04

2321 Words
----- Author PoV ----- /Kos/ Naya masih belum tidur. Naya masih menunggu balasan dari kekasihnya. Hingga malam itu Naya tidur tanpa persiapan. Tertidur tidak seperti biasanya. Pagi sudah tiba dan masih tidak ada balasan dari kekasihnya itu. Mungkin dia masih belum bangun, pikirnya singkat mengakhiri overthink-nya yang sudah berlangsung sejak semalam. Kelas hari ini dimulai pagi hari yang mana artinya Naya harus berangkat sekarang juga. Sarapan di kampus menjadi pilihannya hari ini, alias dia akan makan sarapan digabung dengan makan siang. Hemat. “Nay, udah di kelas.” Sebuah chat masuk ke handphone Naya yang saat itu sudah berada di lorong fakultasnya. Dari Uzan. “Baru masuk fakultas, kenapa?” “Ntar siapin gw bangku dong sebelah lo. Masih macet nih.” Pesan Uzan pada Naya dan disetujui olehnya. “Samlekom” Teriak Naya bersamaan dengan dirinya membuka pintu kelas yang sudah cukup ramai. Mencari bangku dibarisan belakang dan mempersiapkan dua bangku kosong untuk Aca dan Uzan. Hari ini Naya sedang memiliki mood yang buruk. Entah karena apa, mungkin karena belum sarapan dan merasa kelaparan atau karena Dhean yang sedari tadi malam mendiamkan pesannya tanpa dia tahu karena apa. “Kenapa lo Nay?” Tanya Arsya yang baru saja tiba bersama Arman dan duduk disampingnya, sedangkan Arman duduk disebelah Reiza. “Ha?” Naya tidak fokus dengan sekitar dan menanyakan pada Arsya dia tanya apa tadi. b***k aja nih Naya sebenarnya. “Dih, lo tuh kenapa kok muka lo gak enak mana diem aja lagi. Sakit lo?” Tanya Arsya menjelaskan dengan lebih rinci pada Naya yang mukanya kini menghadap dirinya dengan ekspresi yang masih sama. Entah, sedikit sedih tapi tidak se-sedih itu. “Si Dhean gak bales chat gue dari kemarin malem. Gak tau deh kemana tuh anak.” Menghela nafas panjang dan menyandarkan tubuhnya ke belakang tembok yang berada tepat di belakangnya. Barisan paling belakang. “He gue disini yak.” Ucap Uzan yang tiba-tiba muncul dan langsung duduk disebelah kanan Naya dan dibalas anggukan oleh Naya. “Sibuk kali cowok lo.” Jawab Arsya mencoba membuat temannya itu kembali ceria dan menyenangkan seperti biasanya. “Iye kali.” Putusnya. “Kenapa lu Nay?” Tanya Uzan pada Naya yang kini memejamkan matanya, lelah karena semalam harus tidur terlalu larut malam menunggu kekasihnya. “Cowoknya ilang, gak bales chat dari semalem sampe sekarang.” Jawab Arsya pada Uzan yang dibalas dengan o panjang dan tidak mencoba membuat kawannya itu lebih kepikiran dengan cowoknya. Kelas hari ini cukup melelahkan bagi Naya yang sedari pagi sudah tidak bersemangat ditambah dengan dosennya tadi yang memberinya berbagai macam pertanyaan. Sepertinya sang dosen menyadari bahwa dia tidak fokus pada kelas yang sedang berlangsung, tidak seperti Naya yang selalu aktif. “Makan apaan?” Tanya Rey yang sekarang berdiri berjejer bersama Pamungkas yang hari ini ikut bersamanya pada barisan paling belakang bagian kanan kelas. “Makan pecel gimana?” Uzan merekomendasikan makanan yang sebenarnya sudah dari kemarin dia inginkan. “Ayo, dimana?” Tanya Arman yang hari ini sedang tidak bersama kekasihnya. “Di depan kampus putra-putri terkaya bangsa noh. Enak. Enam rebu doang.” Jawabnya. “Ayo deh.” Putus Arman yang diamini oleh semua orang. Mereka menuju ke sana. Dengan Naya bersama Arsya, Rey dengan Pamungkas, Aca dengan Uzan dan Arman sendirian, entah kemana perginya sang kekasih hatinya. /Kos Dhean/ Matahari sudah tepat berada di atas kepala saat Dhean baru membuka matanya akibat ketukan di pintu kamarnya yang semakin lama semakin memekakkan telinganya. Entah siapa yang pagi-pagi ini kesetanan di depan pintu kamarnya. Mencoba mengumpulkan semua nyawanya dan mulai berjalan ke arah pintu yang masih dipukuli dengan tidak manusiawi. “Siapa?” Tanya Dhean dengan suara yang serak seraya membuka pintunya. “Lama amat anjir. Mati lo?” Teriak Vidi tepat di depan muka Dhean yang membuatnya langsung tersadar. “Apaan sih.” Dhean melangkah mundur dan membaringkan tubuhnya lagi yang langsung ditindih oleh Vidi. “Apa sih lo dajjal!” Teriak Dhean kencang dan mendorong Vidi dan membuatnya jatuh tersungkur. Kasihan sekali anak ini. “SAKIT b**o!” “Ya elo ngapain anjing.” “Idih marah lagi.” Dhean tidak menjawab dan kembali tidur, sedangkan Vidi tetap disana dan membuka laptop Dhean yang berada di atas meja belajarnya. Mengambil tugas kelompok bagian Dhean untuk digabungkan dengan anggota kelompok yang lain. Tiba-tiba handphone Dhean berdering, ada telfon masuk dari Naya. Vidi melihatnya, mengangkatnya dan menjawab telpon dari Naya. “Hallo.” Buka Naya dari sebrang sana. “Hallo Nay, cowok lu masih tidur tuh kek kebo anjir.” “Masih tidur?” “Iye, tadi bangun cuma bukain gw pintu aja tuh si dajjal.” Dhean bangun dan langsung merebut handphonenya yang dipegang Vidi. “Sayang.” Sapa Dhean pada Naya. “Loh kok bangun?” “Kangen” Ungkap Dhean dengan manja dan kembali bebaring di kasurnya. “Ih sama.” “Kamu lagi makan ya sayang?” Tanya Dhean yang mendengar suara rebut-ribut dibelakang Naya. “Iya ini lagi makan sama temen-temen. Ayang buruan makan juga sana.” “Iya habis gini aku makan. Laper banget.” “Kamu sih bobo mulu.” “Kamu kemaren kemana? Aku telfon nggak diangkat. Ngeselin.” “Maaf, kayanya kemaren aku udah tidur pas kamu telfon aku. Capek banget aku.” Jawab Dhean setelah memeriksa riwayat panggilan tidak terjawab pada ponselnya, dan benar saja ada beberapa kali panggilan tidak terjawab dari Naya. “IH kamu telfon berkali-kali ya, maaf cintaku.” Penuh penyesalah karena Dhean sudah mengabaikan Naya yang mencarinya, dia juga merindukan kekasihnya itu sebenarnya. “Udah nggak papa. Pokoknya kamu masih idup ha ha.” Canda Naya pada kekasihnya, bertujuan agar dia berhenti minta maaf dan segera bangun untuk makan. “Ya sudah sana bangun, mandi terus makan ya cintaku.” Lanjur Naya pada kekasihnya. “Iyaa. Kamu mau kemana sayang habis dari situ?” “Balik ke kampus. Habis gini langsung ada kelas soalnya.” “Iya deh, hati-hati sayang aku.” “Iyaa.” “Bye sayang. Love you” “Byeeee. Love you more ahahaha” tawa Naya terdengar renyah dan berhasil membuat Dhean melengkungkan senyuman di wajah bantalnya. Meletakkan ponselnya dan mulai bangkit dari posisi rebahan di kasurnya dan mulai duduk memandang temannya yang saat ini tengah berkutat dengan laptop miliknya. “Udah selesai itu Vid, tinggal lo copy doang.” Ucapnya pada Vidi yang kini tengah melakukan entah apa pada tugasnya. “Iye ini gw gabungan sama punya gw.” “Iya deh.” Ucapnya dan berlalu meninggalkan Vidi untuk mandi di kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Butuh 15 menit untuk Dhean mandi dan juga boker, yang seharusnya tadi pagi dia lakukan. Vidi masih ada disana. Menonton televisi dan memangku snack yang entah dia menemukan dimana snack itu. “Heh, buruan.” Ucap Vidi pada Dhean yang kini sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk asal-asalan. “Belom makan lo?” Tanya Dhean yang masih berusaha mengeringkan rambutnya dengan sepenuh tenaga. “Belum.” Jawabnya singkat dan masih asik memandangi televisi yang menayangkan berita tentang para artis yang saling melaporkan dengan tuduhan yang sungguh sudah sangat muak didengar seluruh manusia di jagat raya tanah air ini. “Ayok.” Ajak Dhean pada Vidi dan disambutnya dengan langsung bangun dan memasukkan snack-nya ke dalam lemari es kecil yang ada di ruangan itu. Mereka menyusuri jalanan yang panas sekali hari itu. Semua warung tampak penuh, tak ada yang sepi satupun. Akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti dan makan siang di warung biru. Dhean memilih soto dan Vidi memilih pecel sayur. Tidak lupa dengan minum es teh disiang hari yang panas ini. “Yan” Panggil Vidi pada Dhean dengan tiba-tiba. “Apaan.” Sahut Dhean dengan masih memakan sotonya. “Cewek lo cantik gitu, kok mau sih sama lo gembel?” Seloroh Vidi pada Dhean. “Anjir nih anak. Gw ganteng, pinter, kaya lagi. Kurang apa coba?” Sombong Dhean pada Vidi. Plak. Vidi mengeplak pala anak sombong itu. Untung saja palanya tidak masuk ke mangkok soto. “DIH!” “Yang kaya bapak lo bego.” “Gw pewaris tunggal.” “Bener juga.” Entah kenapa Vidi tiba-tiba membahas hal ini. mungkin karena dia tadi mendengar suara merdu Naya ditelfon tadi. Entahlah. Naya memang semenarik itu, bahkan hanya dengan mendengar suaranya via telepon membuat Vidi memikirkan kekasih temanannya itu. “Sayang, aku udah makan nih sama gembel tapi. Baik kan aku?” Dhean mengirimkan pesan singkat pada Naya. Terima kasih kepada Vidi yang membahas Naya hingga Dhean kini menyempatkan waktu untuk mengirimkan pesan pada Naya. Belum dibalas apa-apa. Acara makan siang dua gembel itu sudah beakhir. Vidi mengantarkan Dhean kembali ke kosannya. “Pulang sana lo gembel.” Ucap Dhean seraya turun dari motor Vidi. “Idih.” Vidi segera pergi dari hadapan Dhean yang kini membuka gerbang kosan. Baru saja sampai di ruang serba guna kosan itu alias ruang tamu tanpa kursi dia menemukan kakak tingkat Naya yang tampak akan keluar dari kosan mereka. “Mau kemana mas?” Sapa Dhean sekenaknya, sekedar menyapa biar gak disangka selonong boy yang tidak sekolah, alis kucing. “Oh mas, ke kampus mas ada acara. Abis makan mas?” Jawab Syahrif pada Dhean. “Iya mas he-he. Mari mas.” Pungkas Dhean pada Syahrif dan dijawab anggukan olehnya, dia mulai keluar dari kosan setelah selesai memakai sepatu dan pergi menuju kampus, tempat dimana Naya sekarang berada bersama teman-temannya belajar sekuat tenaga, berusaha memasukkan semua materi kedalam kepalanya demi kemajuan nusa bangsa dan bahasa. Eh kok bahasa sih. Sepeninggal Syahrif, Dhean melanjutkan perjalanannya ke dalam kamarnya dan mulai membersihkan kamarnya yang sebenarnya sudah bersih. Entah dia memang benci debu atau bagaimana, tak ada debu sama sekali di kaca yang ada di dalam ruangan itu. Membersihkan kolong tempat tidur dan menemukan foto dirinya dengan Naya. Dia ingat saat itu mereka berada di taman bermain terkenang di Kota sebelah. Kota yang dingin. Sebelum kesana mereka terlebih dahulu pergi ke pantai. Tempat yang paling Naya sukai, dia selalu memilih pantai dari pada gunung. Mereka disana untuk waktu yang tidak lama, sepulang dari taman bermain mereka langsung pulang. Dhean mengantarkan Naya kembali ke rumahnya. Mampir sebentar dan kembali ke kosan. Seru sekali hari itu. Hari dimana mereka kencan keluar kota untuk pertama kalinya. “Sayang, liat deh. Seru banget pas itu wkwk. Kapan-kapan ayo main lagi.” Ketik Dhean pada aplikasi massanger itu dan menambahkan gambar dari foto terebut. Mengirimkan pada Naya. “Ih lucunya wkwk. Iya ayo kapan-kapan main lagi. Eh yang, piknik ayo.” Balas Naya cepat. “Ayo. Kapan yang?” “Ntar kalo aku udah senggang ya. Gak papakan?” Tanya Naya pada Dhean. “Ya gak papa dong. Biar bisa lama-lama.” “Makasih sayang aku.” Balas Naya cepat. “Kamu gak kelas?” Tanya Dhean pada Naya, dia tahu seharusnya sekarang Naya masih kelas dan Naya tidak suka memainkan ponsel saat kelas selain memang dibutuhkan dalam kegiatan kelasnya. “Ini kelas.” “Tumben kamu main hp pas kelas?” Tanya Dhean penasaran. “Gak seru nih dosennya. Bosen aku daripada tidur wkwk.” “Ih yang, nakal hayo.” “Gapapa sekali kali aku nakal dikit.” “Idih ntar kamu keterusan loh. Udah sana simak dosennya. Kasian tau.” “Iya-iya ini aku perhatiin bapaknya. Jangan cemburu.” “IH kamu. Selamat belajar sayang aku.” “Iyaa makasih cintaku.” Dhean tidak membalas chat Naya, dia ingin gadisnya belajar dengan sungguh-sungguh. Dia melanjutkan bersih-bersihnya yang sempat tertunda karena Nayanya. Senang sekali. Menata seluruh ruangan membuatnya merasa kotor dan dia mandi lagi untuk kali kedua siang hari ini. Setelah kering dia kembali tidur. Sore sudah datang dan Dhean baru saja mandi lagi untuk kali ke tiga. Mencoba menelfon Naya namun tidak ada jawaban sama sekali. Mungkin dia sedang sibuk dan masih berada di kampus entah dibagian mananya dan dengan siapa. Bosan sekali Dhean sendirian dan tidak ada kegiatan. “Yang” Mencoba peruntungan dengan mengirimkan pesan pada Naya siapa tahu nanti Naya akan melihatnya dan membalas pesannya. “Masih di kampus ya?” Belum juga pesannya mendapatkan respon dari kekasihnya. “Hmm sibuk banget pasti.” Lagi, dia mengirim pesan pada gadisnya sekali lagi. “Ngapain yang?” “HHHHHHH kemana ya cewe aku” Mulai kesal. “Pulang jangan malem-malem ya cinta.” “Hati-hati di jalan dimanapun kamu berada pokonya” “I love you yang dimanapun kamu berada” “Pokonya aku cinta kamu” Pesan terkahir Dhean pada gadisnya. Tapi dia tidak akan meninggal sih, cuma pesan terakhir yang dikirim Dhean pada Naya yang entah sedang apa, dimana dan bersama siapa. Dhean keluar kos, dia lapar. Kembali ke warung biru tempat dimana dia bersama Vidi tadi siang makan bersama. Memesan telur bumbu bali dan ayamnya ditambah dengan es jeruk yang tampak segar sore ini dan juga kerupuk yang menjadi pasangan makan malam hari ini. sungguh enak sekali hidup anak ini yang tidak pernah makan mie instan. Kembali dari warung dan Naya belum membalas pesannya. Dia berbaring mengarahkan matanya pada langit-langit kamarnya. Memandang kosong, saatnya overthink. Tiba-tiba dia kepikiran apa yang tadi siang Vidi katanya padanya tentang Naya. Sebenarnya terkadang dia juga heran kenapa bisa Naya yang secantik itu mau dengannya yang bisa dibilang biasa-biasa saja tampangnya. Dia memang lumayan pintar tapi tidak se-pintar Vidi atau Dikki. Tidak fashionable seperti Raffi. Entah kenapa dari sekian banyak lelaki yang mendekatinya, dia malah tertarik pada Dhean yang biasa-biasa aja ini. Dhean juga jarang sekali menunjukkan kekayaannya pada Naya, hanya memberikan hadiah-hadiah kecil pada Naya, kegiatan pacaran juga patungan. Tapi Naya tetap memilih bersama Dhean. Entah mengapa. Mengecek kembali ponselnya, berharap ada balasan dari Naya. Tapi kosong. Tidak ada pesan balik dari Naya. Bosan sekali hari ini. Naya tidak ada, dia sibuk sekali sepertinya. Membuka social media yang dimilikinya, scroll-scroll. Tidak ada yang menarik. Dia bosan sekali. Hari ini terasa lebih panjang dari hari kemarin. Tidak ada kegiatan sama sekali seperti ini sangat membosankan bagi Dhean. Menunggu chat dari Naya yang entah sedang apa dan dimana saat ini. Bosan sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD