksi akan dikemas dengan baik di ruangan khusus dan melewati beberapa proses lainnya sebelum di pasarkan. Dan hal itu membutuhkan kecekatan dalam bekerja agar semua barang produksi dapat selesai tepat waktu.       “Hey, Viera…Jangan melamun saat bekerja. Jika kamu melamun sedikit saja, pengemasan ini kan tertunda beberapa detik. Kita tidak akan bisa mencapai target yang telah di tentukan oleh atasan dengan tepat waktu.” Manager bagian pengemasan menegurku yang melamun saat bekerja.       Aku menganggukan dengan wajah kaget, “Ma-maaf Tuan. Aku tidak akan melamun lagi.”       Saat aku kembali focus bekerja, Meyna teman kerja yang  duduk di sampingku memiringkan tubuhnya dan berbicara dengan suara rendah, “Viera, apa yang kamu pikirkan?”       “Tidak ada, Meyna.”       “Melihat dari raut wajahmu itu, sepertinya kamu sedang memikirkan uang.”       Aku kaget dengan ucapan Meyna padaku sambil tertawa kecil. “Apa di wajahku terlihat gambar uang?”       “Tentu saja Viera. Orang yang berada dalam kesulitan uang akan memiliki kerutan kening beberapa lapis.”       Segera aku menyentuh keningku dengan penaran sembari berkata, “Mana ada kerutan di keningku. Aku masih muda, Meyna. Jadi tidak akan kerutan di keningku.”         “Kamu lucu sekali. Itu hanya istilah orang tua dulu.” Meyna tertawa kecil dan kembali berkata, “Viera, apa nanti malam kamu kembali bekerja paru waktu?”       “Ya, aku harus masuk bekerja hari ini. Aku tidak memiliki jatah libur lagi. Lagi pula beberapa hari lagi adalah bulan baru, aku harus mencari uang untuk membayar kontrak rumahku.”       “Bukankah beberapa hari yang lalu kamu juga mendapatkan bonus karena pekerjaan kita mencapai target? Aku rasa uang itu cukup untuk membayar kontrak rumahmu sebulan kedepan.       “Uang itu sudah tidak ada lagi, Meyna.” Aku menjawab sambil terus bekerja mengemas makanan yang silih berganti lewat di hadapanku.       Meyna yang juga sedang mengemas makanan pun kembali bertanya, “Bagaimana bisa? Apa ayahmu meminta uang lagi?”       “Ya, ayahku beberapa hari lalu meminta uang dan tidak pergi tak kembali beberapa hari. Ia baru saja pulang dini hari tadi. Selain itu aku juga baru saja membayar hutang makan ayahku kepoada Bibi penjual mie di dekat gang rumah.       “Aku jadi penasaran apa yang dilakukan ayahmu diluar rumah hingga tidak pulang berhari-hari. Apa ayahmu terlibat judi?”       Aku menggelengkan kepala dan menjawab, “Aku juga tidak tahu apa yang dilakukan ayah diluar rumah, Meyna. Aku tidak berani menuduh ayahku seperti itu, karena kaku belum pernah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.       “Hmmmmm….kalau bukan, untuk apa lagi uang itu Viera? Umumnya orang-orang yang tidak bekerja dan selalalu menghabiskan uang secara tidak jelas, biasanya uang itu digunakan di meja judi.”       “Sudahlah, Meyna. Aku tidak ingin membahas hal itu. Lebih baik kita melanjutkan pekerjaan kita. Kalau kita telat menyelesaikan pekerjaan kita, Manager Pengemasan akan memarahi kita.”       “Baiklah, kita akan melanjutkan pekerjaan kita. Semangat!” Meyna tersenyum lebar padaku.     ****            Setelah seharian bekerja mengemas makanan, akhirnya jam kerjapun usai. Aku pergi ke ruangan locker para karyawan untuk mengambil tasku. Aku mengambil tas milikku dan mengemasi beberapa barangku sebelum pergi dari pabrik.       Baru saja aku keluar dari gerbang pabrik, Meyna berlari memanggilku dari belakang dan kembali menghampiriku, “Viera…tunggu! Viera…tunggu aku.”       Dengan segera aku membalikkan tubuhku saat mendengar teriakan Meyna yang memanggilku, “Meyna, ada apa?”           Meyna berhenti di sampingku dengan nafas tersengal-sengal. Lalu ia mengambil sesuatu di tangannya dan memberikannya padaku, “Viera, ini pakailah!”       “Meyna, apa ini?” Aku bertanya dengan wajah penasaran sambil melihat amplop tipis yang telah dilipat yang ada di tanganku.       Meyna tersenyum lebar padaku dan berkata, “Aku memiliki sedikit tabungan. Jadi kamu bisa memakainya terlebih dahulu untuk membayar uang kontrakkan sebelum kita gajian.”       Aku meraih tangan Meyna berusaha menolak bantuannya dengan mengembalikan amplop kecil yang baru saja ia berikan padaku, “Tidak, Mayna. Simpan saja uang mu ini. Aku belum membutuhkannya. Beberapa hari lagi aku juga akan menerima gaji dari tempatku bekerja malam ini. Itu akan cukup untuk membayar kontrakan.”       Dengan berat hati Meyna kembali menerima amplop yang telah ia berikan padaku. “Viera, kalau kamu membutuhkannya, jangan lupa menghubungiku.       “Baiklah.” Aku mengangguk.       Baru saja aku mengakhiri ucapanku, bus menuju Dreamy Club berhenti di hadapanku. Aku menaiki bus itu dengan hati-hati, berjalan di dalam bus melewati beberapa penumpang yang juga berdiri. Ini lah yang selalu aku alami setiap harinya setelah pulang bekerja dari pabrik. Sepulang dari pabrik aku akan  segera berangkat ke Dreamy Club untuk bekerja.  Karena aku bekerja sebagai waitress, peraturan tempatku bekerja mewajibkan para karyawannya untuk datang satu jam sebelum club di buka. Butuh waktu tiga puluh menit perjalanan dengan bus dari pabrik tempatku bekerja menuju Dreamy Club. Dan itu akan membuatku berangkat bekerja dua jam sebelum club dibuka. Karena setengah jamnya lagi aku harus mengganti pakaian dan berdandan.       Setelah bus berhenti di halte yang tidak jauh dari pintu gerbang Dreamy Club, aku turun dari bus dan berjalan memasuki kawasan tersebut. Aku langsung berjalan menuju pintu para staff yang ada di samping bangunan dan memasuki ruang loker. Kemudian aku mengganti seragam karyawan pabrikku dengan seragam waitress di ruang ganti pakaian yang ada di dalam ruang locker.       Aku mengganti jumpsuit seragam pabrik tadi yang tertutup dengan seragam waitress yang sedikit terbuka. Seragam waitress yang aku kenakan adalah sebuah kemeja lengan pendek berwarna hitam dengan belahan d**a rendah dan juga rok mini berwarna hitam yang sangat ketat. Dan seragam hitam itu membuat lekukan tubuhku terlihat jelas. Sebenarnya aku merasa risih dengan pakaian yang ketat seperti ini. Tapi mau tidak mau aku harus memakainya. Karena ini adalah model seragam resmi tempatku bekerja saat ini. Aku tidak boleh kehilangan pekerjaanku hanya gara-gara pakaian, karena banyak hal yang harus aku biayai sendiri untuk kelansungan hidupku dan ayah.       “Viera, apa kamu tidak merasa lelah selalu bekerja paruh waktu seperti ini? Pagi hingga sore kamu bekerja sebagai buruh pabrik. Malam hingga dini hari kamu juga harus bekerja disini. Kamu tidak memiliki waktu istirahat yang cukup.” Kak Nian yang merupakan senior di Dreamy Club bertanya padaku saat kami sedang berdandan di ruang loker wanita.       Aku yang sedang merias wajahku tersenyum pada Kak Nian lewat cermin yang ada di hadapanku lalu menjawab, “Lelah atau pun tidak, aku harus menjalaninya Kak. Kalau tidak bagaimana bisa aku bertahan hidup? Hidup di kota besar begitu berat.”       “Aku yakin kamu bisa melalui ini semua, Viera. Jangan lupa sering minum vitamin agar daya tahan tubuhmu tetap kuat. Istirahatmu tidak cukup setiap harinya.” Kak Nian mengusap pundakku dengan lembut lalu melangkah keluar ruangan sembari berkata, “Ayo cepat selesaikan riasanmu. Sebentar lagi club akan buka dan kita harus breafing terlebih dahulu.”       Tidak lama kemudian aku pun keluar dari ruang loker. Aku, para waitress dan para karyawan lainnya menghadiri breafing yang dipimpin oleh manager club sebelum memulai pekerjaan. Breafing hanya berlangsung sekitar sepuluh menit setiap harinya. Dan kami para karyawan pun mulai bekerja setelah breafing itu berlangsung.       Malam semakin larut, para tamu Dreamy Club pun semakin ramai. Banyak orang-orang yang berlalu lalang di dalam dan luar club membuat Dreamy Club terlihat sangat ramai.Serta suara music yang sangat keras memekakkan telinga, dan juga orang-orang yang ramai menari di lantai dansa di bawah kelap-kerlip lampu disco, menjadi salah satu bukti bahwa Dreamy Club merupakan tempat hiburan malam yang banyak di datangi kaum urban di kota besar ini.        “Viera… tolong antarkan minuman ini ke ruang VIP 01. Jangan lupa perlakukan para tamu kita dengan baik.” Seorang bartender berbicara padaku sambil mneyerahkan nampan yang berisi beberapa gelas minuman.       “Baik, Kak Gu.” Aku mengambil nampan itu dan berjalan menuju ruang VIP 01 yang ada di ujung koridor.       Baru saja aku membuka pintu ruang VIP 01 itu, aku dikagetkan oleh para pria dan wanita yang ada di dalamnya. Mereka saling bermesraan satu sama lainnya dengan pasangan mereka masing-masing di depan teman mereka. Setiap pria memiliki satu sampai tiga wanita yang menemaninya. Dan pria yang ada di dalam ruangan itu ada sekitar sepuluh orang. Aku hanya bisa menggelengkan kepala dengan pelan melihat ramainya ruang VIP yang besar itu di penuhi oleh orang-orang yang sedang bersenang-senang dan menjadikan wanita sebagai mainannya.       Aku melirik ke sekeliling ruangan itu. Hanya ada satu orang pria yang duduk di sofa di sudut ruangan yang tidak ditemani oleh wanita. Ia duduk dengan tenang dan anggun dengan segelas minuman di tangannya. Sikapnya yang tenang dan kaku memasang wajah datar itu, membuatnya seperti seorang pria yang tak terjamah. Bahkan terlihat dingin seperti gunung es di kutub selatan. Sangat dingin,kelam dan menakutkan. Wajahnya sangat tampan seperti pahatan patung Yunani yang begitu indah. Dan sepertinya ia bukan seorang Tionghoa tulen, ia seperti seorang pria blesteran Eropa-Tionghoa. Sangat tampan dan ketampanannya itu sulit untuk aku gambarkan.       Aku mengelengkan kepalaku pelan dan memfokuskan pikiranku kembali sebelum melangkah masuk ruangan. “Permisi Tuan dan Nona. Aku ingin mengantarkan minuman ini.”       “Ya, silahkan masuk.” Salah satu dari pria yang ada di dalam ruangan itu bersuara mempersilahkan aku masuk.       Saat aku sedang menghidangkan minuman di atas meja yang ada di hadapan para pria itu, beberapa dari mereka memperhatikan setiap gerakanku. Tatapan mereka terhadapku begitu aneh dan menggelikan. Dan aku hanya bisa merapalkan do’a di dalam hati agar aku bisa keluar dengan keadaan baik-baik saja, dan tidak mengikuti jejak rekan kerjaku yang lain yang pernah dilecehkan.       “Silahkan di minum, Tuan Muda Chen. Ini salah satu anggur terbaik di club ini yang berumur lebih dari dua puluh tahun.” Salah satu dari pria itu mempersilahkan temannya menikmati anggur yang baru saja aku antar. Dan sepertinya pria adalah adalah pemilik jamuan.       Aku tidak mempedulikan ucapan dan tindakan para tamu club yang ada di dalam ruangan VIP 01 itu. Aku hanya bertugas untuk mengantarkan minuman kepada mereka dan kemudian pergi. Namun saat aku sudah berada di ambang pintu, salah satu dari pria yang ada di dalam ruangan itu menyapaku, “Hey…Nona waitress.”       Dengan segera aku membalikkan tubuh dan sedikit menundukan kepala sembari berkata, “Ya, Tuan. Apa masih ada pesanan Tuan yang kurang? Atau hal lain yang Tuan butuhkan?”       “Aku butuh tubuh wanita yang indah sepertimu.” Pria itu menjawab dengan senyum smirk. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD