Kehidupan Kedua Istri Yang Tertindas (2)

1288 Words
Setelah Namera terdiam dan memikirkan matang-matang, akhirnya ia pun memberanikan diri untuk mengatakannya. “Dok, bisakah aku pulang hari ini?” tanya Namera dengan hati-hati, karena tidak tahan dengan bau obat, lantas meminta izin untuk pulang meski dengan cara merengek layaknya anak kecil. “Apa Anda sedang bercanda? Saya harap untuk mematuhi aturan di rumah sakit ini,” ujar dokter dengan wajah yang mana sedang menahan emosi karena melihat tubuh yang penuh dengan cedera, tetapi masih bisa bergaya layaknya orang sehat. “Jika Dokter ingin memeriksa keadaanku, sekarang periksalah. Jangan ikut andil dengan tubuhku ini.” Namera membuang mukanya untuk sesaat, karena merasa jika dokter tersebut sangat menyebalkan. "Orang yang disebut suamiku itu sudah menyakitiku, atau bagaimana? Sungguh hidup yang rumit." Di dalam hati, Namera tidak berhenti mengeluh karena merasa ada yang tidak beres. Mengabaikan seorang dokter yang sedang berceloteh untuk sejenak. “Sepertinya aku baru saja mendapatkan sesuatu yang berbeda,” batin dokter, meski begitu ia harus profesional dengan pekerjaannya, tetapi bayangan wanita tersebut membuatnya seperti orang gila. Dua orang dengan pikiran yang berbeda. Seorang dokter yang tadinya dingin kini rupanya sudah mencair, ketika matanya beradu pandang dengan pasiennya sendiri. Sungguh sulit untuk dipahami. Mungkin itulah yang ada di pikiran dokter muda, karena terlihat dengan sangat jelas "Segera periksa, jika Dokter diam maka aku tidak akan sembuh." Seketika dokter dibuat salah tingkah dengan ucapan Namera, lalu setelahnya tahap pemeriksaan pun dilakukan. “Sus, tolong seperti yang sudah saya jelaskan. Harap kerjakan.” “Untuk pasien yang bernama Nona Namera, tolong kerja samanya.” Kata suster memgikuti perintah dari dokter. Setelah itu dokter pergi, karena merasa sudah tidak ada lagi yang perlu dilakukannya. Tinggal menunggu hasilnya setelah hasil keluar, barulah dokter bisa memutuskan. Sesampainya di luar, bibi pun langsung bertanya soal nona mudanya itu, karena perbedaan yang sangat jauh. Hingga membuat wanita tersebut begitu cemas. “Dok, bagaimana keadaan majikan saya?” tanya bibi dengan tangan gemetar. “Seperti yang sudah saya jelaskan, jika pasien mengalami amnesia. Pasien kehilangan ingatannya total, tidak ada memory yang tersisa. Namun, jangan khawatir terlebih dulu, karena hasil pemeriksaan belum keluar." “Baik, Dok. Terima kasih karena sudah menjelaskan tentang Nona Namera, karena saya begitu cemas dengan keadaannya. Mungkin jika semua ini tidak terjadi, tidak ada hari di mana nona mengalami seperti ini.” Untuk sejenak dokter muda itu pun diam, ia begitu sangat penasaran dengan kisah pasiennya, yang entah sejak kapan hal ini menjadi hobinya. “Memangnya apa yang sebenarnya yang terjadi?” tanya dokter dengan rasa penasaran yang begitu besar. “Tidak, tidak ada Dok, maaf jika saya membuat Dokter tidak nyaman.” Bibi yang merasa tidak enak, akhirnya memilih diam dan langsung masuk untuk menemui nona mudanya. Sedangkan untuk dokter sendiri kini semakin penasaran dengan kehidupan pasiennya. Di ruangan itu sendiri, kini bibi sudah berada di dalam, tetapi tidak dengan anaknya. “Non, apa ada yang membuat Nona tidak nyaman?” tanya bibi, lalu dengan perlahan mendekati Namera, memberikan usapan lembut di tangannya, hal itu juga membuatnya merasa nyaman. “Bi, bisa aku bertanya lagi.” Namera menatap bibi dan tatapan sendunya semakin membuat wanita paruh baya tersebut tidak bisa mengendalikan air matanya yang jatuh tanpa diminta. Namera sudah mendapat anggukan, itu artinya bibi setuju. “Siapa lelaki yang katanya suamiku?” tanya Namera dan hal itu semakin membuat bibi sedih. “Den Aril, namanya yang sudah bibi sebutkan. Beliau adalah suami Nona dan kalian menikah sudah berjalan hampir tiga tahun,” terang bibi. "Apa!" Seketika Namera terkejut kala mendengar pengakuan dari bibi. “Jadi, lelaki itu adalah suamiku? Sayangnya aku sangat tidak menyukainya dan pada akhirnya aku juga harus mencari tahu tentang kebenaran.” Namera membatin dan harusnya ini adalah awal dari kehidupannya yang mungkin saja seperti di neraka nantinya, bahkan bisa jadi sebaliknya. “Nona, apa Nona baik-baik saja?” tanya bibi karena melihat dari wajah nona mudanya sedikit terganggu dengan jawaban yang diberikannya. “Baik-baik saja, Bi.” Jawab Namera meski pada kenyataannya semua itu membuatnya syok. “Non, kita makan dulu, karena setelah itu Nona harus minum obat agar segera sembuh.” “Apanya yang sembuh, ini sudah sehat malah dikasih obat.” Jawab Namera dalam sebuah gumaman dan suaranya sempat didengar oleh bibi. “Nona bicara apa!” ucap bibi. “Tidak Bi, aku lapar dan segera beri aku bubur itu.” Jawab Namera lagi sambil menunjuk mangkok di atas nakas. Lepas makan Namera pun merasa mengantuk, mungkin efek dari obat tersebut, hingga tanpa sadar matanya sudah terpejam. Tidak begitu lama, datanglah anak dari bibi yang bernama Nabila. “Bu, bagaimana keadaan Nona?” Beberapa jam kemudian, semua prosedur sudah dilakukan, tidak menuggu waktu lama. Hasil pemeriksaan sudah keluar. Tepat, ketika dokter muda datang untuk memberikan hasil pemeriksaa, terlihat seorang lelaki tengah duduk bermesraan dengan seorang wanita dan itu membuatnya begitu muak. Ekhem. Satu deheman berharap membuat dua orang yang tak tahu malu tersebut berhenti bermesraan. Ekhem. “Maaf, dengan suami nona Namera!” Dokter berjalan mendekati Aril, karena ia harus menunjukkan hasil dari CT Scan agar mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya. “Ada apa? Apa kamu tidak melihat—.” “Maaf, jika saya mengganggu waktu Anda. Namun, yang harus Anda tahu bahwa kedatangan saya kemari untuk memberikan ini.” Dokter pun dengan segera menyerahkan hasil dari pemeriksaan. “Sayang, bawa sini, biarkan aku yang melihatnya.” Dengan cepat, seorang wanita yang terus menempel pada Aril, mengambil alih berkas tersebut untuk ia lihat. “Baik, saya permisi!” pamit dokter, dengan helaan napas berat ia pun meninggalkan dua orang di ruang tunggu. Sedangkan Aril saat ini sudah masuk untuk melihat Namera Lalu, dengan teganya menggoyangkan tubuhnya karena dengan begitu wanita itu akan segera bangun. Auh. Suara rintih Namera hanya mendapat balasan senyuman licik oleh dua orang yang kini tengah berdiri tepat di sampingnya. “Jangan pura-pura tersakiti setelah apa yang kau perbuat tempo hari, lantas sekarang kamu berpura-pura lagi dan seolah ingatan kamu hilang. Kenyataannya hasilnya yang aku pegang baik-baik saja.” Dengan penuh amarah, Aril pun melampiaskan semuanya pada Namera, sedangkan orang yang dihina hanya bisa menatap bingung dengan sejuta tanya di benaknya. “Bahkan kau belum meminta maaf padaku, tentang aku yang kau dorong tempo hari.” Ucapan seorang wanita yang bernama Mely membuat Namera menjadi bingung. “Kamu dengar sendiri, ‘kan. Atau mungkin kamu sengaja pura-pura lupa ingatan agar tidak meminta maaf,” sahut Aril. Ketika Namera mendengar, betapa rasanya ingin memukul dua orang yang ada di hadapannya saat ini. “Hari ini aku meminta dokter untuk membawa kamu pulang, aku harap sesampainya di rumah jangan pernah membuat masalah lagi, atau tidak—.” “Atau apa?” sahut Namera dengan cepat, karena ia tidak ingin membuang waktunya hanya untuk manusia seperti mereka. “Aril tidak akan segan-segan untuk menceraikanmu.” Kali ini yang menjawab adalah Mely, wanita dengan gaya seksi dan terlihat sangat dewasa, dibandingkan oleh dirinya sendiri. “Bahkan aku tidak peduli dan jika ingin melakukan, untuk saat ini dipersilahkan.” Tanpa punya rasa takut Namera berkata dan hal itu membuat Aril dan Mely seketika mendelikkan matanya, karena tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. “Bahkan ucapanmu membuatku terkejut, lantas kenapa tidak dari dulu kamu meminta hal ini?” tanya Aril dengan wajah masih diselimuti oleh keterkejutan. “Aku tidak tahu dengan hidupmu, tetapi satu hal yang harus kamu ingat wahai tubuh. Aku terlahir untuk menjadi kuat, bukan seorang yang lemah apa lagi gampang ditindas,” batin Namera karena mungkin bisa saja pemilik tubuh itu hanyalah orang lemah. “Sepertinya kamu menantang, tetapi ada bagusnya juga jika kamu pergi dari hidup kami berdua.” Lagi-lagi Mely ikut angkat bicara, terlihat dari cara bicaranya bahwa diantara ketiganya sedang tidak baik-baik saja. “Sudahlah, jangan membuang waktu. Sebaiknya kita selesaikan ketika di rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD