Natta hanya bisa mendesah pasrah saat melihat wanita yang dicintainya pada akhirnya dinikahi oleh atasannya yang juga merupakan sosok yang gadis itu cintai dalam keadaan koma. Sejak awal ia tahu bahwa hati gadis itu bukan untuknya. Namun ia masih menaruh harapan dan berdoa semoga suatu hari Tuhan membuka hati Syaquilla untuk bisa menerima Natta menjadi sosok yang dicintainya. Namun ternyata, tahun berlalu tidak membuat perasaan gadis itu goyah.
Beberapa waktu sebelumnya, Natta seharusnya sadar diri dan memilih untuk mundur saat sosok yang dicintai gadis itu kembali. Namun tetap, dengan keras kepalanya dia masih bertahan. Padahal ia tahu, saat bersamanya, meskipun gadis itu tersenyum, senyum itu tak pernah sampai dimatanya. Saat mereka berbincang, gadis itu memang pendengar yang baik, namun apa yang ia sampaikan ia tahu tak akan sampai pada hatinya. Karena Natta pun tahu bahwa pikiran gadis itu berkelana pada sosok seorang pria bernama Gilang Hammam Putra.
Natta tahu bahwa Syaquilla merasa yakin kalau hubungannya dengan Gilang tidak akan berhasil. Setahu ia akan kesulitan yang Syaquilla lewati setelah kecelakaan yang ia alami. Namun takdir sepertinya berkata lain. Seyakin-yakinnya seorang manusia. Sebaik-baiknya mereka membuat rencana, tetap akan kalah oleh Dia, Sang Pemilik Masa. Dan itu pulalah yang kini dialami Natta.
Setelah semua rencana yang disusunnya untuk masa depannya yang ingin ia bangun dengan Syaquilla. Ia harus mengaku kalah karena satu rasa. Cinta. Dan harus melangkah mundur setelah sebuah kalimat diucapkan. Ijab Kabul.
Natta tidak merasa malu karena sudah kalah. Toh ia sudah berjuang selama ini. Ia sudah mencoba melakukan yang terbaik, dia sudah mencoba untuk membuat Syaquilla membuka mata dan juga membuka hatinya bahwa di depannya ada sosok pria lain yang bisa mencintainya. Menawarkan semua kenyamanan dan rasa aman yang ia tahu tidak akan bisa diperoleh Syaquilla jika gadis itu memilih tetap mencintai Gilang. Tapi ia tidak pernah berhasil melakukannya. Ia tak pernah berhasil menggoyahkan Syaquilla. Bahkan setelah waktu berlalu, sosok Syaquilla masih saja menyimpan rasa pada Gilang.
Awalnya Natta penasaran, seperti apa itu Gilang Hammam Putra. Seperti apa sosoknya dan apa yang membuat pria itu layak untuk mendapatkan cinta seorang Syaquilla. Tapi kemudian, mereka bertemu. Mereka bekerja di tempat yang sama. Dan sayangnya, Natta tahu bahwa seorang Gilang Hammam Putra tidak memiliki kekurangan apapun. dalam sosoknya sebagai seorang dokter, sebagai seorang pria dan mungkin sebagai seorang kekasih atau calon suami. Pantas saja jika Syaquilla bertahan mencintai pria itu. Dan meskipun Natta mencoba mencari kesalahan pria itu, ia tetap tidak bisa menemukannya. Gilang jelas terlalu tinggi untuk bisa dia langkahi. Dia terlalu kokoh untuk Natta robohkan.
Waktu yang berlalu setelah patah hatinya terasa teramat membosankan dan berjalan begitu lama bagi Natta. Ia yang sudah tidak bisa menghabiskan waktu lagi dengan mendekati Syaquilla akhirnya memilih untuk menjadikan bekerja sebagai pelariannya. Meskipun pada akhirnya, saat ia kembali ke kediamannya ia merasakan kekosongan itu lagi. Jujur harus Natta akui bahwa dirinya begitu picik. Sampai saat ini, dia berharap kalau pernikahan Syaquilla dengan Gilang tidak berjalan dengan lancar. Ia mengharapkan ada mukzizat dan kabar yang menyatakan kalau Syaquilla pada akhirnya memiliih untuk berpisah dengan Gilang. Natta jelas tahu, Gilang tidak akan membuat masalah ataupun mengecewakan Syaquilla. Tapi ia jelas tahu, bahwa hubungan Gilang dan Syaquilla tidaklah akan berjalan dengan mudah karena ibu dari Gilang tidak merestui hubungan keduanya.
Kabar itu bukan hanya sekedar isapan jempol semata. Natta tahu hal itu karena rekan kerjanya sesama dokter yang mengabarkan desas-desus itu. Ya, dokter kandungan yang baru saja bekerja di rumah sakit, yang mengaku bahwa dirinya adalah teman lama dokter Gilang dan juga mengaku sebagai calon istri dokter Gilang itu mengatakan semua aib rumah tangga dokter Gilang dan Syaquilla. Urat malu wanita itu tampaknya sudah hilang karena tidak memedulikan pandangan orang-orang dan tuduhan pelakor yang disematkan hampir seluruh karyawan rumah sakit padanya. Ia masih bisa berjalan dengan congkaknya dan bangga dengan statusnya yang ‘katanya’ akan menjadi istri Gilang tak lama lagi.
Dan hal itu, kabar yang disampaikan wanita itu, mau tak mau membuat Natta juga mengharapkan keburukan pada pernikahan Syaquilla. Jika memang ibu Gilang tidak merestui keduanya, jika ibu dari atasannya itu ingin supaya Gilang menikah dengan Zemira, maka Natta dengan senang hati akan kembali mendekati Syaquilla. Ia tidak peduli meskipun status wanita itu janda. Yang ia tahu, Syaquilla adalah sosok wanita yang ingin ia jadikan sebagai istrinya. Menjadi ibu bagi anak-anaknya.
“Istigfar, Kak.” Ucapan ibunya membuat Natta tersadar dari lamunannya. “Ingat kalau Syaquilla itu sudah menjadi istri orang. Haram hukumnya buat kamu, Kak.” Lanjut wanita itu.
Natta tidak tahu apa yang membuat ibunya mengatakan hal yang demikian, namun ia memilih untuk tidak menjawabnya. Namun kebisuannya tampaknya membuat ibunya semakin cemas.
“Sadarlah bahwa jodoh itu sudah Allah atur jauh sebelum kita lahir. Jodoh Syaquilla itu sudah jelas bukan Kakak. Sekuat apapun Kakak memaksakan diri, kakak tidak akan bisa membuat mereka berpisah, kecuali jika Allah mengijinkannya.”
“Mungkin itu doa yang sedang Kakak panjatkan buat mereka, Ummi.” Ucap Natta dengan nada datarnya.
Ibunya jelas terperangah mendengarnya. Tangan wanita itu menyentuh d**a, matanya terbuka lebar begitu juga dengan mulutnya. “Istigfar, Kak.” Ulang wanita itu lagi. “Tidak pantas Kakak bicara seperti itu. terima saja kenyataan, Kakak sama Syaquilla itu tidak berjodoh. Yakin sama ketentuan Allah kalau Kakak itu sudah diberikan jodoh yang lain. Ingat, apa yang menurut kita baik belum tentu menurut Allah, begitu juga sebaliknya. Kakak hanya sedang diuji. Tak apa untuk jatuh cinta dan patah hati, itu manusiawi. Tapi bukan berarti karena kakak kecewa lantas kakak mendoakan yang jelek pada orang lain. Ingat, apa yang kita tanam, itu juga yang akan kita petik pada akhirnya. Keburukan yang Kakak doakan pada oranglain, bisa jadi nanti Allah berikan kepada Kakak pada akhirnya. Jangan sampai hal itu terjadi, Kak. Naudzubillahimindzalik.” Ucap ibunya lagi dengan takut.
Natta mengangkat sudut mulutnya. Memilih untuk menyandarkan punggungnya pada punggung sofa dan menutup mata. “Apa yang terjadi, biarlah terjadi Ummi.” Ucapnya dengan lelah. Tanpa Natta lihat, ibunya tampak menggelengkan kepala dan memandang putra sulungnya dengan iba.
Sementara di waktu yang bersamaan, di tempat yang lain, seorang gadis tampak mencoba menahan untuk tidak bersorak karena gembira. Bagaimana tidak, kabar yang baru saja didengarnya membuatnya ingin meloncat kegirangan dan berteriak mengumumkan pada semua orang tentang kebahagiaan yang kini dirasakannya. Gadis itu bernama Aara Fathiyah. Mahasiswi keperawatan yang sebentar lagi menyelesaikan pendidikannya.
“Mami tahu kalau kamu bahagia, tapi cobalah bersikap biasa aja. Hadapi dengan anggun gitu loh.” Tegur ibunya tanpa bisa menahan senyum melihat kegembiraan yang ditunjukkan putri keduanya itu.
“Ini tuh semacam pucuk dicinta ulam tiba, bukan begitu Mi. Aara bener-bener hepi hepi hepi.” Ucap gadis itu dengan antusias. Tangan kecilnya meraih bahu ibunya dan memeluknya erat seraya menggoncang-goncangnya.
“Iya, Mami tahu kamu hepi. Tapi cobalah agak tenang.” Ucap wanita itu lagi pada sang putri. Karena meskipun kamu bahagia dengan kabar ini, belum tentu hal yang sama dia rasakan, Nak. Itulah yang ada dalam pikiran sang ibu.
Dalam hatinya, sang ibu sebenarnya ingin menolak rencana perjodohan ini. Bukan karena dia tidak suka pada sosok Teuku Natta Daud. Sebagai seorang ibu dan seorang wanita pada umumnya, Rindu sangat menyukai sosok yang akrab dengan sebutan Natta itu. Dia pria yang sopan dan tentunya pekerjaannya sebagai seorang dokter akan memberikan Aara kehidupan yang nyaman di masa depan. namun Rindu ragu dengan perasaan pria itu.
Rindu tahu—setelah perbincangannya dengan ibu Natta—bahwa Natta masih mencintai mantan kekasihnya, seorang gadis berhijab berwatak lemah lembut dan tentunya sangat cantik bernama Syaquilla. Seperti halnya cinta pertama seorang anak perempuan jatuh pada ayahnya, maka cinta pertama anak laki-laki akan jatuh pada ibunya. hal itulah yang terjadi pada Natta. Dia mencintai sosok Syaquilla karena kelembutan gadis itu sangat mirip dengan ibu Natta sendiri. Raima. Wanita itu juga jelas mengenakan hijab yang menambah keanggunannya. Berbeda dengan Aara. Sampai saat ini, putrinya itu masih mengenakan pakaian terbuka cenderung ketat. Jelas hal itu membuatnya sangat bertolak belakang dengan sosok Syaquilla. Tapi memang seperti itulah Aara.
Aara adalah gadis ceria yang apa adanya. Dia gadis yang tak bisa dipaksakan kehendaknya. Dia akan melakukan apa yang dia suka, apa yang dia mau selama tidak melanggar prinsipnya dan tidak bertentangan dengan agama dan membuat tidak nyaman orang lain. Ya itulah Aara.
Dan hal itu. perbedaan karakter dan penampilan itu membuat Rindu tahu bahwa akan sulit untuk Natta berpaling. Aara bukan sosok yang sulit dicintai. Faktanya gadis itu adalah sosok yang mudah untuk dicintai. Tapi ia tahu—seperti halnya yang terjadi padanya di masa lalu—membuat seseorang yang sudah memiliki sosok yang ia cintai untuk jatuh cinta bukanlah hal yang mudah.
Rindu mengetatkan pelukannya di bahu sang putri. Dalam hatinya ia berdoa supaya putrinya tidak mengalami kesedihan yang pernah ia alami dulu. Semoga hanya ada kebahagiaan yang datang pada putrinya. Dan semoga, jika pun Tuhan memberikan ujian padanya, Aara bisa melewatinya tanpa mendatangkan rasa sakit yang bertubi-tubi seperti yang pernah dirasakannya dulu. Aamiin.