bc

ABRASI

book_age0+
1.1K
FOLLOW
7.7K
READ
family
friends to lovers
badboy
goodgirl
student
sweet
like
intro-logo
Blurb

Ardi Wiranata, siswa manis berlesung pipi namun berkelakuan sangat buruk bahkan yang lebih parah, lelaki itu tidak mengenal agama. Bertemu dengan Aiza Hilya, siswi berjilbab yang irit bicara dan dingin. Namun memiliki hati yang Solehah.

Bagaimana jika Wira yang tidak pernah memiliki niatan mengenal seorang perempuan tiba-tiba mendekati Aiza? Reaksi apa yang akan ditunjukkan oleh siswi yang memiliki senyuman indah itu?

"Lo budek yah? Atau kuping Lo memang nggak ada. Oh iya, ketutupan sama taplak meja yah, hahaha."

-Ardi Wiranata

chap-preview
Free preview
PROLOG
Al-Qatai, Kairo -Mesir. 17 April 2018 Gema Adzan berkumandang, pendar cahaya lampu menyilaukan mata. Beberapa menit, aku mengumpulkan kesadaran. Setelah membaca doa bangun tidur, aku segera bergegas mengambil air wudhu. Suhu di kamarku terasa dingin, aku sedikit menggigil dibuatnya. Sepertinya bukan karena pengaruh AC saja yang membuat hawanya begitu dingin, tapi suhu di luar kamar nampaknya ikut berpengaruh. Aku mengambil baju koko di lemari dan memakainya. Aku meraih peci berwarna putih di atas meja belajarku, lalu menatap cermin. Setiap kali aku melihat peci ini, selalu saja teringat dengannya. Sudah dua tahun berlalu dia menghilang dan satu-satunya yang tertinggal hanya peci ini saja serta kenangan kebersamaan kami. "Lo ke mana sih, Za? Setidaknya Lo bilang sesuatu sebelum pergi meninggalkan gue". Wajahku berubah sendu, namun cepat-cepat aku mengembalikan raut wajahku. Tenang saja, aku percaya Allah akan mempertemukan aku secepatnya dengan Aiza Hilya. Perempuan yang sangat berpengaruh di kehidupanku, satu-satunya orang yang mengajarkan aku agar lebih menghargai hidup ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 4.10 EET (UTC +2), aku segera mengambil syal dan melilitkannya di leher lalu segera menuju mesjid Ibnu Tulun yang berada di kawasan Al-Qatai, Kairo-Mesir. Aku memastikan kamarku terkunci dengan baik, InsyaAllah kamarku sudah aman. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salamku pada Fauzan saat bertemu di jalan. "Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh," jawabnya sembari bercipika-cipiki denganku, salam yang dilakukan ketika sesama kaum muslim bertemu. "Sehat kamu Wira?" tanyanya. "Alhamdulillah Zan, rahmat kesehatan dari Allah SWT tak pernah putus." Aku mengepalkan tanganku dan mengangkatnya dengan semangat. Fauzan tersenyum. "MasyaAllah, Dayiman Muntan." Lelaki keturunan Tionghoa-Sunda itu merangkulku menuju rumah Allah. Seperti inilah kehidupanku setelah menjadi mahasiswa Universitas Al-Azhar di Kairo, Kota terbesar di Timur Tengah dan sering disebut dengan kota Seribu Menara ini membuatku lebih dekat dengan Allah SWT. Meski mama sangat tidak ingin aku menempuh pendidikan di Kairo, namun pada akhirnya ia harus menerima keputusanku. Aku sadar bahwa masa remajaku begitu bobrok, maka dari itu aku ingin memperbaikinya. Bukankah Tak ada kata terlambat untuk menjadi lebih baik? Aku percaya Allah tak pernah meninggalkan hambanya. Aku tersenyum. Pada akhirnya, aku membenarkan perkataan Aiza bahwa seburuk apapun sifat manusia dan sebejat apapun ia berkelakuan maka Allah SWT adalah tempat terbaik untuk kembali. Semestinya Aiza bangga padaku, karena aku berhasil berada di Kairo dan masuk salah satu Universitas terbaik di sini. Yah, setidaknya jika ia tidak berada di sini, Ardi Wiranata lah yang mewakili semua impiannya. *** "Wir, gue yakin banget kalau yang gue liat di Felucca Sungai Nil itu Aiza," yakin Reza. Entah sudah berapa puluh kali ia mengatakan hal yang sama, Muhammad Reza adalah sahabatku. Kami sudah berteman dari SMA, bahkan hubungan kami sudah seperti saudara. Lihat saja, lelaki berkulit sawo matang itu bahkan mengikutiku hingga ke Kairo. Aku menaruh secangkir teh yang sudah kubuat di hadapan Reza, lalu kembali ke meja belajarku. Aku harus segera menyelesaikan makalahku, tugas yang diberikan oleh Profesor Ali. "Wira, dengar dulu lah." Aku hanya menoleh padanya tanpa menanggapi ucapannya. "Gue bisa buktiin ucapan gue, kalau lo nggak percaya. Besok setelah shalat jumat, kita ke Sungai Nil." Aku melepaskan kacamataku, lalu berpindah ke kursi di hadapan Reza. "Lo yakin itu Aiza atau hanya orang yang sekilas mirip Aiza?" tanyaku. Reza meminum tehnya lalu kembali bersuara. "Gue benar-benar yakin, Wir. Udah tiga kali gue ngeliat dia di sungai Nil. Lo tau kan kalau seseorang bertemu tiga kali itu artinya apa?" Reza menunjukku. "Apa? Jodoh?" jawabku. "Seharusnya sih begitu, tapi kan Aiza milik lo. Hitung-hitung gue amal jariyah buat lo. Orang ganteng mah bebas." Reza mengusap rambutnya. Lelaki ini memang sudah tervonis dengan kepedean stadium akhir. "Serah deh, Rez. Ngomong sama lo tuh kayak ngomong sama tembok, nggak ada faedahnya. Yang gue dapetin cuman dosa tau nggak." "Astagfirullahaladzim," rapalnya sembari mengelus d**a. "Untung yah, sahabat lo yang paling tampan seantero Kairo ini penuh dengan kesabaran. Kalau nggak, lo udah out." Aku tertawa, bisa-bisanya aku bersahabat dengan lelaki ini. Apa mungkin waktu itu khilaf yah? Tapi meskipun Reza terlihat absurd, hanya dia yang selalu setia menemaniku dan memberikan semangat dikala aku benar-benar down. "Wira, kali ini gue serius. Besok lo harus ikut ke sungai Nil dan buktiin sendiri kalau Aiza tuh benar-benar ada di sini." Ekspresi Reza terlihat serius. Aku berpikir sejenak, aku pasti akan senang, jika yang dilihat Reza benar-benar Aiza. Sebenarnya aku juga penasaran tapi aku takut kecewa jika ternyata apa yang kuharapkan tidak sesuai dengan keinginanku. "Gimana yah, Rez," ucapku ragu. "Gue tau kok kekhawatiran lo, tapi setidaknya lo liat dulu. Selama ini gue nggak pernah bohongin lo, Wir. Kalau memang gue salah liat atau halusinasi doang. Kenapa sampai berulang kali? Kalau pun ternyata itu bukan Aiza, setidaknya gue udah memberitahu lo apa yang gue yakini." Reza memberikan jeda pada ucapannya. "Lo selalu bilangkan, lo punya Allah dan mungkin saja ini Petunjuk-Nya untuk bertemu gadis yang lo cintai." Mungkin memang Reza benar kalau ini petunjuk dari Allah SWT. "Oke, kita buktiin apa yang lo liat, besok setelah shalat jumat, kita ke Sungai Nil." Reza tersenyum lalu mengangkat tinjunya untuk bertos, aku pun dengan senang hati menyambutnya. Semoga itu memang kamu Aiza, gumamku dalam hati. *** Sesuai rencana kemarin, aku dan Reza pun langsung menuju sungai Nil setelah shalat jumat di mesjid Al-Azhar. Biasanya sungai Nil akan ramai dipadati para wisatawan lokal maupun interlokal, apalagi cuaca saat ini sangat mendukung, tidak terlalu panas. Tidak seperti biasanya, suhu di atas 40 derajat celcius. Begitulah negara gurun pasir, di mana panas matahari membakar kulit. Reza pun menuntunku, kami membelah pengunjung yang menikmati pemandangan sungai Nil. Hingga aku benar-benar menghentikan langkahku. Mataku terpaku pada sosok mungil berpakaian gamis berwarna hitam dan jilbabnya yang terurai panjang. Benarkah apa yang kulihat? Reza benar, itu Aizaku. Gadis itu Aiza Hilya. Ingin rasanya aku memeluknya, meluapkan rasa rinduku. Tapi tentu itu tidak akan kulakukan, aku akan memeluknya setelah aku berhasil menyebut namanya dalam ijab qobul. Sebuah tangan memegang bahuku, Reza menyadarkanku dan memberikan isyarat untuk mendekati Aiza. "Wira, gue tunggu di kedai sana yah, pengen nyeduh syay mashriy. Telpon gue kalau udah selesai," tunjuknya pada salah satu tempat. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah Reza meninggalkanku, aku pun mengucapkan Bismillah. Aku melangkahkan kaki ke arah Aiza. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Aiza," salamku. Aku menunggu balasannya tapi Aiza bahkan tidak menoleh. Kucoba sekali lagi, mungkin ia tidak mendengarnya karena di sini memang terlalu bising. "Aiza, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucapku sedikit keras. Aiza menoleh, menatapku sedikit bingung namun aku tidak peduli, sungguh aku sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan gadis ini. Terima kasih Ya Allah. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, Mas bicara dengan saya?" tanyanya. "Lo lupa sama gue, Aiza? Ini gue Wira, Ardi Wiranata! Teman SMA lo," jelasku padanya. Aku tidak tahu apa yang salah atau menyedihkan dari perkataanku, tapi Aiza meneteskan air mata. Aku bisa melihatnya dengan jelas. "Kenapa lo nangis, Aiza? Lo nggak apa-apa kan?" Aiza mengusap air matanya, ia tersenyum padaku. Senyum yang membuatku percaya akan keindahan yang diciptakan Allah SWT. "Nggak apa-apa kok!" "Alhamdulillah kalau lo nggak kenapa-napa. Lo ke mana aja sih, Za? Lo juga biasa aja ngeliat gue. Mestinya lo nanya kek, kenapa gue bisa di sini," cerocosku. Gadis itu tersenyum lagi dan kemudian menghela napas, raut wajahnya berubah pias. "Wira, saya bukan Aiza!" Tanganku seketika gemetaran. "M...mmaksud lo apa Aiza? Jangan bercanda deh!" "Saya serius, Wira. Saya benar-benar bukan Aiza teman kamu, seharusnya dua tahun lalu saya nemuin kamu di Jakarta untuk menjelaskan semuanya. Bahkan meski saya tahu keberadaan kamu di sini, saya masih tidak berani untuk menemui kamu," jelasnya parau. "Jelasin apa Aiza? Gue nggak ngerti maksud lo apa. Kalau lo bukan Aiza, lalu lo tuh siapa? Mana ada sih orang benar-benar mirip? Atau lo mau bilang, lo kembarannya?!" ucapku sarkastis. Aku benar-benar malas untuk bercanda tapi setahuku, Aiza bukan tipikal orang yang suka bercanda.Ya Allah, aku benar-benar bingung. Kenapa sih gadis ini selalu membuatku tidak berkutik. "Saya ingin meminta waktu kamu sejam, ikut saya dan saya akan jelasin semuanya," mohonnya. Aku mengangguk. "Iya, gue mau kok." Aku mengikuti Aiza sembari mengirimkan pesan pada Reza, aku ingin menyuruhnya pulang saja. Tidak baik kalau membuat ia menungguku terlalu lama. Sama halnya ketika di masa SMA, aku selalu mengikutimu dari belakang. Persis seperti sekarang, tapi tunggu dua tahun lagi. Aku akan memantaskan diriku berjalan di sampingmu dan berdiri di depanmu menjadi imam untukmu dan anak-anak kita kelak.      

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My One And Only

read
2.2M
bc

LARA CINTAKU

read
1.5M
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.0K
bc

Marriage Not Dating

read
550.1K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook