BAB 1 [BEBERAPA TAHUN LALU]

1079 Words
Geisha terbangun dari tidurnya, ia menatap kiri dan kanan, lalu merasakan raganya begitu sakit. Cewek itu mencoba untuk bangun, tetapi sialnya ia malah merasakan pelukan seseorang pada tubuhnya. Geisha menatap, ia menemukan seorang cowok yang melakukan pemotretan bersamanya beberapa jam lalu, ia kemudian mengingat kejadian buruk yang menimpanya setelah itu. Barton ... musuh bebuyutannya, dan orang yang telah merenggut kesuciannya. Cowok yang dia anggap sebagai b******n, dan sialnya cowok itu adalah manusia yang akan selalu hidup berdampingan dengannya selama masa sekolah. Perlahan air matanya turun begitu saja, seluruh badannya terasa kotor. Kenapa harus terjadi? Kenapa cowok itu harus menghancurkan hidupnya. Geisha menyingkirkan tangan cowok itu ia segera turun dari ranjang dan menuju ke kamar mandi. Rasa sakit masih terasa, tapi ia tak tahan dengan tubuhnya yang terasa begitu kotor. Ia juga tak ingin terus berada lama di dalam pelukan cowok itu. Geisha membuka pintu kamar mandi dengan cepat, tetapi ia segera berhenti melangkah masuk saat seseorang memeluknya dari belakang. “Lo mau ngapain? Mandi jam segini nggak baik buat kesehatan lo.” “Bukan urusan lo!” bentak Geisha. “Lo nurut ama gue, atau lo gue perkosa ampe pagi? Pilih aja.” Geisha yang mendengar pilihan itu hanya diam, ia kemudian melepaskan diri dari pelukan Barton dan kembali ke atas ranjang. Cewek itu segera berbaring, dengan posisi membelakangi Barton seperti tadi. Ia menahan rasa jengkel, dan juga menahan tangis pilunya sendiri. Sementara itu, Barton menatap Geisha dari tempatnya berdiri. “Lo kek anak perawan aja, pakek acara sedih.” Geisha yang mendengar ucapan itu menelan ludahnya kasar, ingin sekali dia mengatakan jika Barton baru saja merebut semua itu beberapa saat lalu. “Ya elah, Ges. Biasa aja kali, lo juga sering ngelakuin. Bukan sekali ini doang, atau dua kali doang mah.” “Bangke, lo yang jebol, dan sekarang lo kek nggak punya tanggung jawab! Balikin keperawanan gue, b*****t!” Geisha menghapus air matanya kasar. “Enak banget lo nuduh-nuduh gue, padahal lo yang buat gue nggak perawan lagi. Ohhh ... gue lupa, lo keseringan dapat bekas, sampe lo nggak tau mana cewek perawan, mana bukan perawan.” Geisha kemudian diam, ia memilih untuk tidak berdebat sekarang ini. Malam yang ia jalani seakan semakin panjang, dan ia benar-benar tak tahan lagi. Sedangkan Barton yang mendengar ucapan cewek itu membuang muka. Sejujurnya, ia merasa sedikit tersindir dengan ucapan Geisha. Ponsel Geisha berdering, dan cewek itu dengan cepat mencari keberadaan benda itu. Ia membuka selimut, lalu melihat bercak kemerahan di atas seprei. Sejenak Geisha terbungkam, ia membuang muka dan kembali mencari ponselnya. Cewek itu segera turun dari atas ranjang, ia meraih tas sekolahnya dan segera membuka tas itu. Diraihnya ponsel, lalu menatap nama orang yang menelepon dirinya. Dari Ranjiel, dan ia yakin temannya itu sedang mencari keberadaannya. Mereka punya janji untuk makan bersama malam ini, dan sialnya ia malah harus terjebak situasi yang sulit. Geisha kemudian mengangkat telepon itu. “Halo ... kenapa, Jiel?” “Lo di mana sih? Gue udah dateng ini ke tempat janjian.” Geisha yang mendengar hal itu segera menelan ludahnya kasar. “Ges ... lo masih idup kan?” tanya Ranjiel dari seberang sana. Geisha cukup kaget. “Eh, bangke lo. Masih dung. Temen gue dateng dari Singapur, kita cencel dulu gpp, kan?” “Oke deh, oke ... ya udah, jaga diri lo.” Geisha yang mendengar ucapan temannya hanya tersenyum. “Oke, pai pai ...” Sambungan telepon terputus, dan Geisha terlihat begitu lega setelah mengatakan hal itu. “Pandai bohong juga lo yah?” Barton menatap ke arah Geisha. Geisha yang mendengar ocehan cowok itu meraih selimut, ia segera menggunakan selimut itu untuk menutupi tubuhnya dan berjalan ke arah meja rias. Geisha merasa begitu haus, ia juga merasa gugup setelah berbohong kepada Ranjiel. Sementara Barton, ia kini hanya sedang fokus pada satu titik. Cowok itu berjalan ke arah ranjang, mengamati lebih jelas apa yang matanya tangkap. Barton terlihat terkejut saat ada noda darah di atas seprai. Ia sungguh tidak menyangka jika Geisha yang selama ini terkenal sebagai cewek rusuh, ternyata masih belum terjamah sama sekali. Geisha yang sudah selesai dengan acara minumnya kembali ke atas ranjang, ia sama sekali tidak memerhatikan arah pengamatan Barton. "Lo gak lagi becanda kan? Jadi ... lu masih segel, Ges. Gu-gue bener-bener gak tau," ujar Barton yang kini terlihat menyesali perbuatannya. Geisha melirik, ia juga sama sekali tak menyahut. Cewek itu kemudian menutup mata, berusaha untuk menepis semua yang sudah terjadi. Menangis, menyesal, atau melakukan apa saja juga percuma. Waktu tak akan bisa berputar mundur, dan Geisha tahu betul akan hal itu. Cowok itu akhirnya segera meraih tubuh Geisha, dan memeluknya dalam-dalam. Sementara Geisha yang merasakan pelukan Barton malah terpaku. Sejak kapan cowok itu naik ke atas ranjang, sejak kapan? Geisha merasakan dadanya sesak. Kenapa harus menyesal sekarang, kenapa harus sadar sekarang. Perlahan cewek itu menangis, ia tak bisa menahannya lagi. “Lo jahat!” Geisha menyuarakan itu dengan lirih, ia menarik napas. “Lo kejam banget sama gue!” “Maaf, gue minta maaf ... gue janji bakal jagain lo, gua gak akan biarin siapapun sentuh lo.” Barton segera mengubah posisinya Geisha dan menyadarkan kepala cewek itu di dadanya. Sementara Geisha masih tetap menangisi nasibnya sendiri. Ia memukul d**a Barton, tetapi sialnya rasa sakit itu tak kunjung reda. Barton memeluk Geisha lebih erat, ia berusaha untuk meredam rasa sakit yang sudah ditorehkannya beberapa saat lalu. Geisha yang saat itu tak tahu harus mengucapkan apa hanya bisa diam dan menangis, hingga beberapa saat berlalu, cewek itu tertidur. Ia kelelahan setelah menumpahkan semua rada sakitnya, ia begitu lemah dan akhirnya tenggelam ke alam mimpi. Barton yang menyadari Geisha sudah lebih tenang merasa lega, ia kemudian melepaskan pelukannya pada cewek itu dan membaringkan Geisha. Di tatapnya wajah Geisha yang masih basah oleh air mata, kemudian Barton duduk dan meraih kotak tisu dan mengeringkan air mata cewek itu. Barton kembali melirik bercak darah yang ada di atas seprei, ia kemudian mengepalkan tangan dan menarik napasnya dalam. Cowok itu kembali menatap Geisha, dan mendekati wajah cantik Geisha yang terlelap. Tanpa pikir panjang, Barton mengecup kening Geisha, lalu pipi, dan bibir pucat cewek itu. Barton terdiam sejenak, ia baru saja menghancurkan hidup seseorang. Cowok itu kemudian menyudahi ciuman bibirnya, ia menarik napas dan kembali berbaring sambil memeluk Geisha. “Mama ....” Geisha mengigau, ia kemudian memeluk Barton yang mungkin dianggap sebagai sosok ibunya di dalam mimpi. “Buset! Ngagetin aja nih cewek.” Terkejut, tetapi Barton justru mempererat pelukannya, dan ia ingin agar Geisha tidur dengan nyenyak lagi. Cowok itu kemudian menutup mata, sedangkan tangannya masih membelai rambut Geisha dengan begitu lembut. Halus ... dan Barton menyukainya. Belum lagi aroma tubuh Geisha yang begitu unik, membuat Barton begitu betah dengan posisi mereka. Perlahan ... Barton juga terlelap, ia menyusul Geisha ke alam mimpi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD