Saat sebelum kecelakaan itu terjadi.

2057 Words
China, kota Z. "Kau menghianatiku?" Nada tertahan dengan suara serak yang tertahan di tenggorokkan itu bergetar. Kilatan mata bening  yang tampak dingin dan tenang itu kini telihat berkabut dengan bulir mata yang merebak meminta untuk menetes. Sepasang bulu mata lentik itu terlihat basah dan kuyu. "Kau menghianatiku dan akan menikah dengannya? Dengan sepupuku?" Pertanyaan penuh luka itu terdengar kembali. Ada rasa putus asa dalam setiap kata yang terucap, namun sosok ramping itu tetap berdiri tegar dan mengepalkan kedua tangannya erat. Terlihat tegar meski badai besar tengah memporak porandakan hatinya. "Xin Narra," panggil pria yang tengah menjadi lawan bicara gadis tersebut. "Tidakkah kau sadar? Aku hanya memanfaatkanmu. Aku tidak pernah mencintaimu. Setiap waktu yang telah aku lewatkan bersamamu itu sangat menyebalkan dan membuatku jijik untuk mengingatnya." "Aaron," desis Xin Narra tampa sadar. Air mata yang berusaha dia tahan akhirnya tumpah. "Itu tidak benar. Kita saling mencintai bukan? Kau mengatakan bahwa kau mencintaiku dan kita akan hidup bersama. Kita--" "Sadarlah, Xin Narra." potong Aaron muak. Kedua tangannya bergerak memasuki saku celana panjangnya. "Tidakkah kau sadar bahwa semua itu palsu? Aku hanya butuh kekayaan keluargamu. Dan orang yang aku cintai adalah sepupumu. Sekarang, pergilah, aku melepaskanmu. Aku membatalkan pertunangan kita. Dan selamat menikmati hidupmu." Aaron melangkah menjauh, meninggalkan Xin Narra yang masih terpaku tak percaya. Tubuhnya berdiri kaku sebelum akhirnya merosot dan jatuh di atas lantai. Ruangan luas yang tertutup dengan nuansa warna biru muda itu terlihat indah dengan altar berkarpet merah dan hiasan bunga di setiap pagar sisinya. Beberapa jam lalu, ruangan ini tampak padat dan penuh dengan senyum kebahagiaan. Dia bahkan merasa menjadi wanita yang paling bahagia di atas sunia ini. Merasa bahwa dunianya terlalu indah dan lengkap. Semua sempurna. Karirnya dalam dunia hiburan bagus, dan memiliki pria tampan yang sangat mencintainya. Dia bahkan telah merencanakan untuk menikah dalam usianya yang baru menginjak 23 tahun, dan di saat karirnya tenga melejit pesat. Dia merasa itu tak masalah kerena menikah dengan pria yang mencintainya adalah salah satu hal yang dia impikan. "Kita bahkan baru saja bertunangan," desis Xin Narra dengan mata berkabut dan merah. Air matanya tak tertahankan dengan hati remuk yang hancur. Dia mengingat semuanya. Itu terjadi satu jam yang lalu. Saat sebelum dia menyadari ada hal yang tak beres di sekitarnya setelah pertunangannya selesai. Saat seluruh tamu mulai meninggalkan ruangan dan kedua orang tuanya pergi untuk masalah yang datang mendesak. Dia berjalan untuk menukar pakaiannya karena mencari Aaron yang juga menghilang. Langkahnya terasa ringan dengan wajahnya tampak berbunga karena bahagia. Dia membuka pintu ruangan ganti pelan tampa mengetuknya terlebih dahulu. "Sayang, kau membuatku cemburu." Xin Narra tertahan saat suara yang terdengar akrab itu tampak manja di indera pendengaranya. "Kau tahu itu hanya sandiwara dan bagian dari rencana kita," Kini suara pria yang juga terdengar tak asing kian membuat langkah Xin Narra menjadi kian pelan dengan rasa penuh keingintahuan. Dia mengendap dan mendekati tirai pembatas. dimana saat dia kian dekat, tampak bayangan dua insan yang tengah saling berpelukan. "Aku ingin sekali tertawa melihat raut wajahnya yang tampak sangat bahagia. Jika dia tahu bahwa semua itu palsu, akankah dia masih bisa tersenyum pada seluruh media?" "Menurutmu? Sampai kapan aku harus menjalani ini? Aku muak bersamanya. Dia tak seindah dan selembut dirimu," "Ah, Aaron." Desahan menyambut membuat langkah Xin Naraa tertahan. Sebuah nama yang baru saja dia dengar membuat jantungnya teremas kuat. Tubuhnya bergetar tak percaya dengan indera pendengarann yang baru saja menangkap sebuah nama tunangannya. Dia menggelengkan kepalanya, mencoba menepis semua hal yang berkecamuk di pikirannya. tidak, semua pikiran dan perkiraannya pasti salah. Itu tak mungkin tuanngannya kan? Yang tengah tampak b******u di balik tirai di hadapannya. Tidak, itu pasti bukan dia. Itu pasti nama yang sama. Elaknya kuat dalam hati. tapi lagi-lagi logikanya datang menyadarkannya satu kenyataan. Tapi, kenapa bisa memasuki kamar gantinya? Dan pertanyaan itu membuat tangannya yang gemetar ketakutan menyentuh tirai tersebut pelan. "Sayang, hentikan. Ini bukan saatnya." "Aku tak tahan lagi." "A-aron, kita-- ahh, itu geli." Seluruh dunianya sekaan runtuh saat nama itu terdengar lagi dengan suara desahan manja yang tampak sangat menjijikkan. Dia tak tahan lagi berdiri disana. Terlebih saat suara itu terdengar sekali lagi. Yang membuat seluruh saraf di tubuhnya seakan pecah. Terasa menyakitkan dengan satu kepalan tangan yang ketakutan pada kenyataan yang akan dia lihat. Namun rasa ingin tahunya yang tinggi membuat tangannya yang telah menyentuh tirai menariknya kuat dan menampilkan semuanya. "Kalian--" seru Xin Narra dengan mata terbelalak tak percaya. Satu tangannya membungkam mulutnya saat melihat tunangannya tengah b******u panas dengan seorang wanita yang merupakan sepupunya sendiri. "Xin Narra," desis mereka berdua tak percaya. Aaron tampak sangat terkejut. Sedangkan wanita itu lebih terkejut. Tampak tergesa merapikan pakaiannya yang telah berantakan dengan kedua tangan yang gemetar. Xin Narra menggeleng dan kakinya mundur selangkah. Air matanya berlomba untuk terjun dan mengalir bebas di kedua pipinya. "Aaron, dia. Kalian ... aku, aku," "Xin Narra," panggil wanita itu setelah merapikan pakaiannya. "Ini tak seperti yang kau lihat dan bayangkan. Kami--" "Xin Shani benar," timpa Aaron menimpali. Dia mencoba mendekati Xin Narra meski gadis itu menolak dengan raut wajah yang tampak sangat terpukul. "Memangnya apa yang aku pikirkan?" tanya Xin Narra dengan senyum penuh luka. Dia melangkah tanpa aba-aba dan langsung menampar Xin Shani keras. "Kau! Apa kau lupa, dia itu tunanganku! Bisa-bisanya kalian," Plakk! Sebuah tamparan keras menyadarkan Xin Narra kemudian. "Beraninya kau menamparnya!" Bentak Aaron dengan tangan memeluk Xin Shani cepat. Dia melindungi kekasihnya dalam pelukan hagat sedangkan matanya menatap nyalang wanita yang baru saja menjadi tunangannya. "Aaron, kau menamparku?" tanya Xin Narra tak percaya. "Aku tunanganmu. Aaron, bagaimana bisa kau melakukan ini padaku?" "Sayang," rengek Xin Shani manja. Matanya berkedip melirik Xin Narra dengan senyum penuh kemenangan. "Aku akan membiarkan kalian bicara. Aku menunggumu di luar," Aaron mengangguk dan membiarkan Xin Shani melangkah meninggalkan dirinya dan Xin Narra. Tatapannya bergeser pada Xin Narra yang masih menatapnya untuk menuntut sebuah penjelasan. Mengingat semua momen pertunangannya, membuat tatapannya jijik tanpa ampun. Dia bergerak, menarik tangan Xin Narra kuat keluar kamar. Tak memperdulikan suara keberatan Xin Narra yang terdengar sedikit kesakitan. "Lepas, Aaron, lepaskan!" Aaron melepaskan tangannya begitu saja. Dia menatap Xin Narra dengan tatapan benci. "Itu bagus, aku tak perlu bersusah payah lagi menjelaskan semuanya. Semua hal yang kau lihat, itu benar. Seperti itulah aku dan Xin Shani. Kita  saling mencintai. Jadi, jangan sekali kali kau menyakiti apa lagi menyentuhnya!" Bayangan itu tarasa nyata dan kian menyesakkan d**a. Dia terhempas jauh setelah terbang tinggi. Merasa bahwa dunia kini tengah menertawakan kebodohannya. Dalam ruangan indah ini, dia pernah merasa menjadi orang yang paling bahagia, sebelum menyadari bahwa semua hanyalah sebuah kebohongan yang melukai hatinya. Seakan tersadar, Xin Narra bangun dan menghapus air matanya. Dia melangkah mengejar langkah tunangannya dengan tekat bulat yang kuat. Tangannya meraih ganggang pintu dan kemudian kilatan lampu kamera menyambut. Membuat tangannya bergerak refleks menutupi wajahnya. "Xin Narra, benarkah perselingkuhanmu dengan artis yang menjadi lawan mainmu?" "Lalu bagaimana dengan acara pertunanganmu yang baru saja terjadi?" "Apa pendapatmu tentang beredarnya video mesramu dengan artis pria lain?" "Kami mendengar tuan Aaron telah memutuskan pertunangan kalian sejak dia keluar dari ruangan ini beberapa saat lalu. Apakah kabar itu benar?" Xin Narra mundur saat pertanyaan para wartawan itu datang beruntun. Dia tak dapat berkata apapun tentang semua hal yang terjadi. Perselingkuhan? diaw? Itu kapan? Dia menutupi tubuhnya kemudian melangkah menerobos kerumunan para wartawan yang juga berlari mengikutinya. Membuat langkahnya kian cepat dengan rasa panik yang mendera. Namun saat suara managernya terdengar dia bernapas lega. Kini bantuan datang pikirnya. "Xin Narra," "Kakak, kau datang dalam waktu yang tepat. Bantu aku menghindari wartawan. Aku ingin pulang," "Big Hits Entertaint mengeluarkanmu dari daftar artis mereka. Dan mulai sekarang aku juga kana berhenti jadi managermu," Tubuh Xin Narra kembali membeku. Dia menatap managernya tak percaya. Kabar itu terlalu mengejutkan untuknya. Dan bagaimana mungkin perusahaan telah mengeluarkannya? Dia adalah artis terbaik yang memborong lebih dari lima penghargaan tahun ini. "Xin Narra, biar aku ingatkan. Karirmu sudah berakhir. Kau bukan siapa-siapa lagi sekarang. Harusnya kau mendengarku. Video skandalmu bahkan tak dapat di tutupi. Direktur sangat marah hingga mengeluarkanmu tanpa pikir panjang." "Video? Video apa?" tanya Xin Narra linglung. Matanya hanya menurut saat sebuah handphone terulur di hadapannya. Dengan sebuah video yang tengah diputar. Di dalam video tersebut, dia melihat gambaran dirinya tengah memadu kasih dengan artis yang menjadi lawan mainnya. Melihat itu semua, kemarahannya memuncak. Dia menatap nyalang managernya dan berteriak. "Ini bukan aku! Video itu pasti sudah di edit. Kak," "Kau telah berakhir sekarang." Dan akhirnya dia menunduk. Menggenggam erat ujung gaunnya dengan kemarahan yang membara. Bagaimana bisa? bawgaimana bisa video seperti itu muncul padahal itu bukan dirinya. Dia semakin sadar, bahwa selama ini dia terlalu naif. Menganggap seluruh orang menyukai dan tulus padanya. Mengingat video itu, pikirannya melayang pada kedua orang tuanya. Dia bergegas menuruni tangga dan mencapai mobilnya lalu melaju menuju rumahnya. Saat dia baru saja tiba, dia mendapati semua koper berserakan di halaman lengkap dengan tangisan ibunya yang tengah di peluk oleh ayahnya. "Ayah, Ibu,"serunya saat turun dari mobil. "Kenapa kalian di luar? Dan ini ...," Plakkkk! "Anak tak tahu diri!" Tamparan itu menyadarkan Xin Narra sekali lagi. Dia memegang pipinya dengan air mata menggantung di matanya. "A-ayah," hanya kata itu yang dapat dia ucapkan saat ini. "Apa kau puas? Apa kau buta? Kau sudah membuat kami kehilangan segalanya. Bisnis yang kubangun hancur dan kau serahkan begitu saja pada tunanganmu. Lalu skandal itu. Apa kau waras? Apa kau benar-benar putriku? " "Ayah aku tak mengerti. Kenapa dengan bisnis keluarga kita? Apakah perusahaan kita bangkrut?" "Sekarang kau pura-pura tak tahu? Bukankah kau yang menandatanganinya? Kau jelas-jelas menyerahkan seluruh aset perusahaan pada tunanganu." "Tidak," geleng Xin Narra kuat. "Aku tidak melakukannya. Ayah, dia bukan tunanganku. Dia berselingkuh dengan Xin Shani. Dia," Plakk! Tamparan kedua membuat Xin Narra tersungkur di tanah. Air matanya jatuh dan kini dia semakin sadar. Dia menatap ayahnya yang menatapnya benci lalu pada ibunya yang sama sekali tak ingin menatapnya. "Ibu, ini tidak benar. Katakan pada Ayah, itu tidak benar." "Mulai hari ini, aku tak pernah memiliki anak sepertimu. Tidak, aku memang tak memiliki anak mulai saat ini. Ayo kita pergi, mobil barang sudah datang." "Ayah, Ayah, Ayah, dengarkan aku. Ayah, itu tidak seperti itu. Ayah, Ayah, Ibu," Xin Narra berlari mengejar ayah dan ibunya saat beberapa orang datang membawa semua koper yang tengah berserakan. Namun lagi dan lagi, tangan hangat yang biasa memeluknya itu kini menghempaskannya. Mengusirnya hingga membuat hatinya terasa sakit dan ketakutan. Mendorongnya untuk pergi berkali kali saat dia mencoba meraih tangan ibunya. Kini dia tersungkur, manangis dan hanya bisa menatap mobil itu melaju meninggalkannya. Dia sendirian, dia telah ditinggalkan, dihianati, dan disakiti. Tak ada yang percaya padanya di hari bahagia yang tak lain adalah hari kemalanganseumur hidupnya. "Ayah, Ibu, kenapa kau tak percaya padaku? Aku dijebak. Aku dijebak. Ayah," rengeknya sendirian. Dia mengingat semuanya lalu tersadar saat melihat mobil Aaron di halaman ruamahnya. Itu artinya, pria b******k yang telah menipunya itu ada dirumahnya. Dan pria itu membiarkan kedua orangtuanya pergi dari rumahnya sendiri? Bagaimana bisa? Langkahnya memburu, Xin Narra dengan cepat memasuki rumah dan melangkah ke lantai atas. Mendengar suara beberapa orang, membuat dia sedikit berhati-hati dan memelankan langkahnya. Dia mencoba mendengar dari balik pintu yang terbuka sedikit? "Apakah semua sudah beres?" Itu adalah suara Aaron, yang membuat darah Xin Narra mendidih kemudian. "Benar, aku sudah meluncurkan videonya, dan memastikan karirnya hancur saat  ini. Aku juga melihat orangtuanya memutuskan tali hubungan darah dan dia benar-benar di keluarkan dari agensinya. Sekarang aku yakin, dia tak memiliki tempat untuk berdiri," Itu adalah suara seorang pria, dan entah kenapa itu juga terdengar akrab. Itu seperti suara sahabatnya. "Bunuh dia, dan bunuh keluarganya. Semua, aku mau dia dan kedua orang tuanya mati secara mengenaskan." Perintah itu membuat Xin Narra bergetar. Pria itu tak hanya menipunya, tapi juga menghancurkan karirnya. Pria itu yang menjebaknya lalu merebut semuanya. Tak hanya itu, pria yang dia pikir mencintainya, juga merencakan membunuh dirinya juga keluarganya. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa hatinya berlabuh pada orang sejahat dia? Bagaimana bisa dia mencintai orang yang salah? Langkah Xin Narra mundur tanpa sadar. Dia menutup mulutnya untuk tidak mengeluarkan suara karena sangat terkejut. Namun sayangnya tangannya tanpa sengaja menjatuhkan sebuah barang hingga suara nyaring terdengar. "Siapa itu?" Xin Narra menoleh, dan tertegun saat wajah sahabatnya keluar. Mereka berdua sama-sama terkejut namun dia tidak bodoh. Dia segera lari dan menuruni tangga saat mengetahui sahabatnya meneriaki namanya. Dia masuk ke dalam mobilnya dan melaju dengan kecepatan sedang. Mencoba menyelamatkan diri dari pria yang memburunya. Namun sayang, kecelakaan itu memperjelas nasibnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD