PROKLAMASI HATI

1207 Words
Shanum tahu, hari ini dia seperti awan hitam. Air mata terus mengalir seperti layaknya air hujan yang terus turun. Rasa kaget ini belum juga hilang, tapi pemandangan di hadapannya semakin membuat hatinya sakit. Oh, apakah aku layak diperlakukan seperti ini? Kenapa? Kenapa? Shanum menghapus air matanya dan melangkah dengan gontai menuju ruangan private tempatnya dan Keenan makan. Setelah memastikan tidak ada air mata yang mengalir, Shanum masuk ke ruangan dengan tersenyum. "Kenapa lama?" Keenan seperti mengkhawatirkannya. "Aku... Mmm.. Aku kagum melihat suasana restoran ini.." Shanum mengarang alasan, "Jadi, tadi aku melihat lihat dulu suasana sekitar.." "Ka-kamu belum pernah ke sini?" Keenan sedikit kaget, karena Shanum yang ia tahu seharusnya pernah mengunjungi restoran ini setidaknya sekali. Restoran ini booming dalam tiga tahun terakhir. Dan banyak sekali yang mengunggah makanan ataupun suasana restoran ini hingga akhirnya viral. Dan, kalau rumah tadi itu rumah tinggal Shanum dan suaminya, artinya mereka cukup mampu untuk makan di restoran ini.. Ah, tapi ini bukan urusannya.. "Iya, aku belum pernah.." Shanum bicara perlahan. Keenan kembali merasakan rasa sakit yang tidak pernah ia rasakan. Apa Jingga sungguh sungguh? Bagaimana mungkin seseorang seperti Jingga tidak pernah menginjakkan kaki di restoran ini..? Tak lama kemudian, pintu ruangan private tersebut terbuka. Pelayan restoran datang mengantarkan pesanan mereka. "Makan ya.. Kamu habis menangis cukup lama, pulihkan energimu dengan makanan.." Keenan tersenyum. "Iya.." Shanum mulai mengambil sendok dan menyuapkan lasagna itu ke mulutnya. "Keenan.. Ini.. Ini.. Enak sekali.." "Kamu suka?" Keenan tersenyum lebar. "Sangat suka.." Shanum terus saja makan dan menikmati lasagna itu. Dalam hitungan menit, lasagna itu habis. "Wah hebat.. Habis.." Keenan tertawa. "Apa aku seperti rakus?" Shanum tidak enak sendiri, "Ini enak sekali, dan jujur, aku lapar.." Keenan menatapnya, "Kamu tidak rakus. Di mataku, ini terlihat lucu.." Shanum tertawa.. "Tertawa kamu lucu juga.." Keenan kembali memujinya. "Terima kasih.." Shanum mengatupkan bibirnya. Senang sekali ada yang memujinya. Rasanya bertahun tahun ini tidak pernah ada yang mengatakan dia lucu... "Oh iya, bagaimana kabar Jemma? Rasanya dulu kalian tak terpisahkan.." Keenan bertanya mengenai sahabat Shanum. Shanum yang sedang meminum jus strawberry mendadak diam.. "A-aku tidak tahu.." Keenan langsung kaget. Apa yang terjadi? Apa aku salah bertanya soal ini? Tiba tiba saja, Shanum kembali menangis, "Oh, Keenan maafkan aku kalau terus menangis. Sejujurnya, hari ini bukan hari terbaik dalam hidupku. Mungkin setelah hari dimana ayah ibu meninggalkanku, hari ini jadi hari terburuk yang aku alami.. Ini menyedihkan sekali.. Dan, aku malu terus menerus menangis di hadapanmu.." "Jangan malu.. Aku siap menampung kesedihanmu.." Keenan menatap gadis cantik yang matanya semakin bengkak saja. Jari jarinya mulai menghapus air mata yang mengalir di pipi Shanum. "Apa yang terjadi? Apa kamu mau cerita?" Keenan kembali bertanya. "Mungkin suatu hari nanti.. Tapi, tidak sekarang.." Shanum memaksakan diri untuk tersenyum. Ia melihat jam di ponselnya, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. "Keenan, ternyata ini sudah pukul sembilan malam. Aku harus pulang..." Shanum tidak enak hati sendiri. "Iya ok.. Aku antar. Jangan menolak ya.. ini sudah larut.." Keenan menawarkan diri. Shanum mengangguk, ia tak ingin menolaknya. Tubuhnya juga sudah terlalu lelah untuk menggunakan kendaraan umum. Setelah meminta bill dan membayarnya, Keenan dan Shanum beranjak keluar ruangan, hendak berjalan ke arah parkiran. Namun, betapa kagetnya, Shanum melihat kalau dari arah berlawanan, suaminya dan perempuan itu berjalan ke arah mereka. Dengan kecepatan tinggi Shanum berbalik dan bersembunyi. Keenan yang kaget dengan Shanum yang menghilang dengan sekejap, hanya bisa diam. Ia melihat sekeliling mencari kemana arah perginya Shanum. Saat itu, tiba tiba saja seorang lelaki dan perempuan menghampirinya. "Bapak Keenan Rasyid? Tidak menyangka kalau bapak ada di sini.." Lelaki itu menyapanya. "Perkenalkan, saya Deputi Bidang Industri dan Investasi di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Nama saya Fathir Akbar. Kami sudah menerima informasi tentang pengangkatan bapak. Senang sekali bisa bertemu tidak sengaja.." Fathir mengenalkan diri. "Oh, iya. Sama sama.. Saya sedang ada urusan dulu, mungkin besok kita bicara lebih lanjut.." Keenan tidak ingin berlama lama basa basi. Ia masih bingung dengan hilangnya Shanum. "Baik pak, saya permisi dulu.." Fathir pun beranjak pergi. Keenan hanya memperhatikan keduanya pergi. Siapa perempuan di samping lelaki tadi? Istrinya? Ia melihat di jari manis perempuan itu melingkar sebuah cincin. Artinya perempuan itu sudah menikah. Ah, sudah lupakan dulu soal lelaki itu. Sekarang waktunya mencari Jingga, kemana perginya? Keenan juga tidak bisa menghubunginya karena ia baru tersadar kalau tidak memiliki nomor ponsel Jingga. Aku harus memintanya nanti, ia menggumam sendiri. Ia mencoba mencari di sekitar toilet perempuan tapi Jingga tidak ada. Sampai matanya menangkap sosok Jingga sedang duduk di taman tengah. Kakinya memainkan bebatuan kecil. Ekspresinya lagi lagi sendu.. Andai aku bisa membantumu... Keenan pun mendekat ke arah Shanum. "Kamu kenapa tiba tiba menghilang? Dan apa yang kamu lakukan di sini?" Keenan mulai bertanya. Shanum hanya mengatupkan bibirnya, "Maafkan aku.." Keenan tahu kalau Jingga tidak ingin menjawabnya terlalu detail ataupun memberikan penjelasan apapun. Ia pun mengulurkan tangannya, "Kita pulang ya? Sudah malam.." Shanum menengadahkan kepalanya dan menatap Keenan. Ia pun menerima uluran tangan Keenan dan berdiri. Mereka berjalan ke arah parkiran. Keenan membukakan pintu untuk Shanum. Shanum pun duduk di samping Keenan. "Aku antar ke rumah tadi?" Keenan bertanya. "Iya, tidak apa apa?" Shanum menjawabnya dengan pertanyaan. "Tentu tidak apa apa.." Keenan tersenyum. Ia pun mulai bergerak menuju Dreamland Regency. Setibanya di rumah tadi, Keenan melihat kalau sekarang rumah itu tidak lagi gelap gulita. Artinya, siapapun orang lain yang tinggal di rumah itu sudah kembali. "Keenan, terima kasih ya.." Shanum tersenyum. "Aku turun dulu.." "Jingga, tunggu sebentar.." Keenan menahan pergerakan Shanum. "Apa?" Shanum bertanya. "Aku mau minta nomor ponselmu.." Keenan dengan berani memintanya. "Kita teman lama bukan.. Jangan khawatirkan apapun.." Keenan menjelaskan karena melihat ekspresi Shanum yang terlihat ragu. "Ok.. Boleh minta ponselmu?" Shanum menyodorkan tangannya. Keenan memberikan ponselnya pada Shanum. Ia melihat ada nomor yang tertulis di situ, tapi kolom nama masih Shanum kosongkan. "Apa kamu mau menyimpan namaku dengan nama Shanum atau Jingga, itu terserah.." Shanum tersenyum. "Terima kasih.." Keenan menahan senyumnya dan menyimpannya. Lalu kemudian misscall ke nomor Shanum. Shanum terlihat membuka ponselnya dan memperlihatkannya pada Keenan, "Sudah masuk, aku save ya.." "Iya.. Harus.." Keenan tersenyum. "Dan, satu lagi, sebelum kamu turun.. Aku harus menjelaskan sesuatu.." "Apa?" Shanum menyimpan ponsel ke dalam tasnya. "Soal ciuman tadi.. Saat aku mencium bibirmu.. Mmm.." Keenan ragu untuk melanjutkan ucapannya. Shanum tersenyum. "Aku tahu itu tidak sengaja.. Jadi, tidak apa apa.. Bagaimanapun itu sudah terjadi.. Tidak bisa kita rubah atau perbaiki.." "Tidak.. Bukan itu yang ingin aku ucapkan.. Kejadiannya memang reflek, aku tidak bisa mengendalikan emosiku. Tapi, itu bukan tindakan tanpa hati.." Keenan menatap Shanum. "A-apa maksudmu?" Shanum kebingungan memahami maksud Keenan. "Saat tadi melihatmu di makam, jantungku berdebar kencang. Jingga ada di hadapanku! Itu yang aku rasakan.." Keenan mengungkapkan perasaannya. "Ciuman itu, aku menginginkannya.." Keenan mengatupkan bibirnya. Shanum tak sanggup berkata kata.. Tangannya perlahan menyentuh d**a bagian kirinya. Ia merasakan kalau detak jantungnya meningkat dengan cepat.. "Keenan.." Shanum hanya bicara perlahan "Coba kamu hubungi aku dari ponselmu.." Keenan meminta Shanum menghubunginya. Tanpa banyak bertanya, Shanum melakukannya. Ia menekan nama Keenan di ponselnya. Tak lama, ponsel Keenan pun berbunyi. Keenan kemudian membalikkan ponselnya agar ia bisa melihat layarnya. Di situ tertulis : CINTA PERTAMAKU "Aku menyimpan namamu dengan kata kata itu.." Keenan menatap Shanum dengan lembut. "Jadi, saat kamu menghubungiku, dan aku membaca kedua kata itu, aku akan melakukan apapun untukmu.." "Jingga, cinta pertamaku.." Keenan memamerkan senyumnya yang menawan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD