Chapter 02 - Change

815 Words
El berbaring di atas ranjang dengan kedua tangan yang diletakkan di bawah kepala. Kedua matanya menatap lurus ke arah langit-langit kamar sambil terus memikirkan Yaya. Karena ciuman pertama yang sempat mereka berdua lakukan setelah acara pemberkatan, terasa sangat ‘mengganggu’ baginya. Apa lagi saat ia kembali mengingat bagaimana kakunya Yaya ketika sedang membalas ciuman darinya. Oh jangan lupakan rona merah di wajahnya yang tidak bisa disamarkan oleh make up. Wanita itu terlihat sangat polos, dan ... benar-benar masih terjaga. Hingga ia merasa tidak tega jika harus menyakiti wanita yang sekarang sudah resmi menyandang status sebagai istrinya. Namun beberapa detik kemudian, El seakan tersadar. Sebenarnya ada apa dengan dirinya? Kenapa pikirannya terus tertuju kepada Yaya? Apa ia sudah mulai gila, atau bagaimana? Dari pada memikirkan hal-hal yang membuatnya semakin merasa kebingungan, El memilih untuk segera memejamkan kelopak matanya setelah mencari-cari posisi tidur ternyaman di atas ranjang kamar pribadinya. Sedangkan di kamar sebelah, Yaya terlihat sangat gelisah. Karena ia beranggapan kalau malam ini ia pasti akan menghadapi ‘malam pertama’ yang sangat mendebarkan bersama seorang pria yang sekarang sudah resmi menyandang gelar sebagai suaminya. Pria itu bisa menuntut haknya kapan saja. Cukup lama Yaya mondar-mandir di depan ranjang, sampai akhirnya ia berhenti berjalan, dan memilih untuk berdiam diri di atas sofa yang terletak di sudut ruangan. Namun orang yang diprediksinya akan segera datang, malah belum menunjukkan batang hidungnya. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Karena rasa kantuk yang sudah tidak tertahankan, akhirnya Yaya memutuskan untuk segera naik ke atas ranjang. “Syukurlah,” ujar Yaya yang tersenyum lega. Lalu mulai memejamkan kedua matanya. Karena ia merasa jika dirinya sudah terbebas dari kegiatan malam pertama yang katanya sangat mendebarkan. Lagi pula, ia memang belum siap untuk melakukan ‘malam pertama’ dengan suaminya. *** Yaya akhirnya terbangun dari tidur lelapnya begitu cahaya matahari mulai merobos masuk melalui jendela kaca. Kemudian ia mengerjap-ngerjapkan kedua matanya sebelum memfokuskan pandangan ke arah Jasmine yang sedang bersedekap setelah membuka seluruh gorden yang ada di muka jendela. “Saatnya mandi, Tuan Putri. Karena El sudah menunggu kedatanganmu sedari tadi,” cetus Jasmine dengan nada yang cukup sinis. Yaya segera menurunkan kedua kakinya ke atas lantai, dan menatap Jasmine dengan pandangan bingung yang tidak dapat disembunyikan. “Maaf, J. Semalam aku—” “Silakan mandi sekarang, dan jangan banyak bicara.” Jasmine sengaja memotong ucapan Yaya agar tugasnya bisa cepat selesai. Yaya langsung terkejut dengan bibir yang sudah terkatup rapat. Kenapa Jasmine tampak berbeda? Padahal kemarin dia bersikap sangat ramah kepada dirinya. Alih-alih memusingkan perlakuan Jasmine barusan, ternyata Yaya cukup pintar dengan memilih untuk segera masuk ke dalam kamar mandi saja, dan langsung membersihkan dirinya di dalam sana. “Aku sudah mempersiapkan baju yang akan kau pakai,” sambut Jasmine begitu melihat Yaya yang baru saja keluar dari kamar mandi. Yaya refleks memegangi bagian depan handuk yang saat ini sedang melilit tubuhnya, karena sama sekali tidak menyangka kalau Jasmine masih berada di dalam kamarnya. Jasmine hanya mengerutkan dahinya sekilas begitu melihat ekspresi terkejut yang sedang Yaya tampilkan. Karena menurutnya, reaksi wanita itu terkesan sangat berlebihan. “Ayo, cepat duduk di depan meja rias. Karena aku akan segera mendadanimu sekarang,” ucap Jasmine dengan nada perintahnya yang terdengar sangat kental. Yaya hanya menurut saja, bahkan ia juga tidak memberikan tanggapan apa-apa. Ia membiarkan Jasmine menyalakan hair dryer, dan mulai mengeringkan rambut panjangnya. Setelah itu, Jasmine juga memoleskan make up di wajahnya. Sebenarnya ia tidak terlalu suka memakai make up, apa lagi saat tidak pergi ke mana-mana, tapi apa boleh buat. Ia tidak bisa melarang Jasmine untuk melaksanakan tugasnya. “Kau bisa masuk ke dalam ruangan ini untuk mengenakan pakaian yang telah kupersiapkan,” ucap Jasmine sambil mendorong pintu walk in closet agar segera terbuka. Yaya kontan menganga begitu melihat banyaknya pakaian wanita yang tertata rapi di dalam sana. Karena kemarin, ruangan ini belum sempat ditunjukkan oleh Jasmine. Rasanya sudah seperti memasuki sebuah toko pakaian saja. Barang-barangnya pun terlihat sangat lengkap sekaligus berkelas. Pantas saja El pernah menyuruhnya untuk tidak membawa pakaian dari rumah. Rupanya di sini sudah tersedia berbagai jenis perlengkapan wanita. Jasmine langsung menegur Yaya yang masih menganga, agar wanita itu segera mengenakan pakaiannya. Setelah itu ia keluar dari sana, dan tak lupa untuk kembali menutup pintunya. Yaya hanya meringis pelan, dan segera mengambil baju yang telah dipersiapkan. “Apa aku harus memakai sepatu ini juga?” tanya Yaya yang baru saja keluar dari walk in closet sembari menenteng sepasang kitten heels di tangan kanannya. Karena sepasang sepatu itu juga dipersiapkan di atas meja bersama dengan beberapa item lainnya. Jasmine menganggukkan kepalanya. “Ya, kau memang harus memakainya.” “Meskipun aku hanya berdiam diri di dalam rumah?” Yaya membeo dengan kedua mata yang melebar tak percaya. “Tentu saja. Jadi, pakailah dengan cepat, dan jangan banyak bicara!” Jasmine kembali menunjukkan taringnya, yang membuat Yaya langsung menuruti perkataannya tanpa memberikan sanggahan apa-apa. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD